“Karakter kamu yang mudah tersulut emosi itu yang membuat Dion bisa mengguna-guna kamu,” ucap kiai Solihun.
“Jadi benar saya diguna-guna Dion? Padahal kan saya rajin hadir majelis?”, tanyaku bingung.
“Kalau metafisika itu yang dilihat energinya. Saat itu energi kamu selaras dengan energi guna-guna itu. Banyak orang yang shalat tapi hakikatnya mereka hanya nungging-nungging saja. Mereka tidak paham makna shalatnya. Padahal, shalat itu musti ada hasilnya dalam kehidupan sehari-hari. Kamu tahu kan, shalat itu untuk apa?”, jelasnya.
“Mencegah perbuatan keji dan mungkar,” jawabku terbata-bata.
“Selama ini kamu gimana dengan shalat kamu?”, tanyanya lagi.
“Ya sejak menikah dengan Dion, shalat saya mengalami kemundurun yang sangat pesat, kiai. Dulu saya bisa meresapi rasanya shalat bahkan terasa sedang berdialog dengan-Nya. Sekarang malah bawaanya buru-buru aja,” jawabku mencoba mengintrospeksi diri.
“Nah, itu saja sudah menjadi refleksi buat kamu. Kamu jadi kesulitan bertemu dengan-Nya di saat shalat,” tambahnya.
“Kalau dulu, pas masih belum menikah, kenapa ya saya sepertinya ga bisa dekat dengan laki-laki lain. Padahal kan saya juga pingin mengenal laki-laki lain. Baru laki-laki lain ada yang coba dekat dengan saya pas Dion ucap kata putus. Dan herannya, ini berulang pa kiai. Setiap Dion mengucap “putus”, selalu begitu,” tanyaku penasaran.
“Ya itu biar kamu ga bisa didekati laki-laki lain lah. Biar kamu berpikir kalau dia adalah jodoh kamu. Padahal itu permainan dukunnya saja. Dibuat seakan-akan alami. Tapi kamu berasa kan, kalo itu ga alami? Begitu terucap kata ‘putus’, tali ikatan itu lepas. Makanya ada lawan jenis yang mulai mendekat ke kamu lagi”
“Iya pa kiai. Kayak ga wajar aja. Masa saya yang sebelum kenal dia masih ada laki-laki yang mendekat. Begitu sama dia, sama sekali ga ada yang mendekat,” aku merenung di hadapan kiai Solihun.
“Tapi dia di rumah rajin. Sehari-hari kan dia yang masak,” kembali aku mengungkapkan keherananku.
“Ya justru dia mengambil alih masalan biar bisa memasukkan garam dari dukunnya di masakan itu. Jadinya sejahat apa pun dia sama kamu, kamu tetap turuti kemauannya,” jawab kiai Solihun.
“Oh, pantas, pas aku masak malah dikomplain. Rupanya itu cara dia untuk mengambil alih.”
Aku kembali menemukan jawaban atas keanehan-keanehan sikap Dion selama kami berumah tangga.
“Kalau kamu yang masak, dia khawatir kamu pakai garam seperti yang dia pakai. Dia kan maunya kamu yang nurut sama dia. Dia ga mau jadi nurut sama kamu, meskipun kamu mengajak ke jalan yang benar,” jawab kiai Solihun dengan senyum penuh makna.
“Kamu perbaiki diri kamu ya, terutama ego kamu. Jangan pernah merasa diri kamu yang paling benar. Kamu memang pintar. Tapi kita tidak boleh seperti itu. Kepintaran hanya membuat kita merasa benar dan meremehkan orang lain. Itu lah sela masuknya,” jelas kiai Solihun memberi saran.
“Kalau soal keluarganya, kamu memang sengaja tidak diberi akses mengenal lebih dekat keluarganya. Jadi konflik antara kamu dengan keluarganya sengaja ia pelihara agar kamu terisolasi sehingga hanya mendengarkan berbagai info darinya, yang sebenarnya penuh dengan kebohongan. Kan di keluarganya kamu juga disebut sebagai wanita yang suka morotin uangnya dia. Di keluarganya dia juga mengakui kalau semua barang di rumah adalah miliknya. Kalau kamu dekat dengan mereka, bisa ketahuan kebohongannya.