Bintang Berkabut

Syamsiah
Chapter #17

Berkah Nabi Saw dan Para Sahabat


“Sal, tahun ini rencananya kan kita mau buat drama. Ka Ida minta tolong Salma nanti ajarkan anak-anak majelis buat main drama ya,” ucap ka Ida di ujung telepon sana.

Ka Ida adalah pemimpin majelis yang pertama kali diisi Ustadzah Hafsha sekembalinya ia dari tugasnya mengajar beberapa tahun di pesantren Daruz Zahra milik Habib Umar bin Hafidz, Tarim, Hadramaut.

Selain pembelajaran rutin pembahasan kitab-kitab Fiqih dan Syariat, majelis yang berlokasi di Condet, Jakarta Timur ini juga rutin mengadakan perayaan maulid dan isra mi’raj sebagaimana majelis-majelis para syarifah dan habaib lainnya.

“Maulidnya kapan ka?”

“Satu bulan lagi, Sal.”

“Oh, satu bulan lagi. Terlalu cepat ya. Padahal latihan drama itu ga bisa terlalu singkat waktunya. Kecuali kalau mereka mau diminta intens latihan.”

“Atur aja Sal. Ini ka Ida kasih nomor salah satu anak yang mau ikut dramanya. Nanti dia juga bakal sms kamu.”

Sejujurnya, aku sudah lama menantikan momen seperti ini. Momen di mana aku juga bisa ikut mensyiarkan kisah-kisah Nabi Saw dengan caraku. Momen ini pun tidak aku sia-siakan.

Aku juga sudah lama ingin mengaplikasikan ilmu seni peran yang telah kudapat di ekstrakulikuler SMA dan di keputrian rohis kampus. Setelah sering diminta menjadi peran utama, aku juga ingin merasakan menjadi sutradara sekaligus pelatihnya.

Alasanku di atas bukan karena aku tak mau. Aku hanya ingin menggambarkan bahwa tidak mudah melatih dan menghasilkan drama yang baik, apalagi pesertanya sama sekali tidak pernah bermain drama.

Aku pun mulai menyiapkan materi-materi drama. Beruntung, aku pernah menyimpan materi-materi drama untuk kupersiapkan jika suatu saat nanti aku melatih. Aku ingat, bahwa salah satunya membahas tentang kecintaan pada Sahabat Nabi Saw.

Segera kunyalakan komputer dan kubuka-buka lagi fashdisk tempat aku menyimpan file-fle drama tersebut. Alhamdulillah, naskah-naskah itu masih ada. Naskah drama bertemakan maulid itu kuubah seperlunya sesuai dengan yang ingin kutampilkan di panggung.

Aku hanya mengambil bagian akhirnya ketika Sayyidina Umar Ra terjatuh karena ia akhirnya menyadari bahwa Rasulullah telah wafat. Itu pun setelah diberi penyadaran oleh Sayyidina Abu Bakar Ra dengan mengingatkan kembali surat Ali-Imran ayat 144.

Bagian awal naskah itu kupotong dan kuganti dengan masa-masa Sayyyidina Abu Bakar Ra belum bertemu Rasulullah namun sudah memimpikannya. Mimpi inilah yang membawa beliau sebagai Sahabat terdekat Nabi Saw.

 

**************

 

”Assalaamu alaikum Kak Salma. Ini Bella, yang mau dilatih drama untuk maulid.”

Sms masuk dari nomor yang sudah kusimpan dari Ka Ida.

”Wa alaikum salam Bella. Iya, kira-kira mau kapan latihannya?”

”Terserah Kak Salma sih. Bella dan teman-teman bisa kapan saja.”

”Kalian kosongnya kapan? Kalau Sabtu-Minggu jam 1 siang bagaimana?”

”Boleh kak. Bella kabari teman-teman yang mau ikut dulu ya.”

Sabtu siang itu bertemu para remaja majelis untuk kulatih persiapan berlatih drama. Latihan persiapan yang pertama adalah latihan pernapasan menggunakan perut agar suara yang keluar berasal dari perut dan terdengar lebih kuat.

”Oke, kalau sudah berkumpul. Sebelum dimulai, kita berdoa dahulu. Lalu lanjut dengan latihan pernapasan ya. Kalau biasanya pada pernapasan dada yang bergerak adalah dada kita, maka pada pernapasan perut yang bergerak adalah perutnya. Jadi tanda kalau kita sudah bernapas menggunakan perut adalah perutnya mengembang dan mengempis.”

Aku meminta mereka duduk bersila dan membentuk lingkaran.

”Latihan selanjutnya adalah latihan konsentrasi. Konsentrasi dibagi menjadi dua, aktif dan pasif. Dalam konsentrasi pasif, pejamkan mata kalian sambil fokus pada pernapasan saja. Tidak usah mendengarkan apalagi sampai terpengaruh dengan suara-suara yang ada. Oke, kita praktik ya.”

Lihat selengkapnya