Sejak pukul enam pagi, Bandara Internasional Soekarno Hatta tampak sibuk dengan aktivitas penerbangan.
Para penumpang terlihat mengantri dengan teratur di loket check in. Petugasnya dengan sigap melayani para penumpang. Mereka mengecek tanda pengenal penumpang, menimbang barang bagasi dan memberikan boarding pass mereka. Dan di akhir pelayanannya, petugas akan tersenyum dan mengucapkan terima kasih dengan ramah.
Di antara keramaian penumpang yang sedang lalu lalang, Raina dengan setengah berlari bergegas menuju loket check-in yang bertuliskan CGK-KOE di layar monitornya.
"Selamat pagi, penerbangan menuju ke Kupang?" Petugas yang ber-name-tag Melani menyambut Raina dengan senyuman ramah.
"Ah ah ah iya pagi Mbak.... Sori sebentar ya Mbak saya nafas dulu." Dengan nafas yang masih terputus-putus karena berlari tadi, Raina membalas sapaannya.
"Oh iya nggak apa-apa Mbak santai aja dulu, nggak usah buru-buru."
"Iya makasih ya Mbak, oh iya ini e-tiket saya, ini KTP dan ini bagasi saya Mbak, satu koper besar saja."
"Oh baik terima kasih Mbak." Petugas itu menerima KTP Raina dengan heran sekaligus senang. Ia merasa heran karena jarang sekali penumpang seperti Raina yang langsung memberikan keterangan lengkap sehingga ia tidak perlu repot menanyakan pertanyaan berulang yang biasa ia tanyakan kepada penumpang yang akan check in.
"Oh ya Mbak saya Pramugari, kalau bisa saya duduk di emergency exit ya, seat di dekat jendela, 34A kalau ada. Apa seat-nya masih available?"
"Oh boleh banget Mbak, kebetulan seat-nya masih kosong. Ini boarding pass-nya Mbak, pesawatnya di gate 2 ya, silahkan."
Setelah mengucapkan terima kasih Raina menerima boading pass dan segera beranjak menuju ruang tunggu.
Setelah sepuluh menit berlalu, panggilan boarding untuk penumpang tujuan Kupang mulai diserukan. Bersama dengan penumpang lain, Raina berbaris teratur untuk masuk ke dalam pesawat berlogo burung biru di ujung ekornya.
"Pagi Pak, pagi Ibu, selamat datang!"
Pramugari memberi salam kepada para penumpang yang masuk satu persatu ke dalam kabin.
Raina mengangguk menjawab salam pramugari yang menyapanya dan terus berjalan menuju seat no.34A. Ia menaruh koper kecilnya di atas bagasi dan duduk mengenakan sabuk pengamannya. Setelah itu ia melempar pandangannya jauh ke luar jendela.
Raina baru saja kembali dari Jakarta. Ia mengambil cuti setelah menjalani tugasnya di Kupang selama dua bulan. Dan ia baru saja dipromosikan menjadi senior awak kabin di tahun ketiganya bekerja sebagai awak kabin di maskapainya. Meski begitu, promosi ini bukan jenis promosi yang ia inginkan.
Ia harus beralih terbang dari pesawat bermesin jet menjadi propeller dan harus bersedia di tempatkan di Kupang. Tetapi karena ia tidak memiliki alasan untuk menolak promosi itu dengan berat hati Raina menerimanya. Karena jika ia menolak maka ia harus membayar uang pinalti yang cukup besar. Raina juga tidak memiliki alasan yang mengikatnya untuk tinggal di Jakarta.
Orang tuanya tidak tinggal di Jakarta. Setelah ayahnya pensiun orang tua Raina memutuskan untuk menetap di kampung halaman mereka di Surabaya.
Pacar? Raina baru saja putus dengan Dimas, kekasihnya yang ia pacari selama lima tahun. Hubungan long distance menjadi alasan Dimas memutuskan Raina dan menjalin hubungan dengan teman satu kampusnya di Melbourne.
"Maaf Mbak permisi," Suara seorang laki-laki terdengar menyapa.
Raina menoleh pada suara yang kini menganggu konsentrasinya mengamati pemandangan di luar jendela.
"sepertinya Mbak salah kursi, 34A itu kursi saya."
Seorang pria tampan sedang tersenyum ke arahnya. Tubuhnya tinggi menjulang. Ia meneliti penampilan laki-laki itu, tubuhnya terbalut pas dengan T shirt putih dan jaket kulit yang berwarna cokelat tua.
Jika saja Raina sedang mencari pacar maka ia akan menjawab laki-laki tampan ini dengan suara manjanya yang pasti akan membuat laki-laki tergoda olehnya. Tapi pagi ini ia tidak dalam mood beramah tamah apalagi bermanja-manja pada orang asing.
"Sepertinya anda yang salah deh, ini kursi saya. Saya yang request sendiri seat ini di check in counter tadi." Jawab Raina ketus.
"Ini tertera 34A di sini!" Laki-laki itu menunjukkan boarding pass-nya pada Raina.
"Really?" Raina melihat nomer yang tertera di boarding pass pria itu dan berpikir apa telah terjadi kesalahan di check in counter sehingga terjadi double seat di penerbangan ini. Bukan sekali dua kali Raina mengalami kasus double seat ketika ia sedang bertugas.
"Ok wait saya lihat boarding pass saya dulu." Raina mengeluarkan boarding pass dari tote bag-nya.
34B? Bukannya tadi aku secara jelas meminta kursi di samping jendela tadi. Batin Raina, kesal.
Raina merasa kesal pada dirinya sendiri, yang tidak memeriksa boarding pass miliknya ketika meninggalkan check-in counter, sehingga ia harus duduk di 34B. Raina sangat benci duduk diapit orang-orang asing.
"Tapi kalau kamu mau, kita bisa bertukar kursi. Biar saya duduk di 34 B saja. Bagaimana? Mau?" Kata laki-laki itu memberi solusi ketika melihat Raina yang keberatan duduk di seat 34 B.
Senyuman yang ramah di wajah tampannya membuat Raina sedikit tidak enak hati melihatnya.