Raina menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang yang empuk. Spring bed nyaman di hotel berbintang empat memang selalu menjadi pilihannya untuk bersantai setelah beberapa jam berada di pesawat.
Drrrttt... Panggilan Whassap masuk ke ponsel Raina ketika ia hampir saja jatuh tertidur.
Bianca : “Lo udah sampai hotel Say?”
Bianca Liza, teman seangkatan sekaligus sahabat Raina. Mereka sama-sama merintis dari sekolah pramugari yang sama di Surabaya, diterima bekerja di maskapai yang sama dan kini sama-sama mendapat promosi dan tinggal di Kupang.
Raina: “Udin, lo di mana?”
Bianca : “Lagi jalan ke pantai Oesapa sama Mbak Stepahine sama Capt Heri, nyusul sini!”
Raina : “Nggak ah mager!”
Bianca : “Set deh ini anak, gue pikir habis cuti dari Jakarta bikin lo semangat, nggak mageran lagi.”
Raina : “Jangan harap, gue di Jakarta juga dua hari aja, cuma buat beresin sisa-sisa barang di kosan. Gue kan lama di Surabaya. Seminggu aja gue pulang nyokap masih protes, katanya cuti gue terlalu sebentar.”
Bianca : “Siapa suruh ngambil cuti cuma sepuluh hari! Tanggung ambil aja dua belas hari.”
Raina : “Nggak ah, jaga-jaga aja kalau ada urgent matter lo tau kan di sini crew kita terbatas, kalau izin pasti susah kalau cuti kan pasti dikasih. Ya udah have fun ya, gue mau tidur dulu. Jangan lupa bungkusin gue pisang goreng.”
Bianca : “Siap Mbak bos. Eh tunggu sebelum gue lupa, nanti malam ikut gue yuk?”
Raina : “Kemana pun?”
Bianca : Dah ikut aja, makan-makan pokoknya. Gue tunggu di lobi jam 7 ya.”
Raina : “Kuy lah!”
Usai menutup panggilan Bianca, Raina menaruh smart phone-nya di meja samping tempat tidur.
Raina berbaring sambil termenung.
Dokter Rey Bintang Timur...
Bibirnya bergumam sendiri, pikirannya mengenang kembali pertemuan singkat mereka.
Duh kenapa juga tadi gue nggak tanya nomer ponselnya! Batinnya memaki, setelah beberapa menit pikiran warasnya kembali mengambil alih.
Bodo amat lah! Belum jodoh itu namanya. Lagipula males juga kalo gue yang nanya duluan. Harusnya jadi laki-laki itu inisiatif, secara dia duluan yang muji gue cantik.
Lalu pikirannya kembali merasa menyesal.
Iiiihhh sebel banget! Bodoh banget sih gue, cowok cakep dokter pula gue lewatin gitu aja.
Setelah beberapa kali mengutuk dirinya, Raina menyemangati dirinya sendiri.
Raina please come to your senses! Nggak usah lo keganjenan, belum tentu juga dia naksir lo kan. Bisa jadi dia udah punya pacar atau bahkan udah nikah. Banyak kan sekarang yang nikah muda. Ok Raina, udah... udah stop mikirin dia. Ok otakku yang cantik sekarang saatnya kita tidur dan nggak usah mikirin hal yang nggak penting kaya gitu.
Raina memejamkan matanya. Satu detik, dua, tiga detik, empat dan lima detik waktu terus bergulir.
Duh kenapa sih ini mata nggak bisa kompromi. Udahlah nggak jadi tidur gue!
Raina menyerah tidur. Sia-sia saja ia memejamkan matanya. Mata Raina serasa membangkang dari keinginannya. Terlebih ketika otaknya terus saja mogok untuk berhenti berpikir.
Raina mengambil kembali ponselnya dan mulai membuka penelusuran di smart phone-nya.
Rey Dokter di Kupang, Dokter Rey Kupang, Kupang Dokter Rey.
Raina terus mencari informasi tentang pria yang menyita pikirannya saat ini.
Setelah beberapa lama mencari akhirnya ia menyerah. Semua pencariannya tidak menunjukkan hasil yang memuaskan, tidak ada Rey yang ia cari.