Bintang di Hari Selasa

Penulis N
Chapter #14

14

Minggu berlalu begitu saja, dan akhirnya hari Selasa datang lagi. Kali ini, aku merasa lebih tenang, meskipun ada sedikit rasa gugup yang menghiasi hatiku. Kejadian minggu lalu, saat kami berbicara tentang perasaan kami, masih terngiang di pikiranku. Tapi, aku merasa sedikit lebih baik karena Rio sudah memberiku waktu untuk memikirkan semuanya.

Aku berjalan menuju taman sekolah dengan langkah yang lebih ringan. Seperti biasa, aku berharap bisa bertemu Rio di sana. Tidak ada yang perlu dipaksakan—semuanya terasa lebih alami sekarang, meskipun hati ini masih penuh dengan banyak pertanyaan.

Ketika aku tiba di taman, Rio sudah duduk di bangku yang biasa kami tempati. Matanya yang cerah menatapku, dan senyum lebar langsung terukir di wajahnya begitu aku mendekat. Sebuah senyum yang membuat hatiku sedikit melompat, seperti ada sesuatu yang menghangatkan di dalam sana.

"Pagi, Elina," katanya, kali ini dengan semangat yang lebih besar dari biasanya.

"Pagi, Rio," jawabku sambil duduk di sampingnya.

Kami duduk dalam keheningan selama beberapa detik. Tidak ada obrolan yang menggugah, hanya suara angin yang berdesir lembut di antara pepohonan. Aku merasa ada ketenangan yang datang begitu saja, meskipun di dalam hati, aku tahu bahwa perasaan kami sedang berjalan menuju sesuatu yang lebih mendalam.

"Aku pikir hari Selasa selalu punya makna tersendiri," kata Rio akhirnya, memecah keheningan. "Setiap kali kita bertemu, rasanya seperti dunia berhenti sebentar. Aku merasa semuanya lebih ringan."

Aku mengangguk pelan. "Aku juga merasa begitu," jawabku jujur. "Mungkin karena hari ini kita punya kesempatan untuk berbicara, tanpa ada gangguan."

Rio menatapku dengan penuh perhatian. Ada kilatan sesuatu yang lebih dalam di matanya. "Aku suka berbicara denganmu, Elina. Setiap obrolan kita terasa berbeda, seolah-olah kita bisa saling mengerti lebih dari sekadar kata-kata."

Aku merasa hatiku berdebar. Kata-kata Rio seperti menyentuh bagian terdalam dalam diriku, bagian yang selama ini aku tutupi dari orang lain.

Namun, di balik kebersamaan itu, ada perasaan yang masih mengganggu pikiranku. Kenapa aku merasa sedikit cemas dengan perasaan yang semakin tumbuh di antara kami? Apa yang seharusnya aku lakukan jika perasaan ini semakin kuat?

Aku melirik Rio yang sedang menatapku dengan tatapan penuh harap, seolah menunggu jawaban dari pikiranku yang kacau. Aku tahu dia menungguku untuk membuka hati lebih jauh, tetapi ada ketakutan yang tidak bisa aku hilangkan begitu saja.

"Rio," kataku pelan, mencoba mencari kata-kata yang tepat. "Apa yang kamu harapkan dari kita? Aku... aku merasa bingung, kadang."

Rio tersenyum kecil, tampaknya tidak terkejut dengan pertanyaanku. "Aku berharap kita bisa lebih dari teman, Elina. Aku ingin mengenalmu lebih dalam, tanpa ada tekanan, hanya untuk melihat ke mana perasaan ini bisa berkembang."

Aku menghela napas, mencoba menenangkan diri. "Aku takut kalau aku salah langkah, Rio. Aku nggak ingin merusak apa yang kita punya."

Dia menatapku dengan penuh pemahaman. "Aku mengerti, Elina. Aku juga takut, tapi kita bisa melangkah perlahan. Kalau kamu merasa belum siap, tidak masalah. Aku hanya ingin tetap dekat denganmu, entah sebagai teman atau lebih dari itu."

Ada kehangatan dalam kata-kata Rio yang membuat aku merasa sedikit lebih tenang. Dia tidak terburu-buru, dan itu memberi aku sedikit rasa aman. Aku bisa merasa nyaman dengan dia, tanpa perlu memaksakan diri.

"Terima kasih, Rio," jawabku akhirnya. "Aku akan mencoba lebih terbuka, tetapi... butuh waktu."

Rio tersenyum lebar, mengangguk. "Aku tunggu, Elina. Kita punya banyak waktu."

Kami menghabiskan sisa waktu di taman dengan berbicara tentang hal-hal ringan, seperti biasanya. Namun, kali ini aku merasa lebih ringan. Meskipun perasaan ini masih terpendam, aku tahu bahwa langkah-langkah kecil yang kami ambil bersama akan membawa kami ke arah yang lebih baik.

Setelah bel sekolah berbunyi, kami berdua bangkit dari bangku taman, siap untuk kembali ke kelas. Namun, sebelum kami berpisah, Rio menoleh padaku dengan senyum hangat.

"Selasa lagi minggu depan?" tanyanya dengan nada yang lebih ringan, seolah-olah itu sudah menjadi kebiasaan kami.

Aku tertawa kecil. "Tentu saja, Rio. Hari Selasa selalu spesial."

Kami berjalan bersama ke kelas masing-masing, tetapi kali ini, ada perasaan berbeda yang mengalir di antara kami. Tidak ada lagi ketakutan atau keraguan yang menghalangi. Kami berdua tahu bahwa perjalanan ini masih panjang, dan kami siap melangkah bersama.

Hari-hari setelah pembicaraan kami di taman terasa lebih tenang, meskipun sedikit lebih tegang dari biasanya. Aku merasa lebih terbuka pada Rio, tetapi masih ada keraguan yang tak terucapkan di hatiku. Aku tahu kami sudah semakin dekat, namun perasaan yang tumbuh membuatku merasa cemas. Aku takut, takut akan kehilangan kenyamanan ini, takut kalau segala sesuatunya berubah dan aku tidak siap menghadapinya.

Minggu itu terasa berjalan biasa, sampai akhirnya tiba lagi hari Selasa. Seperti biasa, aku berjalan menuju taman sekolah, berharap bisa bertemu Rio. Hari ini aku merasa sedikit lebih tenang, meskipun ada secercah kecemasan di dalam hati.

Begitu aku tiba di taman, Rio sudah duduk di tempat kami yang biasa. Kali ini, tidak ada percakapan terburu-buru atau obrolan yang mengalir dengan cepat. Kami hanya duduk berdua, menikmati keheningan yang terasa akrab di antara kami.

"Aku sudah lama tidak merasa senang seperti ini," kata Rio pelan, matanya menatap langit biru yang mulai mendung. "Kamu tahu, Elina, kadang aku berpikir, kenapa bisa kamu datang begitu tiba-tiba ke hidupku? Rasanya seperti segalanya jadi lebih terang."

Aku menatapnya, sedikit terkejut dengan ungkapannya. Rio selalu tampak ceria dan penuh semangat, tapi ada sesuatu yang berbeda kali ini. Ada ketulusan dalam suaranya, yang membuat aku merasa lebih dekat dengannya.

"Aku juga merasa begitu," jawabku dengan suara lembut. "Mungkin karena, meskipun kita berbeda, aku merasa nyaman saat bersamamu."

Rio tersenyum, tetapi kali ini senyumannya tampak sedikit lebih serius. "Aku suka mendengar itu, Elina. Aku ingin kita bisa terus merasa nyaman, apapun yang terjadi."

Lihat selengkapnya