Bintang Di Langit Abu Abu

kndln
Chapter #2

Sebuah Penolakan

Naya hanya mengangguk setuju saat Gita minta izin pindah tempat duduk ke belakang, ke meja Ruben. Ruben pun minta Adit teman mejanya untuk pindah duduk bareng Naya, tukeran sama Gita.

"Gak lah Ben, terlalu depan, gak bisa nyontek gua," tolak Adit.

"Ya baguslah."

"Gigi lu bagus. Si Naya juga pelit, gak mau," ucap Adit yang tetap pindah demi persahabatan, tapi pindah ke bangku belakang ujung kanan yang kosong, duduk sendiri.

Sementara Gita dengan senangnya langsung buru-buru pindah ke belakang, ke sebelah Ruben. Naya jadi duduk sendiri dan sebenarnya ia tidak apa-apa karena ia rasa dirinya juga tidak pernah merepotkan Gita atau siapapun yang duduk dengannya, ia bukan yang suka nyontek atau berisik nanya-nanya kalau tidak tahu, jadi ada atau tidak adanya teman meja, bukan masalah baginya. Hanya saja Bu Sri, guru Bahasa Indonesia yang permasalahkan itu, kenapa Naya duduk sendiri dan Naya bingung harus jawab apa.

"Adit gak mau duduk depan tuh Bu," ucap Ruben.

"Silinder Bu," jawab Adit.

"Ini Naya duduk sendiri, kamu juga, cepet pindah!" pinta Bu Sri.

"Ah ibu pilih kasih!" protes Adit yang diketawain semuanya, akhirnya pindah ke depan. Naya langsung geser kursinya agak menjauh.

Bu Sri minta untuk semua perhatikan soal yang ia catat, bagi yang tahu jawabannya langsung tunjuk tangan, jika jawabannya benar, nilai ulangan langsung 100. Ditulislah soal itu yang begitu selesai, Adit langsung tunjuk tangan, saya Bu! Semua kaget noleh ke si Adit termasuk Naya. Bu Sri minta Adit jawab yang ternyata jawabannya, benar!

Yesss! senang Adit karena soalnya memang gampang.

"Tapi bukannya kamu silinder ya Dit? kok bisa baca tulisan Ibu?" tanya Bu Sri.

"Hayolohhh!" teriak Ruben yang diikuti tertawaan teman-temannya. Naya hanya tersenyum membaca buku.

"Eh, tadi saya bilang minder bu bukan silinder," gugup Adit bingung.

"Kamu kira Ibu tuli."

"Beneran Bu, saya minder duduk sama Naya."

"Gak jadi dapat nilai yah, kamu bohongin Ibu sih."

"Yahh bu, bercanda Bu, mata saya normal Bu--"

"Gak ada."

"Ibuuuuu."

Semua semakin tertawa.


Saat duduk dengan Gita mungkin Naya masih bisa ngobrol, tapi semenjak dengan Adit, Naya selalu diam dan hanya baca buku saat guru belum datang. Adit juga pergi-pergi mulu. Gita juga sudah jarang menghampirinya, selalu berduaan dengan Ruben termasuk jam istirahat. Sebenarnya Naya diajak untuk istirahat bareng, tapi Naya tidak mau. Gita hanya selalu yasudah, Gita pikir Naya memang tidak pernah mau untuk semua ajakannya. Pernah Gita keluhkan itu ke Ruben tapi Ruben hanya bilang Naya memang tidak suka ikut-ikutan. Gita protes karena ia teman meja pertama Naya. Ruben minta Gita tidak usah pusingkan karena yang penting Gita sudah ajak, kalaupun Naya tidak mau, itu urusan Naya dan dirinya sendiri. Gita terdiam. Ruben bilang kalaupun tidak ada Naya kan masih ada dirinya. Gita tersenyum.

"Gita udah istirahat Nay?" tanya Mira masuk kelas 2A.

Naya yang sedang makan di kelas sambil baca buku hanya mengangguk. Mira duduk dan mengeluh karena bukan sekali atau dua kali Gita begini, entahlah Mira merasa seperti dilupakan, tapi mungkin ini normal ketika siapapun sudah punya pacar untuk itu Mira tidak terlalu permasalahkan, ia langsung ajak Naya.

"Makan dikantin yuk Nay."

"Enggaklah Mir, berisik disana."

"Ih, lu selalu gak mau."

"Udah mau habis juga makanan gue."

"Temenin, ayo, siapa tahu besok kita gak bisa bareng-bareng lagi gimana?"

Naya jadi tidak enak dengar itu dan Mira tetap paksa yang akhirnya Naya mau.

Saat mereka jalan di koridor, Mira mengeluh pusing karena ulangan matematika, ia heran kenapa Naya selalu bisa dapat nilai bagus. Naya setuju, ia juga heran. Mira langsung noleh dan kesal, bukan, bukan kesal dengan Naya tapi dengan keluarganya yang masih memakai budaya dimana orang yang bisa matematika adalah orang pintar, jadi Mira selalu dibanding-bandingkan dengan kakaknya yang berujung tuduhan kalau Mira tidak pernah belajar. Merasa seperti cerita sendiri, Mira noleh ke Naya yang justru sedang memandang ke siswa yang sedang lari putar lapangan. Sampai kapanpun Naya tidak akan lupa kalau siswa itu pernah mengintipnya di kamar mandi.

"Kali ini masalah apalagi coba yang dia buat," keluh Mira.

"Siapa?" tanya Naya bingung.

"Itu si Juna," ucap Mira menunjuk siswa yang sedang lari putar lapangan itu.

"Ha? Ju, Juna?" Naya semakin bingung.

"Iya Juna."

"Dia Juna yang sering lu ceritain?"

"Iya, yang ajak gue pacaran."

"OH DIAAA?!!" Naya hanya sering dengar namanya tapi ia tidak pernah tahu orangnya.

"Ih makanya lu jangan ke perpus doang kenapa sih, masa gak tahu. Semua orang tahu dia Nay, Juna, si pembuat masalah, pasti buat masalah lagi nih sekarang," yakin Mira.

"Oh dia," cemas Naya.

"Iya! lu ngertikan sekarang kenapa gua kesel kalo ceritain dia."

"Tapi jangan sama dia deh Mir. Kayanya bukan siswa baik-baik."

"Sebenarnya dia tuh baik tapi buat masalah terus."

"Tapi dia mesum Mir!"

"Ha?" bingung Mira "Mesum gimana?"

"Dia pernah ngintipin gua di kamar mandi."

"HAH?!!" kaget Mira semakin bingung.

Naya ceritakan semua yang ia alami, semua pertemuannya dengan Juna. Selama mendengar itu, Mira mau tidak percaya tapi Naya cerita dengan sangat meyakinkan apalagi orangnya itu Juna jadi untuk kenakalan semacam itu mungkin saja benar tapi mengingat pendekatannya dengan Juna apalagi mengintip seorang Naya, rasanya sulit dipercaya. Akhirnya Mira hanya bisa kesal banget memandang Juna.



Suatu hari di ruang Kepala Sekolah.

Naya dan Ruben diminta mewakilkan sekolah dalam OSN (Olimpiade Siswa Nasional) cabang Matematika. Tahun lalu mereka sudah ikut dan menang juara 2. Kepala Sekolah sangat berharap mereka bisa dapat juara 1 tahun ini. Ruben langsung merangkul Naya dan bilang dengan penuh semangat kalau mereka pasti akan menang. Naya tersenyum saja, bukan, bukan karena lombanya tapi karena dirangkul Ruben, untuk menghindar juga tidak bisa karena Naya suka jadi biarkan saja.

Mereka kembali ke kelas. Ruben sangat senang antusias dan tidak percaya hadiah OSN kali ini bisa pertukaran pelajar ke Singapore!!!!

"Kita harus menang Nay!" semangat Ruben.

"Ya berarti harus sering belajar bareng Ben."

Lihat selengkapnya