Sudah menjadi kebiasaan bagi beberapa siswa siswi yang saat jam pulang sekolah bukannya langsung pulang tapi justru nongkrong dulu. Begitulah yang dilakukan Juna dan teman-temannya, nongkrong di warung makan seberang sekolah yang dikenal dengan sebutan warung emak. Akhir-akhir ini suasana hati Juna sedang tidak baik-baik saja karena penolakan Mira ditambah alasan penolakannya tidak benar jadi Juna tidak terima. Itu kenapa ia masih terus hubungi Mira walaupun pesannya hanya dibaca saja. Juna masih tetap untuk menghampiri, menemui dan mendekati, tapi Mira langsung mengabaikan bahkan menjauh padahal dulu tidak begitu.
Dulu Mira sangat menyenangkan makanya Juna berani ajak pacaran karena Mira membalas pendekatan Juna dengan baik. Bagi Juna, Mira bukan seorang wanita yang cantik hanya diwajah tapi juga cantik dihati. Juna tidak gombal karena pernah suatu waktu ia sedang dihukum bersihin lantai koridor karena ketahuan bolos ke kantin. Selesai bersihin lantai, datanglah segerombolan siswi habis olahraga lari melewati lantai yang baru ia bersihkan padahal belum kering membuat jejak kaki mereka bertanda dilantai. Juna mau marah tapi tidak jadi begitu salah satu dari mereka justru ambil kain pel, bersihin jejak-jejak sepatu sambil minta maaf atas nama teman-temannya. Juna terdiam memandang siswi itu, terus kenalan, namanya Mira. Sejak saat itu Juna putuskan mendekati Mira.
Mungkin Juna bisa terima jika Mira tidak mau dengannya karena sikapnya yang buruk, selalu buat masalah. Tapi bagaimanapun, Juna sudah sangat berusaha memperlakukan Mira dengan sangat baik. Jadi walaupun ia cukup sadar dan tahu diri tapi bukan berarti ia tidak percaya diri, seburuk apapun dirinya, ia tetap berharap Mira mau dengannya!
Tapi Mira tidak mau, hanya karena ada yang bilang kalau ia cowok mesum, pernah mengintip seorang cewek yang sore hari pulang sekolah itu keluar dari gerbang sekolah, jalan menuju halte. Juna langsung beranjak dibangkitkan emosi begitu ia lihat, Naya.
Juna langsung ambil motor. Teman-temannya tanya mau kemana tapi Juna tidak jawab, ia hanya langsung bergegas ke seberang, berhenti di halte, turun dari motor dan jalan hampiri Naya.
"WOY!!" bentak Juna.
Naya terdiam kaget memandang Juna terlebih di halte tidak ada siapa-siapa selain dirinya.
"Lu yang bilang ke Mira gua ngintipin lu?!" tanya Juna.
Naya masih terdiam, kali ini ia agak panik karena benar, ia pernah bilang itu ke Mira.
"GUA DISURUH GUNTUR BERSIHIN WC! BUKAN NGINTIPIN LU TOLOL!!" bentak Juna.
Naya memandang Juna dengan sedikit gemetar.
"OTAK LU TUH PAKE KALO MAU ADUIN ORANG!! LU PIKIR LU PINTER JADI LU BENER!!"
Batin Naya tetiba jadi sangat sesak, itu kenapa matanya mulai berkaca-kaca.
Langkah Juna agak maju, "GUA GAK PEDULI YA LU SIAPA. TAPI KALO SAMPE SEMUA ORANG TAHU SOAL WC, GUA HABISIN LU!!"
Tetiba airmata Naya langsung keluar dan Juna langsung terdiam.
Naya langsung palingkan wajah sambil hapus airmatanya yang terus keluar. Melihat itu, emosi Juna seketika mereda karena Naya semakin nangis dengan sedih banget sampai terisak-isak. Bahkan Juna jadi bingung tapi ia juga kesal banget jadi ia bilang, "Gua gak akan begini kalo lu gak duluan."
"Lu tuh emang salah!" ucap Naya akhirnya "Ngapain di wc cewek!"
"Disuruh sama Guntur!"
"Ya salahin Pak Guntur!" kesal Naya.
Angkot datang berhenti di halte, Naya yang masih nangis langsung usap airmatanya dan naik. Juna terdiam memandang Naya. Sopir angkot malah geleng-geleng memandang Juna, lalu pergi. Juna menghela nafas berat dan kesal bercampuran. Lalu tetiba tepuk tangan terdengar ramai dari warung emak, teman-temannya bersorak memuji Juna, keren! Juna semakin menghela nafas, tidak, ia tidak tersanjung karena ia benar-benar sedang emosi dan kalaupun memang ada kata-katanya yang kasar sampai buat Naya nangis, biarin aja, tidak sebanding juga dengan penolakan Mira padanya.
Saat Naya sampai rumah, Bi Imah, pembantu rumah, kaget lihat Naya yang masih terisak. Ditanya kenapa, Naya langsung buru-buru naik tangga, masuk kamar, kunci pintu dan tidur peluk bantal lalu nangis lagi. Begitulah sampai langit hampir gelap.
Bu Imah kembali ketuk pintu, minta Naya makan dulu tapi Naya masih tidak merespon, "Nanti Ibu pulang marah loh mbak, ayo buka, makan dulu."
Akhirnya Naya buka pintu dengan masih berseragam dan wajah yang sembab.
"Kenapa mbak Nay? Diganggu yah?"
Naya hanya geleng sedih dan ambil makanannya lalu tutup pintu kamar lagi. Bi Imah hanya bisa menghela nafas sedih juga lalu pergi.
Naya duduk untuk makan tapi ia terdiam saat lihat handphone, ada banyak panggilan masuk dari Gita. Naya langsung matikan saja. Ia lagi malas bicara dengan siapapun termasuk Gita. Untuk beberapa saat Naya terdiam begitu lihat langit senja yang sudah hampir gelap dari jendela kamarnya.
Memikirkan apa yang terjadi padanya di sekolah membuat perasaannya jadi tidak baik-baik saja dan yang paling menyebalkan adalah saat ia harus memikirkan banyak kejadian lainnya, memikirkan sikap orang-orang yang sama seperti Ruben dan Juna lakukan padanya, membuat Naya merasa sepertinya memang dirinya yang salah. Naya terisak lagi, hapus airmatanya lagi.
Tentang Naya di sekolah. Naya tahu ia memang tidak disukai banyak orang, ia tahu hanya aja pura-pura tidak tahu. Mereka yang menyapa, tersenyum bahkan tepuk tangan untuk Naya adalah sama dengan mereka yang menjelekkan, mencibir dan mengejek Naya di belakang. Apa yang Naya dengar saat ganti baju olahraga di toilet, teman-teman kelasnya bilang ia cari perhatian dengan guru-guru. Pun kedekatannya dengan Ruben juga dicibir dengan menyebut Naya cewek aneh, jelek, cupu, dan ucapan-ucapan kasar lainnya yang sering ia dengar langsung tanpa sengaja. Sangat tidak nyaman mengetahui itu tapi Naya juga tidak mau buat masalah dengan mempermasalahkannya. Untuk itu ia tidak mau dekat dengan siapapun, membatasi diri termasuk dari Mira dan Gita yang kalau bisa Naya tolak, maka akan ia tolak semua ajakan mereka.
Jadi tidak masalah jika Ruben atau Juna atau siapapun marah, membenci, menyalahkan atau menyebutnya apa. Naya rasa semua orang di sekolah sama saja jahatnya. Naya mulai makan sambil masih terisak. Naya meyakinkan diri yang penting ia tidak pernah balas sikap mereka, ia sudah benar untuk tetap bersikap diam dengan apapun yang mereka lakukan termasuk saat ujian, ulangan dan tugas. Naya memang selalu diam jika ditanya karena ia tidak akan mau beri jawaban ke siapapun sekalipun diminta, dan itulah kenapa ia dibenci.
Keesokan harinya di sekolah.
Gita jadi diam-diaman dengan Naya. Sebenarnya Gita menyadari sikapnya salah, tapi ia punya alasan yang saat ia mau jelaskan, tapi Naya bahkan tidak balas pesannya. Jadi untuk bicara langsung, ia juga malas. Mira yang tidak tahu apa-apa hanya bingung oleh keduanya. Untung temannya di kelas lain masih banyak, bagi Mira, berantem di grup yang ini, ia bisa pindah ke grup yang lain.
Naya sedang isi dokumen kelengkapan OSN di ruang Kepala Sekolah. Sementara di meja tamu, Kepala Sekolah sedang bicara dengan seorang siswa bersama orangtuanya.
Ayah dari siswa itu bilang, "Saya tidak menuntut anak saya harus berhasil, tapi pendidikan tetap hal yang penting, jadi tidak masalah Andre berprestasi atau tidak disini, asalkan dia bisa lulus SMA dengan baik untuk kemudian bisa lanjutkan apa yang jadi kesukaannya, entah kuliah atau kerja."
Naya terdiam mendengar dan melihat siswa yang bernama Andre itu, batin Naya bergumam, "Dia beruntung."
Kepala Sekolah tertawa, "Setuju Pak Heri, lagipula siswa siswi disini juga banyak yang berprestasi dan bisa dijadikan teman belajar Andre. Naya salah satunya. Nay sini dulu Nay!"
Naya kaget dipanggil tapi tidak ada alasan juga untuk tidak menghampiri.