Rabu pagi, Gita datang masuk kelas dengan wajah serius memandang handphone. Naya memperhatikan itu karena ekspresi Gita tidak sesantai biasanya yang saat Naya lihat ternyata sedang chat dengan Ruben. Naya langsung baca buku lagi, ia rasa entah sedang bagaimana, itu urusan hubungan mereka yang tidak perlu Naya tahu lagi karena ia juga sudah tidak ada rasa ingin tahu juga.
"Nay, ini si Mira beneran lagi deket sama Andre atau gimana?" tanya Gita.
"Ha? am, gak tahu Git," Naya kira akan cerita tentang Ruben.
"Dia dateng ke sekolah bareng Andre masa."
Naya terdiam sesaat, "Hm, mungkin kali."
Sejak Andre ajak Mira nyanyi bareng, sejak itu juga Naya sadar bahwa, penting untuk sadar diri ketika menyukai seseorang. Bagaimanapun Naya sadar bahwa ia tidak cukup cantik untuk bisa buat Andre suka dan ternyata benar, kata Gita Andre ke sekolah bareng Mira. Naya sedih, tapi bukan karena Andre tapi karena tidak secantik Mira. Semua orang menyukai Mira dan tidak ada alasan untuk Naya iri atau marah karena Mira memang pantas untuk dicintai.
Bahkan pada hari-hari berjalan, Naya menyaksikan langsung kedekatan Andre dan Mira di koridor saat jam istirahat, mereka jalan bareng, kaya mau ke kantin tapi sambil ketawa.
Di suatu jam istirahat, Gita sengaja ajak Mira untuk istirahat bareng di kelas yang saat itu Gita kira Mira akan nolak karena seringnya istirahat bareng Andre. Tapi ternyata Mira mau dan sesuai tebakannya pasti bahas Andre.
"Udah deket banget dong yah sampe lu telepon bangunin dia," ucap Gita terkekeh.
"Yah gitu deh, dan lucunya, masa dia telepon gue jam 5 pagi cuman buat minta gua bangunin dia jam 6 ha ha ha," kenang Mira senang.
"Tapi Mir lu tahu kan dari awal, kita setuju buat dukung Naya deketin Andre."
Naya langsung batuk kaget Gita ungkit hal itu, demi apapun, Naya memang sedih awalnya tapi ia sudah biasa aja, sumpah!
"Ya terus kenapa?" tanya Mira "Jadi gue gak boleh deket sama Andre?"
"Gak gitu kok Mir," bantah Naya.
"Ya setidaknya kalo lu udah dukung ya dukung aja," ucap Gita "Gak usah nikung."
"Siapa yang nikung sih Git!" protes Mira tidak terima "Emang Naya Andre udah pacaran? kan belum. Berarti Andre masih bebas dong deket sama siapa aja."
"Iya bener kok Mir, yang penting sih Andre mau deket sama siapa," ucap Naya sedih bercampur tidak enak.
"Setuju Nay!" ucap Mira.
Gita hanya terdiam, tidak, ia tetap tidak setuju.
Hubungan Mira dan Andre memang sudah jadi topik pembicaraan dari kelas ke kelas karena keduanya terlihat sering bersama, semakin dekat, semakin akrab, sampai pulang pergi sekolah selalu bareng.
"Gue tetep gak suka yah Nay cara Mira yang dukung lu diawal tapi malah jadi saingan lu diakhir," oceh Gita di perpustakaan.
"Git, udah, gue gak masalah kok."
"Bahkan dia istirahat udah gak sama kita lagi Nay! Sama Andre terus dan gak ajak kita, kaya lupa temen!"
Naya terdiam saja dalam hati bergumam, dulu Gita saat masih ada Ruben juga sering melupakannya.
"Nay pokoknya lu gak boleh kalah sama Mira buat dapetin Andre! Gue dukung lu!"
"Andre kayanya juga suka sama Mira deh Git, bukan gue."
"Tahu darimana? karena mereka sering bareng? Nay, pasti itu Mira yang ngajak duluan. Makanya lu jangan diem aja."
"Ya intinya Andre gak suka sama gue Git."
"Karena Andre juga gak tahu lu suka dia. Menurut gue, kenapa Andre cuekin lu karena dia mikir lu sama kaya semua cewek di sekolah ini yang cari perhatian dia doang tanpa bener-bener berusaha. Sedangkan Mira, gue yakin dia berusaha banget makanya Andre senang. Mungkin Andre tipe cowok yang senang diusahain."
"Mungkin kali yah."
"Gimana kalau lu kasih Andre surat cinta aja Nay?"
"Ah, gak mungkin," tolak Naya.
"Kenapa gak mungkin? Nay, dia harus tahu kalau lu suka."
"Buat apa?" heran Naya.
"Supaya dia merhatiin lu lah. Yang berusaha akan kalah sama yang nyatain duluan."
"Ah, enggak-enggak deh Git."
"Dulu gue mikir Ruben tuh sukanya sama lu Nay karena kalian deket."
Naya terdiam dengar itu, cerita yang ia tidak pernah tahu karena Gita memang tidak pernah cerita.
Lanjut Gita lagi, "Gue suka sama Ruben karena dia lucu dan pinter tapi gue tahu diri gak sepintar lu, jadi pas dia ulang tahun, kan gue kasih hadiah, di dalemnya gue kasih surat kagum gitu, eh besok-besoknya dia kaya deketin gue kan, kaya jahilin gue terus kan. Lu gak mau coba kaya gitu?"
Naya lagi-lagi terdiam yang tidak lama bel masuk bunyi tanda istirahat usai. Naya dan Gita jalan di koridor menuju kelas yang sampai ditengah tangga Naya tanya isi surat kagum Gita saat itu gimana?
Malam harinya setelah belajar, Naya pandangi kertas kosong yang sudah ia siapkan. Pikirannya terus mengarah ke Andre. Naya akui perasaan suka atau kagumnya memang benar tapi ia sama sekali tidak ada niat ingin memiliki. Tapi tidak ada yang menyenangkan juga dari mencintai diam-diam, hanya akan terluka oleh ketakutan dan penyesalan diri sendiri. Naya langsung menuliskan beberapa kalimatnya dalam surat itu. Naya berharap kata-kata yang ia tuliskan adalah bukti dari perasaan yang ia keluarkan dari hati supaya akhirnya tidak ada lagi, tidak penasaran lagi. Dulu dengan Ruben, Naya rasa hanya sebatas rasa yang tidak terbalas saja karena dibalas atau tidak, mereka tetap sebagai teman. Tapi dengan Andre bukan teman, Naya yakin, sekali Andre tolak dirinya maka artinya sampai lulus Naya tidak akan bicara pada Andre, malu.
Keesokan harinya, Naya tiba di sekolah lebih pagi dari yang lain. Suasana sekolah dan kelas masih lumayan sepi, hanya ada satu dua siswa yang baru datang. Naya buru-buru ke kelas 2C, kelas Andre dan langsung taruh suratnya di kolong meja paling dalam. Naya langsung pergi. Suasana sekolah mulai ramai dimana siswa siswi berdatangan. Beberapa langsung ambil sapu karena jadwal piketnya seperti yang dilakukan seorang siswi 2C yang menyapu lantai dengan mengorek setiap kolong laci meja, sebenarnya tujuannya adalah mencari pulpen tapi kagetlah ia saat justru mendapatkan sebuah surat di kolong laci Andre. Siswi itu langsung kaget terkekeh tidak percaya begitu melihat tulisan dari Naya. Penasaran, ia langsung buka dan baca lalu ketawa sejadi-jadinya.
Di kelas 2A, Gita senang mengetahui Naya sudah taruh surat cintanya di laci Andre. Naya ragu membenarkan, ia taruh di letak paling dalam, paling pojok, semoga Andre tidak lihat. Gita berdesis menyakinkan yang penting Andre bisa tahu alasan Naya selalu menyapa dan tersenyum.
Pelajaran berlangsung selama 4 jam ke depan sampai akhirnya jam istirahat bunyi. Guru-guru keluar, termasuk guru kelas 2A yang tidak lama kemudian datanglah Mira dengan panik langsung masuk lari menghampiri meja Gita dan Naya
"Naya, Naya, lu buat surat cinta yah?" tanya Mira.
"Iya," bingung Naya.
"Ih, surat cinta lu ada di mading sekarang!"
Gita Naya memandang kaget, "HA?!"
Ketiganya langsung lari keluar kelas. Bahkan kelas 2A juga ikut keluar. Sementara mading sudah ramai dengan orang-orang yang membaca surat cinta Naya termasuk Andre juga ada disana, diam membaca itu.
Naya, Gita, Mira semakin panik dan lari menerobos koridor bahkan sampai menabrak Juna yang sedang jalan santai. WOY! Kaget Juna tapi langsung terdiam karena selain ternyata Mira yang nabrak, ia bingung ada apa ramai-ramai dimading. Juna jalan menghampiri.
Naya tiba dengan ngos-ngosan langsung mencabut surat cintanya. Andre terdiam memandangi. Naya panik dan gugup lihat Andre apalagi semua berbisik-bisik ramai, beberapa meledek bersorak tembak, tembak, tembak. Gita dan Mira hanya diam memandang sangat cemas.
"Lu sengaja tempel disini?" tanya Andre dingin.
Naya langsung menggeleng, "Bu, bukan, gue, gue gak tahu."
"Terserah benar atau gak, gua gak tertarik sama lu!" Andre pergi.
Banyak orang yang bersorak kecewa namun sambil ketawa-ketawa memandang satu sama lain. Naya terdiam gemetar dan rasanya mau nangis. Bukan, bukan karena ditolak tapi karena malu.
Dikejauhan Juna terdiam melihat itu, ia memikirkan sesuatu namun segera ia tepiskan dengan helaan nafas yang menilai Naya cukup bebal, biarlah, Juna langsung pergi lagi karena ia tidak peduli.
Naya buru-buru menuju perpustakaan, diikuti Gita dan Mira yang sampai sana Mira langsung marah mengetahui Gita yang menyarankan Naya kirim surat cinta, Mira menganggap Gita sengaja mempermalukan Naya.
"Gue ngelakuin ini karena gue gak suka cara lu rebut Andre dari Naya Mir," protes Gita.
"Siapa yang rebut sih Git!" kesal Mira "Lu pikir gue yang minta anter jemput? gue yang telepon atau chat Andre? dia duluan! Kalau Naya mau ya gapapa. Bahkan gue gak masalah Naya mau kasih surat cinta kaya gini tapi lu pikir tadi gimana!"
Naya kesal pusing menutup wajahnya mendengar perdebatan itu.
Surat cinta Naya untuk Andre ramai dibicarakan dari kelas ke kelas, dan mungkin hanya kelas 2A saja yang tidak membicarakannya, ya iyalah, ada orangnya.
Saat pulang sekolah, Naya memilih pulang belakangan. Sekali lagi Gita hanya bisa minta maaf tapi Naya tidak menyalahkan karena ia juga yang memutuskan melakukan ini. Gita pulang duluan. Naya baca buku di kelas sendirian, ia yakin jika ia langsung pulang pasti orang-orang akan banyak memandangi dan membicarakannya. Masalahnya kalo mereka bicarakan Naya tuh suaranya kegedean, Naya malas dengarnya, buat marah atau kesinggung juga tidak mungkin. Jadi lebih baik ia tunggu agak lama saja sampai sekolah benar-benar sepi dan langit sore sudah agak gelap karena memang sedang mendung. Naya segera bergegas keluar kelas, yang begitu sampai di lapangan, tetiba sekelompok siswi datang menghadang jalannya.
"Oh ini yang kasih surat cinta ke Andre!"
Naya terdiam, dari tampilannya Naya yakin mereka kelas 3.
"Nyali lu gede juga ya ngalahin bangunan sekolah ha ha ha!"
Naya segera abaikan dan memilih jalan tapi mereka tarik bahu Naya.
"Kita lagi ngomong, berani lu langsung cabut!" bentak mereka.
Jujur, Naya jadi takut, gimana tidak, mereka berlima, Naya sendiri. Seorang dari mereka mendorong bahu Naya.
"Lu sadar gak sih kalau lu itu jelek!" umpat yang lain.
"Ngaca!" bentak yang lain "Gak punya kaca!"
Tangan Naya sudah mengepal tapi ia sangat berusaha untuk tetap diam menahan diri sampai gemetar.
"Lu kalo udah caper sama guru, gak usah caper juga sama Andre!"
"A, aku gak caper,"
"Terus ngapain lu kasih surat cinta busuk lo. Tahu diri!"