Senin paginya, saat keluar rumah mau berangkat sekolah, Naya kaget melotot tidak percaya begitu lihat Juna sudah di depan gerbang rumahnya. Naya langsung buru-buru hampiri.
"Juna?!" bingung Naya.
"Eh Nay, berangkat bareng yuk."
"Kok gak bilang-bilang kesini?"
"Emang lu bisa dihubungin?"
Naya terdiam karena dari kemarin Juna memang telepon tapi ia tidak angkat karena kesal.
Mama Naya keluar dan terdiam melihat Juna.
"Mau apa yah Juna?" tanya Mama Naya datang menghampiri, Naya menoleh cemas.
"Assalamualaikum Tante. Mau jemput Naya tan ke sekolah."
"Gak bisa. Naya bareng saya," ucap Mama Naya "Kamu pergi duluan aja."
Naya kesal dengan Mamanya dan tidak enak pada Juna tapi untungnya Juna kaya paham gitu makanya langsung pergi, Naya semakin tidak enak. Maksudnya kalau Juna bilang dari awal mau jemput, ia bisa alasan ke Mamanya supaya tidak diantar atau ia bisa minta Juna tunggu depan portal aja karena percuma juga datang.
"Nay, ayo cepetan masuk! nanti kamu terlambat ujian gimana," ucap Mama Naya dari dalam mobil. Sekali lagi Naya hanya bisa nahan kesal dan masuk banting pintu mobil.
"Terus aja kamu banting pintunya."
"Mama kenapa sih galak banget."
"Siapa yang bilang?"
"Aku!" kesal Naya "Semua temanku jadi takut datang ke rumah."
"Temanmu yang mana? Juna? kamu masih temenan sama dia?"
Naya terdiam dan langsung lihat ke luar jendela aja.
Sepanjang jalan Mamanya mengancam akan cabut sekolah Naya kalau nilai Naya turun. Sekali lagi Naya hanya bisa diam. Bukannya bersikap sopan karena diam ketika orangtua bicara, bukan. Tapi Naya rasa Mamanya tidak mau dengar pendapat orang lain juga termasuk dirinya, jadi diam aja. Itu kenapa Naya iri bila ada orangtua lain bisa mendukung anaknya. Orangtuanya tidak bisa.
Sampai di sekolah, Naya gugup lihat Juna berdiri di tangga entah sedang apa. Ia bingung karena mau lewat. Ia malu karena Mamanya tapi ia juga kesal mengingat masalah di kafe. Apalagi Juna manggil.
"Nay, ruangan--"
"Jangan ganggu gua selama ujian!" ucap Naya memotong Juna yang mau tanya Naya ruangan berapa.
"Oh, iya," angguk Juna.
Karena canggung dan gugup, Naya langsung naik tangga. Juna juga mengikuti dan itu membuat Naya semakin canggung.
"Am, maaf yah Jun tadi soal Mama gua," ucap Naya buka obrolan daripada sepi.
"Gapapa, Ayah gua juga begitu."
"Galak?"
"Iya, bahkan mengigit dan mengaum."
"Ish. Bohong," kesal Naya.
Tetiba Naya kaget melihat Andre dikejauhan jalan menghampiri mereka.
"Jun," Naya terhenti pegang tangan Juna.
"Eh, kenapa?" bingung Juna mengikuti arah pandang Naya yang ternyata ke Andre.
"Awas yah berantem lagi!" ucap Naya mandang Juna tajam.
"Siapa yg mau berantem?"
"Pokoknya jangan peduliin Andre. Mau Andre ngomong apa cuek aja kaya gak kenal. Ayo!" Naya rangkul tangan Juna lalu jalan.
Naya beneran takut kalau mereka tiba-tiba mendekat lalu berantem makanya ia pegangin Juna supaya enggak. Naya tidak akan begitu kalau aja hari itu bukan hari ujian, ia tidak mau usahanya sia-sia. Juna nurut aja jalan dan boro-boro lihat Andre, ia malah lucu lihat Naya. Andre juga hanya melewati mereka dan Naya langsung lega.
Juna terkekeh, "Mulai sekarang gua akan berantem terus sama Andre."
"He!" kesal Naya.
"Biar dipegangin terus sama lu."
Naya langsung terdiam ingin senyum tapi cuma bisa bilang, "Apaansi--"
"Nanti deh habis ujian."
"Gak usah aneh-aneh. Pikirin aja nilai lu harus bagus supaya gak dikeluarin sekolah."
"Tenang, kan udah doa sama batu."
"Ha ha ha!" ketawa Naya juga Juna sebelum akhirnya mereka berpisah.
Ujian Kenaikan Kelas dimulai.
Seluruh siswa siswi memasuki ruang ujian masing-masing, mencari nomor bangku yang duduknya diacak lintas angkatan. Pengawas ujian memberikan lembar jawaban dan soal untuk kemudian seluruh siswa siswi hening mengerjakan. Sampai satu per satu keluar kelas tabda selesai mengerjakan soal. Beberapa langsung mengabaikan, beberapa langsung berkumpul membahas jawaban. Begitulah selama dua minggu berjalan, selama itu juga Naya tidak bertemu Juna.
Naya jalan disepanjang koridor dengan arah mata melihat kanan kiri tapi ia juga tidak menemukan Juna sampai akhirnya ia masuk ke perpustakaan dan disana juga tidak ada Juna, iyalah, mau apa juga Juna di perpustakaan, gumam batin Naya. Naya membuka handphonenya dan pesan terakhir Juna adalah ajakan ke kafe baru minggu lalu. Naya sangat penasaran bagaimana yah Juna selama ujian, soalnya sama seperti yang mereka pelajari atau tidak, susah atau tidak, Juna bisa atau tidak. Naya bahkan tinggal tekan tombol kirim pesan di handphonenya untuk menanyakan itu semua, tapi ia langsung urungkan, ia hapus semua pesannya, tidak usah. Naya hanya bisa bergumam semoga Juna bisa, semoga nilainya bagus.
Gita resmi pacaran dengan Harris. Jadi ia sering ikut nongkrong dengan teman-teman Harris di kantin atau di warung emak. Kadang Juna penasaran kenapa Gita jarang sama Naya padahal kata Naya mereka bertiga teman. Sampai pulang ujian di warung emak.
"Tai pelit banget gua minta 1 nomor doang didiemin tiba-tiba selesai duluan," oceh Aji duduk ambil gorengan emak.
"Pasti si Naya nih ha ha ha," ucap Billy.
"Ya siapa lagi!"
"Ya lagi lu pede banget minta jawaban sama dia," ucap Akbar.
"Ya siapa tahu gua lagi hoki."
"Naya mah gak usah diharepin! Dia itu pelit banget! Percuma!" ucap Gita.
"Masa?" ucap Juna yang duduk dipojokan.
Gita jadi gugup, "Iya. Makanya dia gak pernah kasih jawaban ke siapapun, termasuk gua."
"Tapi lu kan temennya," tanya Juna.
"Iya! tapi gak pernah dikasih."
"Bukan, maksud gua, lu kan temennya, gak marah temen lu sendiri diomongin?"
Semua terdiam.
Gita juga diam bahkan tetiba kesal memandang Juna.
Juna terkekeh, "Soalnya gua gitu, gua pasti marah kalo ada yang ngomongin atau ngejelekin temen-temen gua disini."
"Kentut." sahut Aji.
HA HA HA semua tertawa.
"Kita dikejar si Benni aja lu lari duluan," ucap Bima.
"Ya si Benni kan anjing," bela Juna.
"Ta, tapi yang salah tetap salah." ucap Gita membela diri "Mau siapapun, kalau sikapnya salah yah salah."
"Iya sayang kamu bener kok," ucap Harris merangkul Gita
"Iya Git lu bener yang salah kan si Benni," ucap Billy.
HA HA HA semua kembali tertawa termasuk Juna. Gita semakin kesal dan minta Harris pulang saja.
Ujian hari terakhir selesai, semua siswa siswi keluar kelas dengan wajah senang langsung lari kumpul dengan teman-temannya dan kebanyakan tidak langsung pulang tapi pergi ke tempat hiburan dulu seperti Mira yang datang-datang langsung rangkul Gita dan Naya yang sedang jalan di koridor bahas soal.
"Ke Mall yuk!" senang Mira.
"Yah gue mau pergi sama Harris."
"Ohiya gue lupa ada yang baru jadian," ucap Mira, Naya tersenyum juga.
"Ha ha ha, lu berdua cepetan deh cari pacar juga," ucap Gita "Tapi jangan cari kaya si Juna."
Naya terdiam.
lanjut Gita lagi, "Dia tuh nyebelin banget!"
"Kan gue udah bilang," ucap Mira.
"Iya. Bagus deh Mir lu tolak. Dan lu Nay jangan terlalu deket sama dia, dia tuh bawa pengaruh gak baik."
"Iya," ucap Naya.
"Yaudah, sorry yah Mir, Nay, gue gak bisa ikut dulu, Harris udah nungguin di depan, dadah!" Gita langsung lari pergi.
Mira langsung menghela nafas,"Gak bisa ikut dulu? emang selama ini dia pernah ikut kita? Mulai deh kalo punya pacar pasti lupa temen nanti kalo putus baru cari temen lagi."
Naya diam aja, ia pikir Mira juga begitu dulu saat sama Andre.
Mira dan Naya pergi ke Mall.
Awalnya Mira tidak percaya Naya mau pergi padahal dia asal ajak aja seakan kalau mau ayo tidak mau tidak apa-apa. Tapi Naya mau dan Mira senang. Naya juga merasa tidak aneh untuk sebentar cari hiburan karena dua minggunya sudah ia pakai untuk belajar jadi bukan hal buruk jika ia luangkan waktu sebentar ke Mall yang walaupun sampai sana ia malas karena seperti tidak ada tujuan juga. Beda dengan Mira yang selalu keluar masuk outlet hanya untuk lihat-lihat barang dan Naya yang lelah mengikuti itu makanya ia cuma tunggu di kursi atau di luar sementara Mira sibuk pilih-pilih makeup, baju, sepatu, dll. Sedang nunggu Mira sambil main handphone, tetiba pesan dari Juna muncul, Naya langsung kaget.
Juna: [Dimana Nay, pergi yuk!]
Naya: [Kemana Jun? kan udah gak belajar.]
Juna: [Justru karena udah selesai belajar, gua mau traktir lu sebagai bentuk terima kasih.]
Naya tersenyum membaca itu.
Naya: [Ha ha ha gak usah Jun. Terimakasihnya nanti aja kalo nilai lu bagus dan gak jadi dikeluarin.]
Juna: [Ya gak usah sampe sana. Gua juga udah berusaha sebaik mungkin kok selama ujian.]
Senyum Naya memudar membaca itu karena mengingat perjuangan Juna belajar demi tidak dikeluarkan sekolah, demi, Naya tetiba melihat Mira di dalam outlet, demi masih bisa satu sekolah dengan Mira.