Naya kembali ke kelas dengan kesal dibuat Juna. Harusnya setelah ini, tidak ada alasan lagi baginya untuk berharap Juna bisa menyukainya karena jika seseorang menyukaimu, ia pasti akan memuji apapun kekuranganmu. Tapi Juna tidak begitu dan harusnya Naya tidak boleh marah. Tetiba langkah Naya terhenti depan ruang administrasi siswa karena ia melihat Gita di dalam sedang bicara dengan staf kesiswaan, entah bicarain apa tapi dari ekspresi Gita terlihat serius, untuk itu Naya tungguin di depan.
Gita keluar, "Eh, Nay."
"Eh, Git, ngapain di dalem?"
"Am, ini, apa, gue abis minta alamat rumah Harris," ucap Gita sambil jalan.
Naya terdiam bingung, "Lu mau ke rumahnya?"
"Iya Nay, pulang sekolah nanti. Lu pulang duluan aja."
"Kondisi lu gimana? baik-baik aja gak?"
"Iya Nay, gue gapapa kok. Gue rasa gue yang harus temuin Harris. Gue gak tahu dia kenapa, tapi dia juga harus tahu kondisi gue."
"Iya, iya, yaudah, nanti pulang sekolah kita kesana."
"Gak usah Nay, gue aja."
"Gapapa Git, orangtua lu tahu lu nginep di rumah gue. Kalau nanti lu kenapa-kenapa, gue harus gimana? gue temenin yah."
Gita terdiam memandang Naya, entahlah rasanya sesak dan malu bercampuran, ia benar-benar merasa bersalah dengan apa yang dulu pernah ia lakukan pada Naya yang justru menjadi orang yang sangat membantunya saat ini.
Sepanjang pelajaran Gita merasa cemas dan ragu untuk ke rumah Harris. Rasanya ia belum siap untuk memberitahu keadaannya ditengah ketidakjelasan Harris seperti ini. Tapi maksud Gita, harus berapa lama lagi ia tunggu kedatangan Harris disaat pesan dan teleponnya tidak pernah direspon, sementara perutnya juga sudah mulai sedikit berisi yang Gita khawatirkan lama-lama membesar.
Bel pulang bunyi. Gita buru-buru membereskan bukunya begitupun Naya yang sebenarnya masih ingin catat rangkuman tapi ia juga harus ikut Gita. Mereka jalan buru-buru.
Sementara Juna dan teman-temannya jalan di koridor masih dengan membicarakan Harris. Mira yang jalan samping Juna hanya menyimak saja karena ia juga bingung dengan Harris yang tidak ada kabar.
"Tuh si Gita, ajak aja dia besok," ucap Akbar.
"Gitt!" panggil Aji.
Gita dan Naya melihat ke Juna dan teman-temannya. Mira tersenyum lambaikan tangan tapi Gita langsung belok turun tangga. Naya memandang Juna yang jalan bersampingan dengan Mira lalu segera turun tangga, Naya kesal kenapa harus melihatnya ke mereka berdua.
"Gita sama Naya mau kemana Mir? buru-buru amat," ucap Billy.
"Gak tahu, mungkin mau belajar kali, kelas mereka kan ambis," ucap Mira.
"Lu gak tahu mereka gimana Mir akhir-akhir ini?" tanya Juna.
"Hmm, enggak sih, soalnya kan gue seringnya sama kalian he he he," entah kenapa Mira baru sadar kalau rasanya ia, Gita dan Naya serasa jauh.
"Kalian gak lagi berantem kan?" tanya Bima.
"Berantem kenapa?" bingung Mira.
"Enggak, soalnya dulu kan kalian bertiga deket."
"Gua deket sama semua orang kali, biasa aja kok ke mereka."
Juna terdiam memandang Mira. Mira yang melihat itu bingung, "Am, kenapa Jun?"
"Enggak. Gua langsung balik yah, mau ke toko," Juna langsung pergi dan semua bingung termasuk Mira.
Juna buru-buru turun dengan harapan bisa ketemu Naya tapi tidak ketemu. Pun saat ia melintas ke halte, juga tidak ada. Entahlah, Juna hanya merasa kesal dengan pertemanan Naya. Dulu, Juna kesal dengan Gita yang selalu menjelekkan Naya di depan teman-temannya. Maksud Juna, kalau teman-temannya kan memang tidak kenal Naya saat itu, kalaupun mereka menjelekkan yah adalah hal yang wajar karena belum kenal. Lalu sekarang Mira juga begitu, bahkan Mira memang sudah yang jarang dengan Naya, selalu dengannya terus dan tadi bilang apa? tidak dekat? Juna sangat kesal karena Naya pernah bilang kalau Gita dan Mira adalah teman dekat dan teman baiknya di sekolah padahal tidak begitu! Dan kalaupun ada alasan lain kenapa Juna kesal banget yaitu karena Naya tidak pernah menjelekkan mereka berdua. Juna rasa Naya tidak harus berteman dengan mereka untuk itu rasanya Juna mau selalu temenin.
Naya dan Gita turun dari taxi ke daerah alamat rumah Harris. Sebuah perkampungan pinggir kota dan mungkin karena matahari yang sedang terik jadi Gita merasa lemas dan keringetan. Melihat itu Naya cemas lalu tetap jalan bersama Gita mencari rumah Harris. Sampailah mereka berdua disebuah rumah.
"Bener yah Git ini?" ragu Naya karena sebuah rumah lusuh dengan lantai dari tanah dan banyak ayam makanya mereka berdua di depan pagar kayu saja, tidak masuk.
"Iya sih Nay. Coba yah, Assalamualaikum! Harris!" panggil Gita.
"Assalamualaikum!!!" ucap Naya.
Pintu terbuka, seorang ibu tua dengan penampilan lusuh keluar memandang Gita dan Naya.
"Assalamualaikum, Tante!" ucap Gita yakin kalau itu Ibu Harris.
"MAU APA!" bentak Ibu itu membuat Naya dan Gita kaget terkejut.
"Am, am, Ha, Harris, Harrisnya ada Tante?" cemas Gita.
"GAK ADA!" bentak Ibu itu lagi.
"Git, Git, kita pulang deh Git," bisik Naya takut.
Lanjut Gita lagi, "Am, kita teman sekolah Harris Tan, Mau--"
"HARRIS UDAH GADA! PERGI LU!" bentak Ibu itu lagi bahkan sambil melotot.
"Tante tapi saya mau ketemu Harris sebentar--"
"PERGI GAK LU! PERGI!" Ibu itu langsung lempar sendal ke Gita dan Naya yang sangat terkejut bahkan tetangga-tetangga langsung keluar dan menyebalkannya mereka hanya menonton.
"Git, udah ayo pergi yuk!" tarik Naya cemas.
"Bentar Nay. Tante maaf yah kalo kita ganggu, tapi saya harus ketemu Harris."
"DIA UDAH GAK ADA! LU GAK NGERTI YA! LU PERGI SEKARANG!" Ibu itu ambil sapu lalu langsung lempar ke Gita dan Naya.
"Eh Git, Git awas!" teriak Naya langsung maju menghalau "Aww!" teriak Naya karena sapu itu kenapa keningnya.
"NAYA!" kaget Gita.
"Emakkkk!!" teriak seorang perempuan yang baru datang dan langsung menghampiri Ibu itu lalu menariknya masuk ke dalam rumah. Tetangga yang ada hanya bilang untuk Naya dan Gita pergi aja, keluarganya bermasalah. Naya langsung tarik Gita untuk pergi. Gita merasa bersalah dan sedih bercampuran jadi ia ikut Naya pergi. Sepanjang jalan pulang, Gita hanya diam saja dengan pusing memikirkan Harris, keluarganya dan bagaimana dengan dirinya.
"Gitt, jangan dipikirin, nanti lu sakit," cemas Naya.
"Gue harus gimana sekarang Nay. Gue aborsi aja kali yah."
"Jangan dulu. Tenang dulu. Ini lu lagi pusing pasti gara-gara keluarga Harris tadi. Mamanya kenapa sih kasar banget."
Gita noleh ke Naya, "Nay, memar Nay kening lu."
"Iya udah gapapa. Yang penting lu gak kenapa-kenapa."
"Nayaaa!" Gita langsung menangis dan Naya semakin bingung menenangkan. Supir taxi juga bingung tapi cuma bisa kasih tissu aja karena lagi nyetir juga.
Keesokan Paginya. Juna hanya bisa berhela nafas begitu lagi-lagi ia datang mau jemput Naya ke sekolah tapi masih ada Gita.
"Nay, kayanya lu bareng Juna aja deh," bisik Gita.
"Gak mau. Ayo."
Naya buka gerbang, "Lu ngapain sih kesini terus."
"Si Gita disini terus gapapa," ucap Juna.
"Ya dia temen gue."
Juna terdiam. Gita langsung jalan duluan. Naya segera tutup gerbang dan Juna terkekeh lihat itu.
"Temen tapi ninggalin tuh," ucap Juna.
Naya kesal karena gemboknya susah kekunci, "Dia males ketemu lu. Makanya langsung pergi."
"Ya gua kesini juga bukan buat ketemu dia. Ayo bareng Nay."
"Bi Imaah!" teriak Naya karena susah kunci gerbang. Juna langsung turun dari motor dan ke gerbang, "Sini gua aja."
Naya menyingkir karena Juna ambil gembok gerbangnya yang memang susah tapi karena Juna otak-atik dan paksa masuk, akhirnya bisa kekunci.
"Lu panggil juga gak bakal keluar Bi Imah, kan ada bel," ucap Juna yang tetiba terdiam memandang Naya yang terdiam juga karena lupa gerbangnya ada bel.
"Nay, kening lu kenapa?" tanya Juna pegang kening Naya.
"Ih gak usah pegang!" ucap Naya menyingkir "Sakit."
"Jatuh?"
"Iya. Udah yah makasih." Naya langsung pergi.
Juna panggil dan jalan mengikuti tapi lupa ia bawa motor, jadi ia buru-buru langsung naik motor mengejar Naya yang kesal ternyata Gita beneran sudah berangkat duluan. Juna tersenyum melihat itu.
"Udah ayo bareng gua," ucap Juna.
"Gak."
"Kenapa sih gak mau?"
"Ya gue masih bisa naik angkot."
"Kan ada gua."
Jujur, Naya capek mempermasalahkan hal ini. Berulang kali Naya bilang tidak mau bareng tapi Juna selalu datang terus. Kenapa Naya selalu tidak mau? Karena ia tidak mau ada perasaan apapun lagi pada Juna, jadi ia tidak mau masuk ke kondisi yang membuat mereka akan bersama.
"Bensin motor lu sekarang kayanya lebih mahal daripada motor lu yang lama Jun."
"Yaudah, gak usah isiin."
"Ya makanya gue gak mau bareng."
Juna hela nafas, "Tapi gua mau bareng lu Nayyy--"