Malam itu, sesampainya di rumah, Naya dan Juna terdiam saat lihat Gita duduk di teras dengan masih berseragam.
Naya segera turun, "Jun, lu langsung pulang aja, makasih yah."
Naya segera masuk dan bukannya pulang, Juna justru langsung turun dari motor dan ikut masuk. Naya bingung tapi biarlah, ia lebih bingung melihat Gita yang sembab dan pucat. Naya langsung masuk rumah sementara Juna hanya terdiam memandangi Gita aja yang terdiam.
Naya tanya Bi Imah tentang kondisi Gita. Bi Imah katakan kalau sejak pulang, Gita tidak mau masuk atau makan. Naya paham dan minta Bi Imah jangan lapor apapun ke Mamanya soal Gita. Bi Imah paham.
Naya segera keluar lagi yang saat di pintu ia dengar percakapan Juna dan Gita.
"Udah ketemu Harris dan bilang kondisi lu Git?" tanya Juna.
Gita kaget memandang Juna, "Ma, maksudnya?"
"Gua udah tahu semuanya."
Gita terdiam.
"Lu mau sampe kapan begini? pulang!"
"Gue, gue takut Jun--" lirih Gita menunduk.
"Ya lu habis ketemu Harris kan pulang sama dia kalo takut."
Gita gemetar dan tetiba terisak menangis. Naya langsung keluar menghampiri lalu duduk menenangkan Gita.
Gita nangis, "Harris gak mau tanggungjawab, tadi ketemu dia dan kasih tahu, tapi dia bilang gak tahu apa-apa soal kehamilan gue padahal gue pacarnya, gue main sama dia doang tapi dia gak mau akuin terus dia bakal ke luar kota."
Naya menghela nafas sedih banget dan hanya bisa merangkul dan menguatkan Gita.
"Ya terus Naya yang harus tanggungjawab?" ucap Juna "Kalo Harris gak mau, itu urusan lu berdua, jangan nyusahin orang lain."
"Jun!" protes Naya "Bisa gak ngomongnya jangan kaya gitu!"
"Dia disini nyusahin lu doang Nay. Kita dari awal udah bilangin, mereka yang gak mau denger."
"Tapi kondisi Gita lagi gak baik-baik aja, lu selalu gak mikir ya kalo ngomong."
"Ya ngapain juga gua pikirin."
Naya terdiam kesal memandang Juna.
"Walaupun temen, tapi kalo salah tetap harus disalahin Nay!" jelas Juna yang kesal juga, tidak tahu, kesal banget aja.
Gita semakin nangis terisak. Naya kembali menenangkan.
"Kalo lu takut pulang, aborsi aja!" ucap Juna.
"Jangan!" tegas Naya.
"Bentar lagi mau ujian nasional Nay, Kalo sekolah tahu, dia bisa dikeluarin."
Gita hanya nangis terus. Naya pun hanya bisa diam, selain capek ia juga sebenernya setuju dengan Juna terkait itu.
Lanjut Juna lagi, "Si Harris juga hilang gak tanggungjawab dan masa muda lu masih panjang Git, lu pikirin ke depannya."
Gita terisak, "Gue bingung, gue takut sama keluarga gue."
"Yaudah besok kan sabtu, kita cari bidan aborsi aja."
"Jun kayanya jangan dulu deh," ucap Naya ragu.
"Terus lu mau tunggu sampe kapan Nay? 9 bulan? 3 bulan aja perutnya udah besar terus sekolah tahu, orangtuanya dipanggil, dikeluarin, dimarahin, gimana? sama aja kan pulang-pulang juga. Mending pulang sekarang."
Gita langsung beranjak bangun, "Yaudah, udah, kalian jangan ribut! Yaudah, besok gue mau! Dariawal gue juga pengen gugurin kok!" Gita langsung masuk.
Naya langsung panggil tapi tidak mengejar karena ia sedang capek dan sedih jadi hanya bisa hela nafas.
Juna terdiam memandang Naya sambil mengingat bagaimana Naya menghadapi masalah Gita selama ini, mengingat apa yang Naya lakukan pada Gita dan yang paling menyebalkan adalah Juna harus ingat juga apa yang Gita lakukan pada Naya, untuk itu Juna hanya berhela nafas.
"Yaudah Nay, gua pulang dulu yah, kalau ada apa-apa kabarin."
Naya memandang Juna dan mengangguk. Juna juga mengangguk dan jalan ke gerbang namun langkahnya terhenti begitu Naya panggil.
"Am, Juna!"
Juna noleh.
"Makasih yah buat hari ini."
Juna terdiam sesaat lalu tersenyum, "Iya. Am, tapi lain kali kalau ada apa-apa jangan simpen sendiri yah. Gua tahu lu pinter dan bisa lakuin apapun tapi lu butuh orang lain juga supaya gak capek."
Naya terdiam karena rasanya memang capek banget tapi ya gimana Juna juga tidak ada untuknya.
Lanjut Juna lagi, "Ya mungkin lu bisa baik-baik aja lakuin sesuatu sendiri, tapi kan akan lebih baik kalo lakuin sama-sama."
Naya tersenyum, "Iya, makasih yah."
"Gua pulang dulu, besok kesini lagi."
"Iya, hati-hati."
Besoknya hari Sabtu.
Berulang kali Naya yakinkan Gita untuk apakah tetap mau pergi ke bidang aborsi? Gita hanya hanya yang selalu mengangguk walaupun wajahnya terlihat ragu.
Selang beberapa menit, Juna sampai dan langsung bunyikan klakson mobil. Naya mendengar itu dan langsung lihat di jendela bahkan tidak lama kemudian Juna telepon. Naya angkat dan minta Juna sabar lalu langsung mengakhiri. Juna bingung padahal ia tidak minta buru-buru juga.
Persiapan sudah selesai, Naya dan Gita turun dan keluar rumah lalu masuk ke mobil Juna. Naya duduk depan, Gita duduk belakang dengan wajah yang masih terlihat sangat cemas. Melihat itu, Juna minta Naya buka dasboard mobil. Naya nurut dan lihat ada kotak makan. Juna minta Naya kasih Gita.
"Eh, gak usah," tolak Gita.
"Ambil!" ucap Juna "Strawberi bagus buat ibu hamil."
Naya tersenyum lihat Juna, "Sok tahu, kaya udah pernah hamil aja."
"Ibu gua kan lagi hamil."
"Ohiya???" kaget Naya.
"Yaudah, nanti aja," ucap Gita.
Juna jalankan mobilnya, "Kata Ibu gua, strawberi bagus buat nutrisi bayi."
"Tapi kan gua mau gugurin," ucap Gita.
Juna terdiam, benar juga, "Ya, ya setidaknya ini hal baik yang bisa lu lakuin."
"Kalo baik, gak mungkin gua gugurin," kesal Gita.
"Yaudah kalo gak mau, buka Nay, buat kita aja," ucap Juna.
Naya langsung buka dan ambil satu strawberi. Juna buka mulut tapi Naya langsung berikan ke Gita, "Git, makan!"
"Nay, gue--"
"Juna udah bawa, makan yah satu aja."
Gita sangat malas tapi karena Naya jadi ia ambil dan makan.
"Gua mana?" tanya Juna.
"Nih, ambil."
"Kan lagi nyetir Nay,"
Naya langsung ambilkan walaupun Naya yakin Juna masih bisa ambil sendiri tapi yaudah ngalah aja, Naya minta Juna buka mulut AAaaa! Juna tersenyum dan langsung makan. Kunyahan Gita sampai berhenti melihat itu.
Sesuai alamat google, mereka sampai di daerah perkampungan pinggir kota dan berhenti di lapangan bola karena hanya itu lahan yang bisa dijadikan tempat parkir.
"Lu yakin disini Jun?" tanya Naya.
"Iya, tapi kayanya harus masuk gang sana."
"Yaudah, Git, lu tunggu disini aja," ucap Naya "Gua Juna cari dulu tempat bidannya, kalau udah ketemu kita kesini lagi jemput lu, biar lu gak kecapekan."
"Gue ikut aja Nay," ucap Gita.
"Gak usah, lu tunggu disini aja," ucap Juna buka pintu "Nanti kalo perut lu sakit, tiba-tiba lahiran gimana? repot!"
Gita terdiam melihat Juna dan Naya yang sudah diluar lalu pergi masuk ke gang yang menghubungkan ke pemukiman rumah-rumah warga yang padat dan ramai. Kendaraan yang lalu lalang dijalan yang sempit, banyak anak-anak yang bermain lari-larian, membuat Naya jadi cemas karena pusing namun berusaha biasa aja karena ada Juna. Tapi bagaimana kalau barisan ayam tetiba muncul membuat Naya kaget.
"Junaa!" teriak Naya tarik baju Juna yang kaget juga.
"Eh, kenapa?" bingung Juna yang ternyata Naya menghindari ayam-ayam yang lewat.
"Gue jalan depan lu," ucap Naya kesal mendahului Juna.
"Ha ha ha, ayam doang juga."
"Pokoknya gue depan lu, ini masih jauh atau gimana?"
"Masih lurus,"
"Lu udah ngomong kaya gitu selama 15 menit yah Jun, lurus terus, gak sampe-sampe."
Juna tersenyum, "Kaget lu yah ke tempat begini ha ha ha."
"Enggak, biasa aja."
"Masa?"
"Iya, gue pernah ke rumah Harris dan tempatnya kaya gini kan, Ah, gue kesel banget kalau inget Harris."
"Jangan kesel-kesel, nanti suka."
"Enggak yah! Gue gak akan pernah suka sama cowok mesum, nakal dan banyak masalah kaya dia!"
Juna terdiam sesaat, "Am, kalau dia nakal doang tapi gak mesum? gimana? suka?"
"Enggak!"
Juna terdiam.
Naya juga terdiam karena tetiba ingat Juna, siswa nakal dengan banyak masalah sejak kelas 1 tapi ia suka banget.
"Am, tapi tergantung," ucap Naya lagi "Kalau misalnya ada cowok nakal dan banyak masalah, tapi dia baik dan peduli banget sama gue, lucu, gak pelit, dan selalu membantu, kayanya gue bisa suka deh sama cowok kaya gitu. Walaupun gue pinter, tapi tipe cowok gue gak yang kaya Mama gue bilang Jun, pinter itu bisa dibentuk, tapi nyaman dan aman muncul dengan sendirinya. Gue suka sama cowok yang bisa buat gue aman ha ha ha, ngomong apa sih gue."
Naya noleh ke belakang dan langkahnya langsung terhenti begitu ia lihat Juna sudah tidak ada. Bahkan Naya kaget menyadari dirinya entah sedang ada dimana, ia tidak tahu.
"Ju, Junaaa?" bingung Naya jalan mencari Juna, entah sejak kapan menghilangnya.
Naya jalan ke arah semula sambil lihat kanan kiri bahkan jadi kaget lagi ketika banyak anak kecil yang lari menerobosnya. Naya juga diminta jalan meminggir karena tukang dagangan yang lewat lalu lalang. Naya merasa lelah jadi ia menepi di pos ronda, keluarkan handphone, langsung kirim pesan ke Juna tapi tidak dibalas dan karena semakin pusing, Naya langsung telepon, diangkat!
"Halo Jun, dimana!"
"Nay, Juna gak bawa handphone," ucap Gita.
"Ohh gitu--"
"Kenapa Nay?"
"Gapapa Git," Naya langsung akhiri panggilan. Benar-benar Juna, kesal Naya.
Sementara Naya pusing, Gita justru tersenyum-senyum tidak percaya memandang handphone Juna lalu menaruhnya kembali. Entahlah, seketika ketakutan dan kecemasan Gita berubah jadi kebingungan tentang Naya dan Juna, sesuatu yang tidak pernah ia sangka-sangka tapi nyata ia lihat dengan kepala dan matanya sendiri, Naya dan Juna? sekali lagi Gita hanya bisa tersenyum.
Sementara Naya yang masih duduk melamun sambil mengisi kembali tenaganya untuk telusuri jalan akhirnya melihat Juna dikejauhan sedang bersama warga. Naya menghela nafas kesal dan langsung beranjak menghampiri, akhirnya ketemu.
Juna sedang tanya-tanya rumah bidan Lasma, warga langsung menunjuk ke arah yang tidak beraturan, ada yang ke barat, ke timur, ke tenggara, makanya Juna banyak tanya aja memastikan arah yang akhirnya tertuju pada arah utara, pintu warna hitam.
Naya datang menepuk tangan Juna yang langsung noleh.
"Pokoknya masuk gang bendera aja, lurus, pintu warna hitam, kalo bingung, tanya orang situ aja, pada kenal sama bidan Lasma kok,” ucap seorang Ibu.
“Oh gitu, makasih yah Ibu-Ibu," ucap Juna.
"Buat mbaknya yah mas?"
"Eh, enggak, enggak Bu," panik Naya.
Juna ketawa dan langsung pamit jalan, Naya juga. Ibu-Ibu itu bergumam heran kenapa anak muda jaman sekarang kenapa berani-berani.
Naya jalan dengan kesalnya, "Harusnya, gue emang tunggu aja di mobil, gak usah ikut nyari."
Juna noleh, "Ya, namanya warga Nay, itu bidan kan emang buat aborsi orang, makanya langsung nunjuk lu, masa gua."
"Bukan itu maksud gue! Lu tadi ninggalin! Gue bingung cari lu dimana!"
Juna langsung gandeng tangan Naya, "Yaudah, pegangan biar gak bingung."
Naya langsung degdegan memandang Juna yang tetap jalan. Naya jalan mengikuti aja, tidak usah protes karena ia suka. Sampai disana, ketemu bidan Lasma dan Naya langsung jemput Gita yang semakin gugup, gemetar dan degdegan.
Begitu sampai, Gita langsung masuk kamar untuk diperiksa. Sementara, Juna dan Naya nunggu di ruang tamu lalu kagetlah mereka begitu Gita teriak. Juna dan Naya panik langsung menghampiri pintu kamar yang langsung terbuka.
Gita panik, "Gue gak mau, gue mau pulang, ayo Nay!"
Juna dan Naya bingung menenangkan tapi Gita sudah pergi keluar. Naya langsung kejar Gita. Juna tanya ke Bidan Lasma apa yang terjadi.
"Kalo belum siap aborsi ya jangan, baru dengar jantung bayinya, langsung teriak," ucap sang Bidan.