Juna memang sengaja memperlambat laju motornya untuk tetap di belakang angkot Naya. Bukan tanpa alasan, ia selalu bangun pagi juga karena supaya bisa bareng Naya ke sekolah tapi Naya nolak terus jadi ia malas untuk sampai di sekolah lebih cepat, rasanya itu bukan dirinya. Sebenarnya bisa saja ia melaju lebih cepat dan tunggu di warung emak seperti hari-hari sebelumnya tapi untung saja kali itu tidak karena tetiba angkotnya berhenti, Juna pun berhenti dan bingung saat Naya keluar jalan menghampirinya.
"Kenapa?" tanya Juna.
Naya terdiam memandangi Juna dan itu membuat Juna semakin bingung.
"Kenapa Nay?"
"Lu suka yah sama gue?"
Deg! Juna langsung terdiam.
Naya juga terdiam, panik dan kesal dalam hatinya bergumam, "Ngomong apa sih Nayyy!!!"
"Am, maksudnya?" demi apapun, Juna jadi gugup dan bingung karena haruskah dibahas sepagi ini???
Naya pun gugup banget tapi berusaha biasa aja, "Am, ma, maksud gue, lu suka ya ikutin gue? ngapain di belakang angkot?"
Juna lega mendengar itu, tidak tahu, lega aja karena gugup dan degdegannya jadi mereda, "Gua manasin motor."
"Yaudah, yaudah, gue mau bareng. Angkotnya jalannya lama tadi."
Naya langsung naik dan Juna kembali degdegan lagi.
Sepanjang jalan, Naya hanya pegang jaket Juna saja karena jok motor Juna agak tinggi, selain takut jatuh, ia juga tidak mau tiba-tiba memeluk kalau Juna ngebut, tidak baik untuk hatinya. Walaupun sepertinya tidak begitu, karena laju motor Juna juga pelan. Iya, sengaja pelan karena Juna tidak mau Naya memeluknya jika ia melaju kencang, tidak baik untuk hatinya. Tapi bagaimana kalau karena kelamaan di jalanlah yang membuat mereka akhirnya tetap terlambat. Naya langsung turun motor dan lari ke gerbang, Juna juga langsung menepikan motor.
Pak Guntur sampai tidak percaya melihat Naya yang lagi-lagi terlambat.
Naya panik, "Pak, Pak, saya minta maaf Pak, tadi macet Pak, yakan Jun?!"
Juna hanya mengangguk sambil jalan menghampiri, kayanya Pak Guntur juga tidak percaya deh sama alasan klasik itu.
"Kalian berdua, masuk, berdiri di barisan paling belakang!" tegas Pak Guntur.
"Pak, saya mohon Pak!" lirih Naya panik dan cemas.
"Tidak ada toleransi lagi Naya! Satu kali saya maafin, ini kedua kali, besok dan selanjutnya kamu akan telat lagi!"
"Enggak Pak, saya janji ini yang terakhir--"
"Peraturan tetap peraturan, untuk siapapun itu!"
Naya terdiam cemas dan bingung bahkan ia tidak percaya melihat Juna yang diam saja tidak ada pembelaan, "Lu sih bawa motornya lama!"
"Lu yang lama," ucap Juna "Bukannya langsung naik pas gua jemput, malah naik angkot dulu."
"Tapi lu bisa ngebut kan!"
"Udah, udah!" tegur Pak Guntur "Kalian masuk atau pulang sekarang!"
"Makasih Pak," ucap Juna langsung jalan ke dalam.
"Jun!" panggil Naya masih diam di tempat, rasanya mau nangis.
"Cepat masuk Naya!" ucap Pak Guntur "Ikuti pacarmu sana."
Naya kaget, "Eh, pacar apa Pak?!"
"Ah, kamu pinter dipelajaran doang, pintar jugalah pilih pacar Nay!"
Naya langsung lari masuk karena ia malas dengar Pak Guntur yang semakin tidak jelas.
Semua mata langsung memandang ke Naya yang berdiri di barisan belakang tepat di samping Juna. Perasaan Naya jadi bercampuran antara panik, cemas dan malu, itu kenapa ia nunduk saja. Berbeda dengannya, Juna justru terlihat biasa aja, ya iyalah! Naya tidak biasa, ini PERTAMA KALI IA DIHUKUM!!!!
Pak Guntur datang minta siswa siswi hadap depan. Semua langsung hadap depan termasuk teman-teman Juna, termasuk Mira yang sesekali hadap belakang lagi, melihat ke Juna dan Naya lagi.
"Lain kali harus tahu waktu ke sekolah, jangan main jemput-jemputan biar gak terlambat!" ucap Pak Guntur entah untuk siapa tapi sepertinya menyindir Naya dan Juna karena suaranya lumayan kencang.
Juna hanya menahan senyum, rasanya mau ketawa tapi tidak boleh, entahlah, dari semua hukuman baru kali ini rasanya sangat menyenangkan apalagi saat ia lirik Naya yang terus menunduk. Juna agak mendekat dan berbisik, "Yang sabar Nay, Guntur emang gitu orangnya."
"Diem Jun. Lagi panas," bisik Naya karena sinar matahari memang jatuh menyeluruh di area belakang dulu.
Juna semakin tersenyum dan maju selangkah di depan Naya yang langsung noleh memandang.
"Masih panas gak?" tanya Juna.
Naya memang jadi ketutupan tubuh Juna yang tinggi tapi suara Pak Guntur langsung menegur minta Juna mundur sejajar dengan Naya lagi, semua langsung memandang mereka lagi.
"Gapapa Pak, kan intinya masih baris di belakang," protes Juna. Naya semakin menunduk malu karena dilihati banyak orang.
"Saya paham kamu mau jadi pacar yang baik," ucap Pak Guntur.
"Pak," protes Naya kesal.
Lanjut Pak Guntur, "Gak mau pacarmu kepanasan, tapi peraturan tetap peraturan, mundur!"
Naya jadi kesal dengan semuanya, Pak Guntur yang sebut pacar-pacaran terus, siapa yang pacaran! Juna juga bukannya mundur malah diam aja!
"Naya, kamu aja maju!" ucap Pak Guntur.
"Iya Pak," Naya langsung maju.
Juna langsung maju lagi tapi tidak jadi karena Naya langsung tarik seragam Juna mundur, "Udah sini aja!"
"Gak usah takut."
"Diem gak!"
Juna langsung diam. Naya pelototi Juna dengan tatapan tajam berharap Juna bisa diem!!!
Mira langsung hadap depan lagi. Sementara sekelilingnya ramai berbisik-bisik, Juna dan Naya pacaran?
Selesai upacara dan barisan dibubarkan. Tanpa basa basi, Naya langsung lari pergi. Juna ketawa melihat itu dan menghampiri barisan teman-temannya.
"Jun, jemput-jemputan lu sama Naya?" tanya Aji.
Juna hanya berdehem tersenyum.
"Demi apa sih beneran pacaran lu berdua?" heran Billy.
"Dari kapan Jun?" tanya Bima.
"Si Guntur dengerin," ucap Juna.
"Tapi tadi lu maju tuh biar apa? biar Naya gak kepanasan ha ha ha?" tanya Akbar.
"Ya kasian dia gak pernah dihukum, kaget ketemu matahari belakang ha ha ha."
"Ha ha ha, udah bener lu sama Naya aja dah Jun, Mira sama gua," senang Billy.
"Ha ha ha, udahlah kenapa jadi rame gini sih."
Di kelas 3A.
Naya baru sampai dan duduk, langsung saja teman meja belakangnya mempertanyakan ucapan Pak Guntur, beneran Naya pacaran dengan Juna? Naya langsung geleng tidak membenarkan. Lalu pertanyaan-pertanyaan lain langsung muncul oleh beberapa orang di tempat duduk yang berbeda-beda dan itu semakin ramai. Naya jadi gugup sendiri dan bingung mau jawab apalagi selain tidak, tidak benar.
"Tapi lu dan Juna sama-sama beruntung tahu Nay kalo pacaran," ucap yang lain.
"Bener, Juna ganteng, lu pinter, cocok!" tambah yang lain.
"Tapi gak gitu kok he he he," bingung Naya.
"Tapi Juna emang agak beda sih sikapnya kalo ke lu."
"Lebih deket daripada ke Mira gak sih."
"Gua rasa Juna emang suka sama lu deh Nay."
"Tapi si Juna mah dekat sama semua orang."
"Tapi ke si Naya beda banget."
"Iya sih."
Naya hanya bisa diam tersenyum bingung mendengar itu semua karena ia rasa tidak mungkin juga Juna menyukainya. Tetiba Naya terdiam teringat ucapan Gita. Eh, apa iya yah? Naya hadap depan lagi buka buku namun teringat saat Juna selalu datang menjemputnya dan bilang mau berangkat bareng dengannya, Juna memberinya strawberi, menggenggam tangannya supaya ia tidak bingung, memberikan obat bahkan datang saat ia sakit dan sangat panik. Sekali lagi, Naya merasa tidak percaya tapi apa artinya sikap Juna selama ini? Apakah Juna begitu ke semua orang? Naya kesal karena ia tidak tahu. Tapi maksud Naya, sikap baik, peduli dan hangat Juna memang menandakan ketertarikan seseorang bukan? Lalu bagaimana dengan buku yang ia beli dan Juna menemani, ajakan makan setiap selesai belajar, bahkan saat pelukan di motor! Juna tidak protes bahkan justru mengelus tangannya! Naya tetiba langsung tersenyum mengingat itu semua. Naya seakan baru menyadari, apa iya Juna menyukainya? Ah, sialan, Naya jadi mau tersenyum terus.
Guru masuk dan sekali lagi Naya hanya bisa tersenyum sambil menggeleng tidak karena Gurunya mempertanyakan hal yang sama, kamu pacaran dengan Juna? semua ramai meledek dan pelajaran kembali dilanjutkan, biarlah mereka dengan anggapannya sendiri, Naya bisa apa selain tersenyum saja.
Jam istirahat bunyi, Naya buka bekal, makan di kelas. Tidak lama kemudian datanglah Rifa dan teman-temannya.
"Kak Naya!" panggil Rifa menghampiri.
Naya tetiba bingung, "Eh, Rifa--"
"Kak, beneran kamu pacaran sama Kak Juna?"
"Enggak--"
"Enggak salah lagi kak maksudnya?" tanya teman Rifa yang lain.
"Enggak pacaran--"
"Temen-temen aku banyak yang nanyain kamu ke aku kak," ucap Rifa.
"Kok gitu?"
"Karena aku kan pacar Kak Bima, dia sih bilang enggak, tapi aku gak percaya soalnya dia sering bohong. Makanya aku tanya kamu."
"Hm, yaudah, sekarang udah tahu kan, bilang temen-temen kamu, gak ada yang pacaran."
"Aku mau pastiin ke kak Juna deh, dah Kak Naya! Ayo guys!"
"Eh, Rifa!" panggil Naya entah kenapa jadi bingung dan, takut?!
"Kenapa kak?"
"Am, Juna pasti jawab enggak juga."
"Aku penasaran aja sih, soalnya banyak yang nanyain kalian kak."
Naya terdiam. Rifa dan teman-temannya langsung pergi. Iya, Naya jadi bingung kenapa ia merasa takut? mungkin ia tidak sangka akan seberlebihan ini sampai semua orang mempertanyakan itu, termasuk kelas dua?! maksud Naya, kenapa jadi ramai orang-orang membicarakannya? Naya teringat sesuatu, dulu ia pernah mengalami hal seperti ini yaitu saat ia dekat dengan Ruben sebagai tim lomba tapi Naya dijelekin habis-habisan bahkan ia dengar sendiri teman-temannya Ruben mengolok Ruben, kata mereka percuma Ruben pinter kalo pilih cewek seperti Naya. Mereka juga meminta Ruben cari cewek yang benar.
Naya terdiam mengingat Juna, Naya langsung keluarkan handphone, ia kirim pesan ajak Juna ketemu. Naya tidak tahu bagaimana Juna tapi ia tahu, Juna tidak jelas, ia takut Juna jawabnya tidak jelas juga, jadi ia mau ajak ketemu membicarakan ini sambil makan berdua karena masih jam istirahat. Ah, Naya jadi tersenyum lagi kan. Naya segera rapikan bekalnya karena kan mau makan sama Juna. Ia segera keluar kelas, jalan menuju kantin, tapi ke toilet dulu, sialan, kenapa ia jadi degdegan.
Sesampainya di kantin, Naya jalan ke meja pojok. Beberapa banyak orang langsung memandangnya lalu berbisik-bisik membicarakannya yang kalau Naya lihat dari ekspresi mereka, bukan ekspresi ramah tapi biarlah, ia tidak peduli.
"Juna mana?" tanya Naya sampai di meja pojok kantin.
Whhoahhhhhh! ramai yang lain senyum senggol-senggolan.
"Tadi pagi jemput-jemputan, sekarang cari-carian," ledek Akbar.
"Ih, apaan sih, ha ha ha."
"Si Juna barusan pergi kita kira mau ke lu," ucap Aji.
Naya hany ber-oh saja dan bingung karena tidak papasan di jalan juga.