Keesokan harinya, seperti biasa, pagi-pagi benar Naya bangun dan bersiap ke sekolah. Ia keluar rumah dan langsung melihat depan gerbang yang tidak ada siapapun. Naya segera jalan sampai keluar komplek. Setibanya di halte, ia lihat kanan kiri seperti mencari sesuatu, mungkin angkot yang begitu datang Naya langsung naik sambil pandangannya masih terus melihat keluar jendela, ke jalan lapang yang sepi itu. Mengingat apa yang ia ucapkan kemarin, Naya yakin Juna pasti paham, buktinya tidak ada.
Naya turun di halte sekolah dan langsung lihat ke warung emak. Sudah ada beberapa siswa disana tapi ia tidak melihat ada Juna diantaranya. Naya jalan masuk sekolah sambil bergumam pasti Juna terlambat lagi.
Begitulah setiap hari berjalan. Bahkan di sekolah, Naya dan Juna memang tidak yang bertemu untuk ngobrol lagi. Beberapa kali mereka saling lihat tapi langsung saling lihat ke arah lain. Pernah selang 20 menit dari jam istirahat, Naya keluar kelas, jalan di koridor mau ke perpustakaan, namun disaat bersamaan, Juna keluar kelas, jalan di koridor, mata Naya melotot kaget melihat itu dan langsung putar arah lari menuju kelas lagi. Langkah Juna sampai berhenti melihat itu tapi tidak lama-lama, Juna lanjut jalan lagi sambil menghela nafas.
Keesokannya di sekolah, saat jam istirahat, Naya tidak sengaja ketemu Juna dan teman-temannya di koridor. Mereka langsung menyapa Naya yang langsung tersenyum saja tanpa melihat Juna lalu langsung pergi demi tidak terlihat aneh. Sekali lagi, Juna hanya bisa diam saja, ia bingung juga harus gimana.
Tadinya, Naya mau ke perpustakaan tapi entah kenapa langkahnya justru ke toilet padahal tidak ingin buang air juga. Tapi Naya benar-benar tidak mengerti, haruskah ia seberlebihan ini pada Juna? Naya duduk di kloset sambil bersender menghela nafas lelah karena bagaimanapun ia dan Juna masih di satu atap sekolah yang sama, seberusaha apapun dihindari pasti akan ada waktu mereka pasti ketemu lagi dan mau sampai kapan Naya sibuk sembunyi? bukankah Juna juga mengabaikan? kenapa Naya yang justru ketakutan.
"Anjing tuh si Naya! Liat aja kalo ketemu!" ucap seorang dari sekelompok siswi memasuki toilet.
Naya tetiba bingung mendengar itu, Naya? maksudnya Naya dirinya???
"Sabarrrr," tambah yang lain.
"Masalahnya kalo gua beneran ganggu, gua terima! Kita aja gak kenal dia! cewek brengsek!"
"Iya sih, bingung, tiba-tiba kak Juna marah sama kita yah! aneh!"
Naya langsung berdiri, ia sangat yakin Naya yang dimaksud adalah dirinya tapi maksudnya apa dengan ganggu dan Juna? Naya jadi degdegan dan tangannya agak gemetar dalam toilet, ingin keluar, ah, jangan dulu.
"Gua yakin, si Naya itu jelekin kita demi dapet perhatian kak Juna!"
"Padahal muka dia lebih jelek anjir, culun, aneh, modal pinter doang tapi kelakuannya kaya sampah!!!"
BRAK!! pintu toilet terbuka. Semua langsung terdiam memandang Naya yang memandang tajam ke mereka.
"Siapa yang kalian maksud?" tanya Naya nahan gemetar tapi emosinya sudah sampai di tenggorokan.
Sekelompok siswi yang adalah kelas dua itu hanya diam saling memandang satu sama lain.
Naya langsung menyiram air dalam gayung di tangannya ke arah mereka.
"WOYYYY!!!!!" kaget sekelompok siswi itu menghindar.
"Itu kelakuan yang kalian bilang sampah kan?" tanya Naya.
"LU KETERLALUAN YA!" bentak salah satu dari mereka. Banyak orang di luar kamar mandi langsung berdatangan.
"LU PIKIR KITA TAKUT SAMA LU!" seorang dari mereka cengkram seragam Naya.
"KALIAN PIKIR GUE JUGA TAKUT!" bentak Naya melepaskan diri namun sulit yang akhirnya ia langsung tarik rambut siswi itu yang langsung memukul Naya.
Semua ramai langsung meleraikan termasuk teman siswi kelas dua tersebut. Suasana toilet runyam dan ramai. Bahkan Mira langsung kaget tidak percaya saat dengar kabar Naya ribut di toilet, ia langsung meninggalkan meja kantin. Begitupun penghuni meja pojok apalagi Juna langsung beranjak pergi saat dengar itu yang begitu sampai, Naya dan sekelompok siswi kelas dua sudah dibawa keluar oleh Pak Guntur. Juna langsung lari mengejar, diikuti oleh yang lainnya termasuk Mira, jalan paling belakang. Namun, bel istirahat dibunyikan dan Pak Guntur meminta SEMUA SISWA MASUK KELASSS!!!!
Tepat, jam 11 siang, Naya dan sekelompok siswi yang berkelahi dengannya, dihukum berdiri di tengah lapangan. Sekelompok siswi itu terus mengeluh kepanasan, meskipun Naya juga merasakan yang sama tapi ia rasa dihukum seperti ini lebih baik daripada harus panggil orangtua. Untungnya, sekelompok siswi itu memiliki ketakutan yang sama dengannya tentang panggilan orangtua, yang membuat mereka akhirnya minta maaf karena telah mengejek Naya duluan. Naya tidak mau memperpanjang, jadi ia juga minta maaf karena sudah emosi. Apalagi dengar penjelasan mereka saat Juna tiba-tiba datangi mereka di kantin, lalu tanya mereka yang ganggu Naya dengan marah. Itu kenapa, mereka tidak terima karena mereka tidak pernah ganggu Naya, kenal saja tidak. Naya terdiam saat dengar penjelasan itu, benar-benar Juna. Permasalahan pun selesai dengan hukuman berdiri di lapangan selama 2 jam.
Mira memandangi Naya terus dari balkon depan kelas. Entahlah, Mira hanya yakin kalau Naya tidak salah dan sudah benar untuk melawan, tapi entah kenapa Mira juga sangat senang, memikirkan lagi bagaimana Juna menolaknya, Mira yakin ini karma yang pantas Naya dapat, Mira tersenyum menang lalu pergi.
Juna jalan memasuki lapangan dengan botol air mineral yang sengaja ia beli. Naya semakin kesal dan emosi melihat itu, karena selain panas banget, ngapain Juna datang segala sih, pasti ia akan semakin dibenci oleh siapapun yang melihat termasuk sekelompok siswi itu yang hanya diam saja memandang Juna yang memang menghampiri Naya.
"Nih, minum," Juna kasih air mineral itu ke Naya.
Naya ambil dan langsung lemparkan ke tanah dengan kesal, "Lu ngapain sih ganggu mereka!!!"
Juna terkejut kaget, termasuk sekelompok siswi itu pun kaget, ia kira akan adegan romantis.
"Am, mereka ganggu lu duluan," bela Juna.
"Gak ada yang ganggu!"
"Rifa bilang, mereka gak suka sama lu, selalu ngejek lu di kelas, ngejelekin lu, gua gak suka temen gua dijelekin, makanya gua marah!"
Naya terdiam.
"Kita udah minta maaf kak!" ucap seorang dari mereka.
"Pokoknya, awas aja lu ganggu mereka lagi!" ucap Naya langsung membuang wajah kesal.
Juna terdiam memandangi lalu melihat air mineralnya dan langsung pergi. Naya terdiam memandangi sambil dalam hatinya bergumam, makasih yah Juna.
Juna kembali ke kelas dengan perasaan yang sudah tidak lagi bingung pada Naya, tapi kesal, kesal banget. Ia tahu Naya sedang tidak nyaman dengannya, ia juga sudah jaga jarak dan komunikasi sejauh mungkin, bahkan dititik kecewanya kemarin, ia masih berharap perasaan Naya segera membaik dan mereka bisa dekat lagi. Selama itu, Juna tidak masalah untuk menjauh, bahkan tidak masalah untuk memperhatikan Naya dari jauh, berharap Naya bisa membaik, tapi bagaimana kalau ternyata justru Naya tidak baik-baik saja. Kalau saja Rifa tidak datang menceritakan tentang Naya, ia tidak akan sampai marah apalagi menemui Naya di lapangan.
Rifa bingung oleh orang-orang di sekolah yang tidak suka pada Naya padahal Rifa nilai Naya tidak pernah cari masalah dengan siapapun, ya, memang Bima pernah cerita bagaimana sikap Naya dulu, tapi Rifa menilai itu masalah personal karakteristik orang, jika Naya pendiam bukan berarti sombong dan tidak wajar jika dibenci kecuali diam-diam membunuh atau mencuri. Jika Naya tidak mau berbagi jawaban ujian bukan berarti pelit dan itu adalah hak nya untuk berbagi dengan siapa. Bukankah, ia di biayai sekolah oleh orangtuanya, kalaupun ia harus dapat nilai bagus itu demi menyenangkan orangtuanya bukan orang lain, jadi Rifa pikir, tidak berbagi nilai ujian bukanlah hal yang salah, mereka yang minta jawaban lah yang salah, sudah tahu ujian, kenapa tidak belajar! Rifa sudah dititik muak dan capek ribut dengan teman-teman kelasnya yang menjelekan Naya apalagi dengan kabar terbaru tentang kedekatan Naya dan Juna!!!! Itu kenapa ia adukan langsung ke Juna, karena ia rasa Bima tidak menyampaikan ceritanya selama ini tentang Naya. Bima membela diri karena ia pikir Rifa hanya cerita saja. Rifa kesal karena Bima kan temannya Naya, masa diam aja temannya diganggu hampir oleh semua orang. Tomi katakan karena Bima termasuk orang-orang yang ganggu Naya dulu. Semua ketawa. Rifa melototi Bima yang menenangkan dengan bela diri karena saat itu belum kenal Naya. Juna memotong obrolan dengan tanya siapa teman-teman Rifa yang jelekin Naya. Rifa sebutin bahkan menunjukan orang-orangnya yang kebetulan sedang makan di kantin.
Malam hari saat sedang belajar, Naya telepon Rifa dan terdiam mendengar semua ceritanya tentang teman-teman kelasnya dan Juna. Sejak pulang sekolah, Naya jadi merasa bersalah atas sikapnya pada Juna tapi untuk menghampiri, bicara atau dekat lagi juga sangat canggung. Apalagi dengan keributan yang ia buat karena Juna marah pada orang-orang yang mengganggunya. Naya kirim pesan ke Pak Guntur untuk minta nomor telepon Rifa, mau bicarakan lomba. Pak Guntur tidak langsung memberi nomor melainkan beri nasehat panjang lebar tentang sikap Naya di kelas 3 yang sudah sangat jauh berubah. Naya terdiam selama baca kalimat panjang itu, ia langsung iyakan saja demi nomor Rifa cepat dikirim. Walaupun setuju dengan Pak Guntur, tapi nanti dulu, ia juga punya alasan dengan semua sikap buruknya, jadi lebih baik ia telepon Rifa saja yang ceritakan semuanya dan itu membuat Naya semakin merasa bersalah pada Juna.
Keesokan Paginya, dari dalam angkot Naya lihat Juna sudah ada di warung emak, batinnya bergumam tumben tidak terlambat dan langsung kaget tersadar begitu Juna melihat ke arahnya juga, Naya langsung balik badan panik. Angkot berhenti dan Naya turun bayar dan langsung buru-buru jalan menuju gerbang tanpa menoleh ke arah manapun. Naya kesal dengan dirinya sendiri, untuk apa juga lihatin Juna, ia menuju kelasnya yang begitu sampai, langkahnya terhenti tidak percaya begitu lihat Gita.
"GITTAAA!!!" panggil Naya langsung lari menghampiri.
"Nayy!" ucap Gita tersenyum yang langsung terdiam karena Naya langsung memeluknya.
"Lu akhirnya masuk!" senang Naya.
"Iya Nay!"
"Tapi lu udah sehat?" tanya Naya melepas pelukanya, memandang Gita cemas.
Gita mengangguk, "Gue udah aborsi Nay."
Naya terdiam. Gita tersenyum menyakinkan diri baik-baik saja.
"Am, yaudah, yang penting sekarang lu sehat yah," sedih Naya karena yakin Gita pasti tidak baik-baik saja.
"Secara mental mungkin belum Nay karena bagaimanapun, gue masih berharap dia bisa hidup, gue kemarin kaya merasa jadi orang paling jahat tahu gak."
"Git, udah, hidup kita selalu punya pilihan dan semuanya itu baik kalau kita bisa menjalaninya dengan baik juga. Lu harus bisa jalanin hari-hari kedepannya dengan lebih baik yah."
Gita memandang Naya dan rasanya mau nangis tapi tidak jadi karena Mira tetiba datang dengan lari menghampiri, "GITAAA!!"
Naya terdiam melihat Mira yang langsung memeluk Gita erat. Bagaimanapun hubungannya dengan Mira sedang tidak baik-baik saja. Gita hanya ketawa mendapati sikap Mira.
"Git, gue kangen banget sama lu!" ucap Mira.
"Lebay ha ha ha!" ucap Gita.
"Pas semalem lu bilang hari ini masuk, gue langsung buru-buru berangkat sekolah dan kesini. Gue kangen banget!!"
"Gue emang ngangenin sih ha ha!"
"Gimana keadaan lu? beneran udah membaik?"
"Iya udah, kalau belum ngapain gue masuk."
"Syukurlah--" lega Mira yang langsung terdiam begitu lihat Naya yang hanya terdiam saja. Entahlah, ia masih tidak terima dengan penolakan Juna dan ia akan terus anggap kalau Naya sebagai penyebabnya.
Gita menyadari sikap Mira dan Naya yang diam-diaman dan sesuai dengan cerita Mira semalam kalau ini pasti karena Juna.
"Am, Nay, Mir, gue mau cerita sama kalian, tapi gak disini, di taman yuk," ucap Gita langsung beranjak bangun jalan keluar, Mira juga langsung pergi. Sebenarnya Naya merasa malas karena ada Mira tapi Gita yang minta, jadi ia pergi juga.
Di taman sekolah, mereka duduk di kursi pohon dengan posisi Gita diantara Naya dan Mira.
"Gue minta sama kalian jangan kasih tahu siapapun yah masalah gue kemarin," ucap Gita "Walaupun udah selesai, tapi gue masih belum bisa lupain dan bahkan gue gak tahu kapan bisa berdamai dengan kejadian kemarin."
"Git, gue minta maaf yah gak ada buat lu kemarin," ucap Mira.
"Gapapa Mir, gue juga gak bisa yang cerita ke banyak orang, gue cuman percaya ke Naya aja."
Naya tersenyum, "Pokoknya lu harus baik-baik aja yah kedepannya."
"Gue gak yakin Nay," ucap Gita "Kemarin rasanya sulit banget, tapi masa muda gue kan masih panjang. Jadi gue juga gak yakin setelah ini bisa baik-baik aja atau enggak."
"Gapapa, merasa gak baik-baik aja wajar kok. Lagian kita semua buruk dicerita orang lain tapi mereka tahu apa tentang kita. Gue sering alami itu tapi gua selalu abaikan aja. Bukannya membenci tapi gue mau melindungi diri sendiri supaya gak terlalu terluka, lu juga harus bisa melindungi dan mencintai diri lu sendiri yah."
Mira terdiam mendengar itu, "Am, pokoknya Git lu gak boleh trauma ya setelah ini."
"Tapi kejadian kemarin tuh sangat menyakitkan," ucap Gita.
"Tapi gak ada yang benar-benar hancur kalau kita mau berusaha untuk memperbaikinya lagi," ucap Mira " Ya mungkin gak bisa kembali ke awal tapi sesuatu yang ada buat lu, akan tetap ada kok. Jadi, ayo mulai hubungan baru lagi!"
"Untuk sekarang gue masih takut Mir."
"Yang perlu lu takutin dalam hubungan adalah orang ketiga, bukan masa lalu Git."
Naya terdiam dengar itu.
Tetiba Gita nangis memeluk Naya dan Mira, "Makasih yah Nay, Mir, pokoknya gue mau kita bertiga lagi, gak boleh ada yang berantem atau musuhan, gue sayang banget sama kalian!"
Naya dan Mira hanya tersenyum saja demi Gita.
Bel masuk bunyi. Semua siswa siswi jalan masuk ke kelas masing-masing termasuk Gita, Mira dan Naya. Di koridor, mereka bertemu dengan Juna dan teman-temannya. Naya langsung melihat Juna yang tetap jalan melewati teman-temannya yang terhenti.
"Gua ke kelas duluan yah," ucap Juna pergi.
Naya terdiam melihat itu. Mira bingung melihat Juna tidak seperti biasanya, tapi tidak lagi saat ia lihat Naya juga diam tidak seperti biasanya. Ah, Mira jadi kesal lagi.
"Eh Git, lu kemana aja," ucap Akbar.
"Eh, iya. Gue kemarin sakit," ucap Gita.
"Pasti karena Harris yah Git," ucap Anton
Gita hanya tersenyum tawar.
"Yang sabar yah Git, masih banyak cowok yang lebih baik dari dia," ucap Aji.
"Contohnya Tomi," ucap Billy.
Semua ketawa termasuk Tomi, "Ah, gua mulu."
Mereka kembali jalan yang saat di tengah tangga. Billy menyerukan untuk mereka liburan bareng lagi, Naya dan Mira langsung menolak, ENGGAKK!!! Semua langsung bingung memandang. Mira langsung jalan duluan sambil bilang ia mau belajar untuk ujian nasional. Semua semakin bingung termasuk Gita yang memandangi Naya yang hanya diam saja.
Pelajaran berlangsung dari kelas ke kelas. Gita terlihat bingung baca pesan masuk dihandphonenya sambil bergumam, "Ngapain nih si Akbar ngajak istirahat bareng, tumben."
Naya noleh dan tersenyum lihat itu, "Katanya takut, tapi udah deket lagi sama cowok."
"Eh, enggak Nay. Akbar baru kali ini chat. Gue juga bingung, bodo deh," Gita langsung matikan handphonenya.
"Ih, bales dulu Git."
"Gak mau gue."
Naya terdiam dan entahlah ia cemas pada Gita karena Gita termasuk orang yang ramah pada siapapun yang dekat padanya walaupun sebatas teman, ia juga yang senang kalau ada cowok yang mendekati bahkan ia pernah bilang yang tidak bisa kalau tidak pacaran. Tapi sekarang justru tidak begitu, Gita seakan menjauhkan diri dari siapapun.
Naya tidak bohong, saat jam istirahat, bahkan Gita bawa bekal dari rumah dan makan di kelas. Naya sampai bingung tapi Gita hanya katakan kalau ia harus jaga kesehatan setelah kejadian kemarin. Naya hanya mengangguk paham dan mereka makan bareng. Sekali lagi, Naya hanya cemas apalagi ia bukan tipe orang yang bisa memunculkan topik obrolan atau lebih tepatnya Naya bingung mau obrolin apa karena Gita juga sedang tidak mengalami hal baik, bahas pelajaran juga tidak mungkin tapi diam-diaman juga aneh. Naya langsung kepikiran Mira. Naya yakin Mira punya banyak hal yang bisa diobrolin karena Naya menyadari juga Gita lebih nyaman dan akan seru bila ada Mira. Naya tidak masalah daripada Gita diam saja.
"Git, ke kantin yuk, gue mau jajan," ucap Naya berdiri.
"Oh, lu aja ya Nay. Makanan gue belum habis."