SMAN 1945 Jakarta memasuki bulan ujian untuk kelas tiga, itu kenapa Naya selalu datang ke perpustakaan untuk belajar. Pulang sekolah, Naya langsung pulang supaya cepat untuk segera sampai rumah lalu rapi-rapi dan malamnya langsung belajar. Di kelas Naya juga sering belajar bersama Gita, dan kalau saja itu tidak berlangsung setiap hari mungkin Gita tidak akan kesal. Gita permasalahkan Naya yang belajar terus, maksud Gita, makan dulu! Naya ketawa hanya mengangguk dan pergi ke perpustakaan. Sampai di koridor, langkah Naya sedikit agak melambat dan menoleh ke lapangan dimana banyak siswa siswi dengan aktifitasnya masing-masing, berlari-larian, berkumpul entah sedang membahas apa, ada juga yang sedang makan dan bermain. Entahlah, kenapa Naya baru sadar kalau ia tidak pernah lihat Juna lagi. Naya noleh ke arah pintu kantin yang ia yakin pasti Juna sedang ada di kantin, biarlah. Naya langsung jalan lagi menuju perpustakaan.
Ujian Try Out pertama, DIMULAI!
Seluruh siswa siswi masuk ke ruang ujian dengan wajah yang nampak biasa saja namun menyimpan banyak kecemasan sekaligus harapan di dalamnya.
Mira menyakinkan diri untuk bisa menjawab soal dengan benar. Ia memang tidak sepintar Naya atau Gita, bahkan dimenit awal ujian saja ia sudah pusing namun ada hal yang harus ia buktikan ke orangtuanya bahwa kemampuannya tidak seburuk yang mereka nilai, ia juga bisa sehebat kakaknya untuk lulus dengan baik lalu masuk ke perguruan tinggi ternama.
Gita juga terlihat serius namun santai dalam mengerjakan soal. Baginya, ujian tersulit bukanlah Try Out atau UN tapi ujian hidup yang ia alami kemarin. Gita menyadari bahwa masa mudanya masih panjang, wajar jika ia salah dan belajar. Ia masih punya cita-cita yang harus dikejar dan harapan keluarga yang harus dipenuhi. Gita tidak mau ingat lagi apa yang sudah terjadi, ia hanya akan menjalani hidup dengan lebih baik kedepannya.
Juna, Billy, Aji, Tomi, Anton, Bima dan Akbar pun juga terlihat fokus selama ujian. Mereka tenang dalam membaca lembar soal lalu mengerjakannya dengan agak sedikit pusing. Memang, hari-hari mereka terlalu banyak bercanda tapi pernyataan mereka ingin lulus dengan baik itu sangat serius dan tidak bercanda. Mungkin mereka belum tahu mau kemana setelah lulus tapi ada janji yang harus mereka tepati bahwa mereka masuk sekolah bareng-bareng maka keluar sekolah pun juga harus bareng-bareng.
Sementara Naya masih terus memeriksa ulang lembar jawabannya bahkan sampai hanya tersisa dirinya saja di ruangan dan bel berbunyi tanda ujian selesai. Naya kumpulkan lembar jawabannya lalu jalan keluar kelas dimana kondisi sekolah sudah sepi, kelas 1 dan 2 memang diliburkan selama kelas 3 ujian. Naya langsung jalan keluar menuju gerbang untuk pulang. Mungkin banyak orang memandangnya sebagai orang pintar yang tidak kesulitan dalam ujian padahal Naya selalu penuh rasa cemas dan ketakutan ketika menjawab soal. Takut salah dan takut Mamanya marah. Bukannya apa, Naya akan disalahkan untuk semua sikapnya yang menyebabkan nilainya turun termasuk sikap-sikap yang tidak ada hubungannya. Entahlah, ini harapan atau tuntutan, tapi Naya ingin selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk Mamanya. Angkot datang dan Naya langsung naik dengan pandangannya yang terus melihat ke warung emak di seberang yang nampak, kosong.