Bintang Lapangan

Kenon BB
Chapter #1

Sepakbola Bukan Sekadar Teknik

Matahari belum begitu terang, ayam yang berada di kandang belakang rumah tetangga sudah berteriak berulang-ulang, Reihan dengan pasti melipat sejadah yang baru ia gunakan untuk salat subuh. Setelah selesai meletakkan sejadah yang telah terlipat di atas tempat tidurnya, Reihan keluar kamar. Ia harus melakukan kegiatan pagi, membersihkan pekarangan dan menyiram tanaman di halaman.

Setiap pagi Reihan melakukan itu sebelum berangkat sekolah. Ia memang telah diajarkan oleh ibu untuk bekerja dan bertanggung jawab terhadap pekerjaan itu sejak masih kecil. Kata ibunya, biar kalau sudah besar menjadi kebiasaan dan tidak malas.

Kini Reihan sudah duduk di kelas lima SD. Ia memang tidak terlalu pintar dalam bidang matematika, ia lebih menguasai olahraga. Makanya, selain sekolah ia juga mengikuti kegiatan lain. Ia masuk ke sekolah sepakbola yang ada di kotanya. Tiga kali dalam seminggu ia latihan di lapangan sepakbola yang ada di tengah kota. 

Di sepakbola, ia adalah salah satu andalan. Ia menjadi penjaga gawang. Berhubung tinggi badannya di atas rata-rata, tepat baginya untuk memilih posisi itu. Ia menjadi penjaga gawang yang sangat sulit untuk ditembus lawan-lawannya.

Selesai melakukan tugas paginya, Reihan mulai menyiapkan sepatu sepakbola dan kaus kaki serta baju dan celana juga sarung tangan untuk latihan. Semuanya ia masukan ke dalam tas ransel, tas yang ia gunakan untuk sekolah juga. Hari ini ia tidak sekolah karena hari ini hari Minggu. Setiap Minggu pagi, Rabu sore, dan Jumat sore ia latihan sepakbola.

“Han, jangan lupa sarapan, kamu itu kalau sudah semangat latihan selalu saja lupa sarapan,” tegur ibu dari arah dapur.

“Ya,” jawab Reihan singkat, ia masih sibuk menyiapkan segala sesuatu untuk latihan.

“Air minummu sudah Ibu siapkan, itu di atas meja makan!” teriak ibu lagi.

Segera Reihan menuju meja makan. Dimasukkannya botol air yang telah ibu siapkan ke dalam tas ranselnya. Segera juga ia santap sarapannya. Jam sudah menunjukan pukul setengah tujuh, ia harus cepat-cepat berangkat. Latihan dimulai jam tujuh jadi ia harus segera beranjak.

“Bu, Reihan berangkat,” teriak Reihan sambil menuju garasi tempat sepeda kesayangannya.

“Hey, tunggu dulu!” balas ibu cepat.

Lihat selengkapnya