Ketiganya terduduk di lantai parkiran. Otak mereka penuh oleh pikiran-pikiran yang belum juga bisa menenangkan. Mereka terus mencari jalan terbaik untuk kasus ini. Hingga, sekolahan benar-benar sepi pun mereka masih tetap diam dalam pikiran masing-masing.
“Sudahlah, lebih baik aku pulang aja. Daripada kelamaan, malah kena marah sama Ibu. Aku siap kalau Ibu tetap marah, ini memang salahku, aku terlalu lalai. Aku minta tolong sama kalian, kalau bisa temukan si Jabrik. Aku pasti akan sangat berterima kasih sama kalian,” ucap Reihan sambil bangkit, tampaknya ia begitu lesu.
“Santai, Han. Pasti ketemu! Kami kan kawanmu, Han, pasti kami bantu. Sebagai kawan kan harus saling membantu. Kan kau yang ngomong kaya’ gitu,” ucap Billy yang didukung senyuman oleh Faris.
Reihan tersenyum, ia bangga memiliki kawan yang baik. Dengan perlahan ketiganya berjalan menuju gerbang sekolah. Dalam otak Reihan tergambar kemarahan ibu yang akan ia terima nanti. Ibu memang sangat baik, namun ibu tidak suka jika Reihan lalai. Kehilangan sepeda adalah kelalaian besar jadi wajar kalau ibu akan marah besar.
Pernah Reihan lupa meletakkan remote TV di atas meja, remote itu terbiarkan saja di lantai. Hingga, remote itu terpijak Kak Rina, ibu marah. Ibu marah bukan karena harga remote itu tapi karena Reihan lalai dan tidak bersikap dengan benar, menaruh barang di sembarang tempat.
Reihan tersenyum kecut, untuk remote yang hancur saja ia sudah kena marah habis-habisan, bagaimana dengan sepeda yang hilang? Tak terbayang oleh Reihan sikap ibu, hukuman apa akan dia dapat. Apalagi, itu sepeda pemberian!
“Han, lama kali kau keluar! Ngapain aja kau di dalam sana?” teriak Bang Rizal di depan gerbang.
Reihan terkejut, ia tidak menyangka kalau Bang Rizal ada di sana. Billy dan Faris juga tak kalah terkejutnya. Jika kehilangan sepeda diketahui sama Bang Rizal, bisa parah mereka. Billy dan Faris pasti akan mendapat pertanyaan yang banyak.
“Han, gimana nih?” bisik Faris.
“Sudahlah, memang sudah hilang, mau apa lagi,” balas Faris pasrah.
“Nanti Bang Rizal bisa marah sama kami …,” tambah Faris. Ia sedikit takut sama Bang Rizal itu. Setidaknya, umur Bang Rizal jauh di atas mereka.
“Santai saja, ini urusanku. Kalian gak akan kena marah sama siapa pun.”
“Ayo, Han, cepat! Lapar nih!” ucap Bang Rizal sambil menghidupkan sepeda motornya.
“Tapi Bang, sepeda Reihan …,” ucap Reihan terputus-putus.
“Kenapa sepeda kau?” tanya Bang Rizal bingung.
“Hilang .…”
“Hilang?” tanya Bang Rizal lagi.
“Iya, sepedanya gak ada di parkiran dan kuncinya juga gak ada dalam tas. Tadi sudah kami cari tapi gak ketemu juga.”