Bintang Lapangan

Kenon BB
Chapter #10

Mimpi yang Mengganggu

Malamnya Reihan bermimpi. Tiba-tiba saja ia menjadi pemain sepakbola benaran. Ia dipanggil untuk masuk sekolah di Ragunan Jakarta. Ia dan Faris terpilih untuk mendapat beasiswa. Bersekolah tanpa harus membayar, dapat uang saku, dan mendapatkan tempat tinggal juga.

Namun, hal itu tidak segampang yang dikira. Ibu tidak setuju jika Reihan harus ke Jakarta. Reihan bingung, jika ia menolak panggilan itu maka kesempatanya untuk menjadi pesepakbola akan hilang. Namun, jika ia tetap berangkat ia kasihan pada ibu yang ditinggal sendirian. Rasa bingung itu membuatnya tidak bisa konsentrasi pada apapun. Bahkan, ia sering lupa jika melakukan sesuatu. Ia lupa meletakkan Jabrik dan sering juga lupa mengerjakan PR. Ia sering melamun dan sering berbicara sendiri.

Akhirnya, karena Reihan seperti itu, ibu merelakan Reihan berangkat ke Jakarta. Ibu tidak rela melihat Reihan seperti orang linglung.

Reihan berangkat dengan diantar Bang Zainal sampai Medan. Dari Medan, Reihan dan Faris berangkat dengan rombongan lain yang ditemani para pengurus menggunakan pesawat. Setiba di Polonia, Reihan terkagum-kagum melihat pesawat. Ia memang sering melihat pesawat ketika mengantar saudara yang mau ke Jakarta tapi belum pernah menaikinya. Faris juga terheran-heran, ia sama sekali belum pernah ke Polonia, selama ini ia hanya melihat pesawat dari TV. Kalaupun ia melihat benda yang bisa terbang secara langsung hanyalah helikopter yang parkir di Stadiun Langsa. Stadiun itu sudah jarang digunakan untuk main bola, ia lebih sering dipakai untuk parkir helikopter semenjak Aceh sering rusuh.

Di dalam pesawat Reihan dan Faris menyanyi riang, mereka sangat bahagia. Akhirnya keinginan mereka untuk menjadi pemain sepakbola tenar sudah terbuka. Namun, ketika pesawat sedang di udara, tiba-tiba ada hujan yang sangat deras. Air masuk dari lantai. Celana Reihan basah. Reihan panik. Kenapa di pesawat bisa kebanjiran, pikirnya.

“Han, bangun! Sudah subuh, sana cepat mandi dan salat!” terdengar suara Ibu. Reihan masih tetap bingung.

“Ye, kamu ngompol ya?” tanya ibu sambil memperhatikan celana Reihan yang basah.

“Wah, bau pesing. Ayo sana cepat ke kamar mandi!” perintah ibu.

Reihan langsung ke kamar mandi. Masih terbayang dalam otaknya pesawat yang kebanjiran itu. Ia tertawa di kamar mandi ketika menyadari kalau ternyata ia ngompol. Dengan segera ia mandi. Tidak peduli udara dan air yang masih dingin, ia terus mengguyur badannya dengan air. “Ah, sudah kelas lima kok masih ngompol!” teriak batinnya.

“Kamu itu kecapaian, kan kemarin kamu ke Kuala Simpang, makanya kamu ngompol,” jawab ibu sambil tersenyum lucu ketika pertanyaan itu dikeluarkan Reihan saat selesai sarapan.

“Malulah, Bu, sudah kelas lima kok masih ngompol.”

“Seharusnya Ibu yang ngomong kaya’ gitu, Han,” jawab ibu sambil tersenyum. “Kamu berdoa sebelum tidur tadi malam kan?” tanya ibu lagi.

“Sudah.”

“Ya sudah, gak pa-pa kok. Kan biasa masih kecil ngompol.”

“Tapi kan sudah kelas lima, Bu.”

“Yang sudah kelas lima siapa?”

“Reihan” jawab Reihan polos.

Lihat selengkapnya