Selang beberapa saat setelah Jason pergi, Julian mendapati mobil sang papa mulai memasuki area sekolah. Ia langsung berlari kecil menghampiri dan masuk ke dalam mobil.
“Papa!”
“Halo, Julian. Kamu apa kabar?”
“Kabar Julian baik, Pa. Papa sendiri gimana? Sehat-sehat saja ‘kan?”
“Bisa kamu lihat sendiri. Papa baik-baik saja.”
“Puji Tuhan.”
“Sekarang kita pulang? Ada barang yang ketinggalan nggak?”
“Langsung jalan aja, Pa. Semua barang aman. Barang berharga sudah Julian bawa semua. Di asrama hanya ada pakaian saja.”
“Oke, kita jalan sekarang ya? Pasti kamu sudah kangen banget sama rumah.”
“Kangen banget.”
Sekitar satu jam perjalanan, Julian dan Maxime tiba di kediaman mereka.
“Pa, Julian tiba-tiba kangen sama mama.”
“Hmm … mau ke makam mama?”
“Boleh, Pa. Kita ke sana sekarang ya?”
“Sebaiknya kita makan siang dulu, baru ke makam mama.”
“Ya, sudah. Kita makan siang, terus ke makam mama ya, Pa?”
“Iya, Julian.”
Mereka beranjak masuk, langsung menuju ruang makan. Di ruang makan sudah tersedia masakan buatan Bi Ami, asisten rumah tangga di rumah tersebut.
“Selamat datang kembali, Den Julian,” sambut Bi Ami dengan senyuman. “Den Julian apa kabar?” lanjut Bi Ami.
“Terima kasih, Bi. Kabar saya baik, Bi. Bibi sendiri apa kabar?”
“Alhamdulilah, kabar Bibi baik juga. Sekarang Den Julian dan Tuan makan ya? Bibi sudah masakin makanan spesial kesukaan kalian. Bibi permisi dulu ya, Den, Tuan.”
“Oke, Bi. Terima kasih.”
“Sama-sama, Tuan.”
Bi Ami beranjak pergi. Julian dan Maxime pun langsung mengambil posisi duduk dan memulai makan siang mereka. Sambil makan siang, mereka saling berbagi cerita.
“Kamu betah tinggal di sana?”
“Betah kok, Pa.”
“Syukurlah. Oh, iya dengar-dengar ada tiga teman sekelas kamu yang meninggal dunia. Apa benar?”
“Benar, Pa. Julian nggak nyangka mereka pergi dadakan seperti ini. Padahal kemarin-kemarin mereka terlihat sehat.”
“Ya, namanya umur kita nggak ada yang tahu, Jul. Kita lanjut makannya ya? Habis itu kita langsung ke makam.”
“Oke, Pa.”
Selesai makan siang, mereka langsung berangkat menuju Pemakaman Sriwijaya. Sepanjang perjalanan Julian lebih banyak diam, tatapannya kosong ke arah depan.
“Jul, kamu baik-baik saja?” tanya Maxime sedikit khawatir melihat putranya hanya diam saja sejak tadi.
“Julian, Julian.”
Tak lama, Julian tersadar.
“Papa manggil aku?”
“Iya, kamu baik-baik saja?”
“Aku baik-baik saja kok.”
“Yakin?”
“Yakin, Pa. Aku hanya sedikit kelelahan.”
“Oh, gitu. Ya, sudah kamu tidur saja dulu. Perjalanan kita masih lumayan jauh. Nanti kalau sudah sampai Papa bangunin.”