Peri putih dan berambut pirang itu menjentikkan jari. Seketika, cahaya kerlap-kerlip seperti kunang-kunang keluar dari sana. Di udara, cahaya itu membentuk bintang-bintang. Mereka bekerlap-kerlip, berjejer, membentuk gambar hati yang indah.
Peri itu bernama Elvira. Ia peri yang baik dan amat cantik. Kulit dan sayapnya bercahaya. Senyumnya menawan dan sangat ramah.
Ia meniup bintang-bintang itu ke jendela kamar anak-anak manusia. Ia yakin, pasti anak-anak akan senang menerimanya. Seperti malam-malam sebelumnya, bintang-bintang itu akan menembus mimpi mereka. Sehingga di mimpi anak-anak manusia, bintang-bintang akan menjadi teman bermain yang asyik. Bintang-bintang itu pandai bernyanyi dan menari. Peri Elvira-lah yang telah melatih mereka.
Meera adalah salah seorang anak yang mendapatkan kiriman bintang itu. Gadis cilik yang baru berusia sepuluh tahun itu sangat senang. Malam ini ia akan bermain dengan salah satu bintang dari negeri peri. Namanya Pisces.
Setelah berkenalan, bernyanyi, dan menari, mereka pun bermain petak umpet. Meera menjadi penjaganya.
Setelah menghitung mundur dari sepuluh, mula-mula Meera mencari Pisces di teras. Sebaliknya, di tempat persembunyiannya, diam-diam Pisces terkekeh melihat Meera yang agak kebingungan mencarinya.
“Duh, Pisces di mana, ya?” Meera terus mencari. Kali ini ia mencari teman bermainnya itu di ayunan. Ternyata Pisces tidak ada.
Meera pun lanjut mencari di taman. Meera berpikir, mungkin Pisces bersembunyi di balik lampu taman yang menyala terang di halaman rumahnya. Sebab, kalau Pisces bersembunyi di tempat yang gelap akan mudah bagi Meera menemukannya. Bintang itu bercahaya, begitu pikir cerdik Meera.
Namun, rupanya di taman pun, Pisces tidak ada. Lampu taman itu hanya dikelilingi beberapa ekor cecak yang mengintai nyamuk mangsaan.
Gadis cilik yang mengenakan kacamata itu mengerling. Setelahnya ia tersenyum lebar. Ya, gagasan baru sudah ditemukannya.
“Kena!” seru Meera girang. “Ayo turun, Meera sudah melihatmu,” lanjutnya, mendongak ke arah Pisces yang bersembunyi di balik awan tipis.
Pisces pun turun, memperkecil ukuran tubuhnya dan berdiri di atas telapak tangan Meera.
“Bagaimana kamu bisa tahu aku bersembunyi di sana?” tanyanya penasaran, menunjuk ke tempat persembunyiannya tadi.
Meera tersenyum lebar. “Meera ingat kata Mama.”
“Ingat kata mama? Memangnya mama kamu pernah bilang apa?”