Bintang untuk Andini

Dinar sen
Chapter #5

Kehawatiran ibu panti


Part 5


Membuat Andini menangis' Danu emosi pada Galang. "Lang! Kamu kalau bicara kira-kira! Andini masih berduka, kakaknya belum lama meninggal! Kenapa kamu buat Andini sedih lagi, hah!"


"Ya, aku kayak lihat Bintang, Nu! Tadi aku dari rumah sakit nebus obat buat ayah ku! Terus aku ingat kalung Bintang ada apa enggak? Makanya aku tanya sama Andini!"


Mendengar perdebatan Danu dan Galang, Andini memilih masuk ke dalam, ibu panti yang baru saja keluar untuk menemui Danu dan Galang' bertanya mengapa Andini menangis, Galang dengan segera' meminta maaf pada ibu panti, karena membuat Andini menangis.


Usai Galang meminta maaf, ibu panti pamit sejenak untuk menemui Andini di kamarnya.

Danu' yang tersulut emosi, menarik pundak Galang dari samping hingga galang menghadap pada Danu. "Heh! Gampang banget kamu minta maaf! Andini jadi berharap! Sudah jelas' Bintang meninggal! Kamu juga lihat sendiri! ngapain kamu pakek nanya Bintang?!"


"Ya enggak usah, tarik-tarik! Biasa saja dong! Emangnya kamu siapa, hah?! Aku lebih berhak Andini, kenapa kamu emosi?!" 

Galang berusaha melepas cengkraman tangan Danu dari pundak nya.


"Berhak apa?! Aku .... Oke! Kamu berhak itu terserah! Tapi yang jelas, kamu punya mulut di jaga, paham! Orang baru meninggal kemarin kamu tanyain dia masih hidup! Beg*, kamu!"


Danu menghardik sembari menunjuk wajah Galang.


"Loh! Berani banget kamu katain aku! Kamu cuma teman kerja Andini, kenapa sensi!"


Galang emosi tidak terima, kekesalannya pada Danu memuncak, hampir kepalan tangan melayang pada wajah Danu, namun' semua gagal ketika suami ibu panti datang dari bekerjanya. "Ngapain, kalian!" Teriaknya,


Galang dan Danu seketika menoleh terdiam.

Suami ibu panti berjalan mendekati Danu dan Galang dengan tatapan geram, "kalian, kenapa pada ribut di sini?! Apa otak kalian masih seperti anak kecil?! sehingga ada masalah, harus di selesaikan dengan berkelahi? Terlebih kamu, Galang! Kamu dari dulu' tidak pernah ada perubahan!"


Galang menghela nafas, melirik pada Danu' sementara Danu' tersenyum mengejek Galang.

Ibu panti bersama Andini keluar, mendengar keributan, "ada apa yah?" Tanya ibu panti pada suaminya.


"Ni lo bund, Galang' ribut sama teman Andini. Entah apa yang mereka ribut kan!" Kesal suami ibu panti.


"Ya ampun, kalian masih ribut dari tadi? Sudah, kalian ada perlu apa sebenarnya kesini?"


"Maaf, bund aku sebenarnya mau bicara dengan Andini!" Jawab Galang,


"Sama ibu, saya juga mau bicara dengan Andini' tapi waktu saya habis, karena saya harus berangkat bekerja. Saya minta maaf karena sudah membuat suasana tidak tenang."


"Sudah, kalian semua masuk' bicara di dalam' di luar tidak enak di lihat tetangga panti, nanti di sangka ada apa!"


Suami ibu panti menyela, menyuruh semua masuk ke dalam panti. Menuruti ucapan suami ibu panti, semua masuk' Danu' terpaksa izin telat masuk pada atasannya.

Bicara di ruang Tamu, Galang mengatakan tujuannya, mengajak Andini untuk pindah ke Jakarta.

Sebab' mama dan ayah Galang menginginkan Andini tinggal. Selain itu' Galang tidak dapat berlama-lama di bogor, ia harus segera kembali ke jakarta karena masa liburannya telah selesai.

Mendengar cerita Galang' Danu, yang duduk berdampingan dengan Galang merasa terkejut, mendengar Galang akan memboyong Andini ke Jakarta.

Sementara dirinya berharap dapat menyatakan perasaan nya pada Andini.


Giliran Danu bercerita, ibu Panti bertanya apa tujuan Danu datang ke panti! Danu terpaksa mengatakan ingin membawa Andini menemui atasannya, untuk menjelaskan mau meneruskan pekerjaannya atau tidak. 

Dengan alasan Danu' Andini akhirnya memilih ikut, untuk temui atasannya. Akan tetapi Galang tetap juga ikut untuk temani Andini. Adanya Galang' membuat Danu tidak merasa bebas dekat dengan Andini. 

Danu' datang tidak hanya untuk sampaikan pesan sang atasan, melainkan ingin juga menyampaikan perasaannya, tetapi keberadaan Galang' tidak membuat dirinya nyaman.


°°°°°


"Dimana aku, sulit sekali mulut ini untuk bicara' rasanya sakit, siapa mereka yang di sampingku?" 


Ferry melirik pada Yogi dan Anita, tubuhnya yang tidak berdaya' tidak bisa berkutik, ingin bicara namun ia masih merasakan sakit di lehernya, Ferry hanya bisa terdiam' walau rasa ingin sekali berkata.


"Ada apa Fer? Kamu menginginkan sesuatu? Kamu mau minum?" 


Lihat selengkapnya