Ferry terjatuh ke lantai, kesakitan akibat jatuhnya dan rasa sakit di kakinya yang masih dalam proses penyembuhan. Ketika dia berusaha untuk bangkit, Senalia tampak terkejut, bingung antara ingin membantu atau tetap bertahan di tempatnya.
“Ferry!” teriak Senalia, berusaha mendekat, tetapi Ferry mengangkat tangannya, meminta agar dia mundur.
“Jangan dekati aku!” teriaknya lagi, suaranya penuh emosi. Dia merasakan ketidakberdayaan dan kemarahan yang bercampur aduk.
Di luar, Anita yang mendengar keributan segera berlari ke kamar Ferry. Pintu yang terbuka sedikit memperlihatkan pemandangan Ferry yang terjatuh di lantai, sementara Senalia berdiri di sudut, tampak cemas.
“Mamah!” panggil Ferry, suaranya serak. “Tolong bantu aku.”
Anita segera masuk dan berlutut di sampingnya. “Ferry, kamu kenapa bisa terjatuh? Sini, mamah bantu. Mana Senalia?” katanya sambil meraih lengan Ferry dan membantunya untuk berdiri.
Senalia mengamati dengan rasa bersalah. “Aku tidak bermaksud membuatnya seperti ini,” ucapnya pelan.
“Ini semua terjadi karena kamu!” Ferry menggeram, berusaha berjalan meskipun langkahnya limbung. Semua yang terjadi membuatnya semakin bingung. Dia merasa terjebak di antara dua dunia,
dunia yang diinginkan Senalia dan dunia yang tak dikenalnya.
Anita membantu Ferry menuju tempat tidur, memastikan dia duduk dengan nyaman. “Cobalah untuk tenang, Ferry. Kita bicarakan baik-baik,” katanya, berusaha mengalihkan perhatian dari ketegangan yang ada.
Ferry mengangguk, tetapi matanya masih penuh kebingungan. “Suruh wanita itu pergi mah, Kepala ku rasanya sakit, Aku harus tahu apa yang terjadi. Kenapa semua ini terjadi? Siapa aku sebenarnya?” Ferry bicara tak karuan sembari ia memegang kepalanya yang terasa sakit.
Anita menyuruh Senalia untuk pulang demi ketenangan Ferry.
Senalia keluar, ia pergi. Sementara Anita bertanya pada Ferry penuh kehawatiran. “Kita akan hadapi ini bersama Ferry, kamu tenangin pikiran kamu. Apa yang sebenarnya terjadi dengan kalian?"
Ferry terus mengerang kesakitan, "mamah, jangan izinkan wanita itu masuk ke sini lagi! Aku tidak mau melihatnya!" Ucap Ferry sembari menahan sakit.
Anita hawatir, Yogi datang. “Ada apa ini?” tanya Yogi, melangkah cepat ke dalam kamar Ferry.
Anita, yang sudah duduk di samping Ferry berkata dengan penuh rasa cemas. "Mamah enggak tau pa, Ferry marah-marah dan mengusir calon tunangannya, padahal setahu mamah, ferry sangat mencintai Senalia."
Yogi berpikir. "ada sesuatu yang tidak beres, kenapa, Ferry bisa marah pada Senalia! Apa penyebab kecelakaan dia, adalah Senalia?“
Yogi menduga-duga, sementara Ferry tak perdulikan obrolan Anita dan Yogi di sampingnya, Ferry tetap merasa asing dengan dirinya, terlebih ia selalu terngiang teriakan wanita yang selalu memanggil kak Bintang. "Siapa aku! Arrgghh....!" Ferry tiba-tiba teriak tak terkontrol.
Anita dan Yogi saling pandang, rasa cemas. Lantas' keduanya menenangkan Ferry, berusaha meyakinkan bahwa dirinya benar Ferry.