Sebentar lagi perpustakaan akan memberhentikan para buku untuk dibaca, dan para tempat untuk diisi, pukul empat sore pintu harus sudah ditutup. Aku mengemas barang bawaanku, dan pergi ke cafetaria sebelum pulang. Aku membeli ice matcha latte dan duduk sebentar sambil menghabiskan minuman, juga berpikir bagaimana melanjutkan ceritaku.
Menurut kalian, saat hidup tak mempunyai banyak hal yang terjadi, apa layak hidup itu diceritakan? Selama sembilan tahun, hari demi hari, tak ada perubahan, monoton. Hidup hanya dipenuhi rasa sedih, takut, dan bahagia yang datang sesekali. Seperti tak ada kejadian yang cukup berarti untuk diceritakan.
Perjalananku dari kampus ke rumah memerlukan kurang lebih satu jam. Satu jam cukup panjang bukan? Cukup panjang karena membuatku harus menghabiskan waktu hanya dengan pikiranku sendiri. Kenapa banyak sekali hal yang terlintas. Pertanyaan-pertanyaan tentang hidup yang terus berputar.
Sesampainya di rumah, aku merebahkan diri di kasur dan menyalakan musik. Sebagai informasi, aku tak suka suasana hening, jadi aku selalu ditemani musik atau suara dari video atau film saat aku sendiri. Apa kalian tahu skylight atau rooflight, jendela atap atau atap kaca? Menurut internet, atap kaca adalah jendela yang memungkinkan cahaya masuk, biasanya terbuat dari kaca transparan atau tembus cahaya, yang membentuk seluruh atau sebagian ruang atap bangunan untuk tujuan pencahayaan alami dan ventilasi.
Di kamarku, aku mempunyai atap kaca, tetapi tidak mempunyai jendela. Cahaya langit juga cahaya bulan masuk melalui atap kaca. Saat siang hari aku bisa melihat langit sambil berbaring di tempat tidur melaluinya, dan saat malam hari aku bisa melihat bulan sambil berbaring di tempat tidur melaluinya. Sejujurnya aku tak menyukai kamarku yang tak mempunyai jendela. Tetapi jika dipikir lagi, aku mempunyai hal lain yang lebih indah. Atap kaca. Tempat tinggalku cukup padat penduduk, jadi walaupun ada jendela yang dapat kulihat adalah rumah lain. Tetapi karena yang kupunya adalah atap kaca, jadi yang dapat kulihat adalah langit, sungguh menyenangkan bukan?
Kamarku dipenuhi banyak barang, terlebih alat tulis. Juga terdapat tujuh lukisan yang kupajang juga satu lukisan yang masih belum mempunyai tempat. Semua lukisan itu, kulukis sendiri. Aku bukan pelukis, aku tak pandai menggambar. Tetapi aku menyukai warna, menyukai hal-hal indah. Lukisan pertamaku adalah seorang astronot yang sedang memegang senter dan mengarahkannya ke depan-atasnya. Jika kalian menyukai lukisan, mungkin tak akan asing dengan lukisan itu, ya, aku mencoba mengikuti lukisan orang lain. Lukisan pertamaku dibuat pada agustus tanggal tiga tahun dua ribu dua puluh satu. Aku mengabadikannya dengan video. Merekam tanganku yang dipenuhi cat akrilik, baju putihku yang terkena cat, alat-alat lukis dan cat yang berantakan, juga hasil lukisan. Sungguh menyenangkan. Menyukai sesuatu boleh dilakukan oleh siapa sajakan, bukan hanya untuk mereka yang berbakat.
Di kamarku juga ada sebuah gitar akustik berwarna coklat. Alat musik yang sudah kusukai sejak sekolah dasar—mungkin, aku tak ingat pasti sejak kapan menyukai gitar. Alat musik yang walau sudah delapan bulan menempati satu sudut di kamarku, belum pernah kupelajari dengan sungguh-sungguh, bahkan sekedar memetiknya pun jarang. Ada cerita yang dapat kuceritakan mengenai gitar ini, tentang alasan aku membelinya, tentang bagaimana ia menjadi alasan bertahan saat itu.
Sekitar delapan bulan yang lalu, aku kembali merasakan kesedihan yang mendalam. Lagi dan lagi, tanpa ada alasan yang pasti. Saat perjalanan pulang ke rumah dari kampus, rasa lelah akan hidup, rasa kosong, dan sedih, semua seakan bercampur menjadi satu dan menyebabkan duniaku seakan menjadi gelap. Aku seakan tak mempunyai alasan lagi untuk bertahan. Hingga di akhir perjalanan, sekitar lima hingga sepuluh menit sebelum tiba di rumah, aku melihat dua orang anak SMP yang dimana salah seorang anak membawa gitar akustik berwarna coklat di tangannya. Detik itu cahaya kecil muncul di duniaku. Cahaya itu mengambil rasa sedih, rasa kehilangan arah, dan semua rasa yang telah menelan cahayaku. Ia mengembalikan detakku.
--
Atap Kaca
Mereka menyebutnya atap kaca,
seperti jendela namun diletakkan di atap rumah.
Di tempat saya berada,