Setelah Bupati Arif Suud Utama resmi dinyatakan bersalah dan harus mendekam dalam penjara, maka Tri Sugriwo menjabat sebagai bupati.
“Akhirnya impian Kangmas Tri menjadi bupati terwujud,” gumam Jeng Atik, si istri yang turut sangat senang karena sebentar lagi dirinya akan menjabat sebagai istri bupati, perempuan nomor satu di kabupaten ini. Jeng Atik ingat ketika dia menjadi istri wakil bupati dan mendampingi Tumi Nur Azizah --si istri Bupati Arif Suud Utama--, dia merasa iri karena hanya istri bupati yang menjadi pusat perhatian. Oh, sekarang akulah pusat perhatian itu.
Setelah suaminya resmi menduduki jabatan bupati, maka Jeng Atik pun segera pindah ke rumah dinas bupati. Jeng Atik segera mengundang ajudannya untuk mengecat ulang seluruh bagian rumah, warna cat diganti warna kesukaannya. Jeng Atik segera mengusung mebel dan perabotan mahal ke rumah dinas, juga beberapa kucing kesukaannya. Jeng Atik juga segera menyuruh ajudan untuk menebang beberapa pohon mangga besar di halaman samping, di sana kemudian dibangun garasi baru untuk menampung mobil mewah koleksi Bupati Tri Sugriwo dan sang istri.
Dua hari setelah dilantik, Bupati Tri Sugriwo menanggap orkes “Terajana” di alun-alun kota sebagai rasa syukur. Bupati Tri Sugriwo yang ketika masa muda ingin menjadi penyanyi dangdut, malam itu menyanyi bersama si biduan. Iwak peyek, iwak peyek nasi jagung, sampek tuwek, sampek nenek,...tetap disanjung. Hoo hoo...hoo ooo.
Jeng Atik pun ikut menyawer. Sementara para pendukungnya, termasuk para pejabat model penjilat ikut bersorak-sorak senang seraya ngibing.
“Kalian makan, minum sepuasnya, aku yang traktir, “ janji si Bupati Tri Sugriwo. Para pendukungnya, termasuk pejabat bermuka dua pun bertempik sorak, mengelukan dan memuja si bupati baru.
***
Tentu ada alasan mengapa Bupati Tri Sugriwo merayakan hari jadi sebagai bupati. Tri Sugriwo sangat senang sekali, lebih senang sepuluh kali lipat dibanding tiga tahun silam saat dirinya resmi menjabat sebagai wakil bupati. Dia yang digandeng oleh Bupati Arif Suud untuk mencalonkan diri sebagai pemimpin daerah. Setelah empat kali Tri Sugriwo nyalon wakil bupati dan keempat-empatnya gagal total, saat itu akhirnya dirinya mendapat jabatan sebagai wakil bupati. Wakil bupati pada sebuah kota kecil tapi berpenghasilan besar.
Namun, setelah menjabat sebagai wakil bupati, Sugriwo merasa tidak puas. Kota ini layaknya yang memimpin adalah aku, seorang yang berpendidikan tinggi. Doktor. Bukan si Bupati Arif Suud Utama yang hanya lulusan pondok pesantren dan sebuah universitas swasta. Si Bupati Tua yang terpilih hanya karena masyarakat fanatik, dan kebetulan dia terlahir di kota ini.
Tri Sugriwo mengepulkan rokoknya. Di kantor ini ada larangan merokok, tapi dia tak peduli. Lagian siapa yang akan berani melarangnya? Siapa yang berani melarang wakil bupati yang sebentar lagi akan menjadi bupati.
Pintu diketuk. Seorang staf masuk dan memberi laporan yang harus ditanda tangani oleh Bupati Arif Suud.
Tri Sugriwo mengumpat dalam hati. Bupati Arif Suud sedang menjalani masa penyidikan karena kasus korupsi, mengapa sih dia tidak segera dinonaktifkan? Mengapa juga si Bupati Tua tidak tahu malu. Seharusnya dia mengundurkan diri.
“Bupati Suud sudah tidak di ruangan ini, “ jelas Sugriwo. “Kau pegawai baru ya?”
“Iya, Pak. Saya honorer baru. Maafkan saya. Saya tadi disuruh kawan saya mendatangi ruangan ini.”
“Tidak apa. Pasti kamu dikerjain sama teman kamu. Kamu antar berkasmu ke rumah dinas Bupati Suud.”
“Terima kasih, Pak. Saya permisi.”
Si pegawai honorer berlalu. Tri Sugriwo mengepulkan rokoknya kuat-kuat. Bupati Tua sepertinya membuat jarak dengan dirinya. Apalagi sejak beberapa bulan lalu kasus korupsinya mulai terkuak dan tengah diselidiki pihak KPK. Tri Sugriwo pun semakin memanfaatkan kesempatan, orang-orang suruhannya semakin kuat mengembuskan kasus yang menimpa Bupati Arif Suud.
***
Sementara sejak kasusnya terungkap, Bupati Arif Suud Utama memilih tidak berkantor di kantor bupati, tapi malah di sebuah ruang rumah dinas, yang disulapnya sebagai kantor. Sementara, Tri Sugriwo yang wakil bupati malah menduduki kantor bupati Sebentar lagi kantor ini milikku, gumam Tri Sugriwo. Sebentar lagi orang-orang yang berada di kantor ini tunduk padaku. Tri Sugriwo telah menanam orang-orang kepercayaan, dari jajaran pusat hingga kabupaten ini. Dia sangat yakin cita-citanya sebagai bupati akan terwujud.
Telepon genggam berdering.
“Selamat siang. Halo, Bapak Sug....”
“Ya. Bagaimana hasilmu penelitian dan penyelidikanmu.”
“Saya, maksud saya tim, sudah menemukan rencana. Kita sudah mendapatkan bukti-bukti yang bisa segera menyeretnya ke penjara.”
“Segera mainkan.”
“Bapak ingin waktunya kapan?”
“Secepatnya.”
“Siap, Bapak. Nanti kami menghubungi Bapak lagi.”