Biografi Koruptor

Kartika Catur Pelita
Chapter #3

Chapter #3 BAB TIGA

“Kabar apa? Abi sakit, kurang enak badan? Kalau sakit izin pulang dulu. Nanti aku kerok. Abi sih semalam bergadang, sudah dibilang balungan tua.”

“KPK, Dik!”

“Ada apa, Bi?”

“Ada orang-orang KPK datang dari Jakarta. Mereka sedang memeriksa ruanganku!”

“Ada apa mereka tiba-tiba datang, Bi?!”

“Justru aku tidak tahu, Dik. Mereka tiba-tiba menerobos ruanganku dan memeriksa semua barang di sana!”

“Abi yang tenang, ya. Abi berdoa.”

Sekitar lima jam petugas KPK memeriksa ruangan bupati. Selama ruangannya diperiksa bupati memilih duduk di sofa ruang tamu ditemani asistennya. Sementara kejadian ini sudah menyebar di seluruh penjuru kantor. Antek-antek Tri Sugriwo segera melaporkan pada bosnya berita yang mengagetkan di siang yang terik itu.

Wakil Bupati Tri Sugriwo terbahak-bahak, sementara dua perempuan masih asyik menggelendot di lengannya. Tri Sugriwo membiarkan perempuan itu melanjutkan aksinya, sementara dia masih terus menerima telepon.

“Kalian awasi saja, apa yang terjadi si sana, nanti laporkan pada saya.”

“Baik, Bos.”

“Jangan lupa peristiwa itu difoto, dan dicatat.”

“Baik, Bos.”

“Oya, bagaimana keadaan bupatimu?’

“Bupati terlihat cemas, gelisah, dan....”

“Sekarang si Bupati Tua berada di mana?”

“Di ruangan tamu, dia duduk di sofa.”

“Kau ambil fotonya dan kirimkan pada saya.”

“Baik, Bos.”

Si antek-antek segera menyuruh temannya untuk pura-pura mengantarkan minuman dan kemudian diam-diam memfoto si Bupati Arif Suud yang terlihat sangat cemas. Sementara Tri Sugriwo tersenyum puas dan menggumam, “Sesuai rencana. Terima kasih, Kangmas Dika.”

                                                          ***

Dwi Sandika, seorang pejabat tinggi di Jakarta merupakan kakak kandung Tri Sugriwo. Sejak kecil mereka ditinggalkan oleh ayah mereka. Mereka dibesarkan oleh ibu yang seorang penjual pecel. Berkat ketekunan mereka bisa bersekolah, kuliah dan akhirnya memiliki jabatan.

Dwi Sandika yang cerdas, dan bernasib baik, berkat kecerdasan, pertolongan orang dalam bisa menjadi pejabat pemerintah dengan jabatan tinggi di Jakarta. Sementara Tri Sugriwo yang memilih bekerja sebagai pemborong, memiliki aset yang mumpuni untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPR. Setelah menduduki jabatan sebagai ketua DPR, dia ingin menjadi seorang bupati. Beberapa kali dia nyalon dan gagal. Belajar dari pengalaman dia semakin bergiat dan mencari cara agar cita-citanya terwujud. Berkat nasihat dari sang kakak, akhirnya Tri Sugriwo pun berpindah ke sebuah kabupaten di pantai utara Pulau Jawa.

“Untuk memimpin sebuah daerah, kau harus bertempat tinggal di daerah tersebut. Kau harus bergaul dengan penduduk sekitar. Dan menyelami kehidupan mereka. Kau harus tahu kehidupan mereka saban harinya, apa yang dilakukan mereka, apa kesukaan mereka, kau harus paham apa yang dicari mereka, bagaimana cara mereka bergaul, bagaimana cara mereka memandang hidup.”

“Memandang hidup?”

“Bagi rakyat kecil hidup hanyalah upaya untuk memenuhi sandang, pangan, papan. Ketika mereka telah terpenuhi mereka sudah nrima, tidak mempunyai keinginan yang lain. Kau harus masuk ke golongan orang-orang seperti ini. Dulu kau tidak berminat menjadi pejabat sepertiku. Sekarang kau berubah pikiran. Aku maklum dan tahu persis ini pasti ada hubungan dengan bisnismu. Orang-orang yang sibuk setiap hari bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup sehingga mereka tidak memiliki keinginan untuk memimpin sepertimu.”

Lihat selengkapnya