Canister, cangkang gulungan film terduduk nyaman terikat di belakang bocengan sepeda. Sudah berapa jauh jaraknya canister itu sejak tadi hanya duduk terdiam di belakang boncengan sepeda dan sepasang pedalnya tidak merasa lelah berputar kebelakang-kedepan di kayuh dua kaki mengajak dua roda bannya terus berjalan tanpa henti.
Selalu melempar senyuman, selalu tersenyum seraya hatinya berdecak kagum. Lelaki berperawakan kuris, berambut ikal pendek tidak merasa lelah, walau peluh terkadang bermain pada dahinya sedikit berkerinyit. Begitu lincahnya, dua tangannya mengendalikan stang sepeda terkafang berbelok kiri-kanan masuk gang sempit dan keluar gang sempit di sertai dua kakiknya masih tidak lelah mengayuh pedal sepeda semakin berjalan cepat.
Sepeda itu mulai berjalan di tengah keramaian pasar, lincah dan sepertinya sudah mengetahui medan jalan itu. Walau banyak keramaian orang berjalan menyesaki setiap sudut jalan, tapi sepeda itu tidak menabrak. Ia mengumbar senyuman sesambil sejenak jemari kanannya melepaskan stang dan melambaikan tangan pada pedagang yang berada di tepian pinggiran jalan depan pertokoan.
"Cit, film baru?" __ "Iya ... Nonton ntar ya ..."
Salah satu pedagang buah meneriaki lelaki yang masih mengayuh pedal sepeda sambil sekali menjawab.
Pasar siang itu semakin ramai, semakin rata setiap pedagang mendapatkan berkah dan rejeki keuntungan dari pembeli. Begitupun langit kian terasa tersenyum terik dengan tidak inginnya paparan sinar matahari di terhalangi serpihan awan-awan kelabu.
"Ocid! Film BF?!" __ "BF! Makanya, dagangan loe sepi. Pikiran loe kotor aja si!"
Sahut kelakar lelaki pengayuh pedal sepeda, ia menjawab menoleh pada salah satu pedagang pakaian di tepian jalan. "Minggir! Minggir ...!!!" __ "Bledug!" tanpa di sadari, ban depan sepeda menabrak bemper belakang mobil.
"Gawat nih? Bapak ngapaian berhenti disini?! Udah tahu ini jalanan, nih mobil berhenti di sini?" panik dan bingung, bemper belakang mobil melesek kedalam di tabrak ban depan sepeda, untung saja pemilik mobilnya tidak tahu.
"Kamu tidak lihat?! Tuh, mobil cina! Nabrak mobil saya. Dia, yang tidak berhati-hati " perutnya kelihatan buncit, mulutnya seperti makan cabai jawa merah dan menuding wanita setengah baya hanya terdiam berdiri persis di samping mobilnya.
Lelaki bertubuh gembuk sudah turun dari mobil, menahan kesal dari tadi melihat bemper depan mobilnya melesek penyok. "Pak, mobil saya berhenti, karena di depan lampu merah. Saya ikut aturan rambu-rambu lalu lintas. Bapak yang tidak berhat-hati dan tidak mematuhi rambu lalu-lintas," sangkal wanita setengah baya rasa ingin mengalah saja. "Bapak mau ganti rugi?" masih kurang puas wanita setengah, tapi jelas dua matanya sipit kecil seraya menahan sabar.
"Jangan Ci! Nih modus! Jelas-jelas Bapak ini yang salah. Dia aja yang ngak hati-hati. Sudah Ci jalan sana, lampunya sudah hijau. Mulut Bapak ngak sekolah? Pasti sekolahan Bapak di pohon jengkol ya? Cina! Cina aja, kalau manggil-manggil orang!"
Kembali berjalan mobil yang tadinya sempat macet di belakang mobil, untung saja pemilik mobil itu tidak tahu jika bemper belakangnya melesek kedalam di tabrak sepeda. Andai ia tahu, tentu lagi-lagi lelaki bertubuh gemuk, pemilik mobil tidak mau tahu harus minta di ganti.
Lampu sudah hijau, wanita setengah baya duduk di balik kemudi setir mobil. Ia tersenyum melirik kaca spion mobil bagian sisi kanan dan mobil kembali berjalan.
"Bapak hidup disini ngak sendiri! Jangan karena dia bukan pribumi, lantas Bapak manggil-manggil dia cina! Bapak hidup disini. Disini, Indonesia! Bapak, tahukan banyak adat, suku, ras ragam dan budayanya. Sudah sono, jangan bengong aja. Macet tuh!" menarik napas dalam-dalam agar perut buncitnya kempes sedikit bisa duduk lagi di belakang kemudi setir mobil tidak lama kemudian mobil kembali berjalan.
Lelaki perut buncit menatap sinis Ocit sedang mengencengkan ikatan agar canister tidak jatuh. "Jalan cepatan! Mau gulungan film ini ngelilit leher loe!" tidak suka Ocit saat lelaki berpeut buncit itu menatapnya sinis.
"Ocit-Ocit, mulut loe kalau lagi marah-marah emang ada benarnya juga," ledek pedagang baju.