Bipolar Buddha

Kirana Aisyah
Chapter #19

Harisma

Setelah beberapa minggu tinggal di Oxford, Aisha mulai menyadari betapa berbedanya lingkungan akademis di Inggris dibandingkan dengan di Indonesia. Di sini, dia merasa diterima apa adanya. Tidak ada ejekan atau hinaan yang pernah membuatnya takut untuk menjadi diri sendiri. Lingkungan di Oxford sangat mendukung, baik dari segi akademis maupun sosial. Para dosen memperlakukan mahasiswa dengan rasa hormat, dan teman-teman sekelasnya selalu siap membantu satu sama lain. Aisha tidak hanya merasa dihargai, tetapi juga merasa dirinya berkembang menjadi individu yang lebih baik.

Di antara banyak teman baru yang Aisha temui, ada satu orang yang menjadi sangat berarti baginya—Eman, seorang pemuda dari Sudan. Eman adalah mahasiswa berusia 18 tahun yang juga mendapatkan beasiswa untuk belajar di Oxford. Sama seperti Aisha, dia datang dari latar belakang yang sederhana dan harus berjuang keras untuk bisa sampai ke sini. Perjuangan mereka yang serupa membuat mereka cepat akrab, dan pertemanan mereka pun berkembang dengan alami.

Eman adalah seorang muslim yang taat, dan keyakinannya terlihat dari cara dia menjalani kehidupannya sehari-hari. Di sela-sela kesibukannya dengan tugas-tugas kuliah, Eman selalu menyempatkan diri untuk menjalankan ibadah dengan disiplin. Dia sering terlihat membawa tasbih di tangannya, berdoa di tempat yang tenang di kampus, atau menghadiri kegiatan keagamaan yang diadakan oleh organisasi-organisasi Islam di Oxford.

Suatu hari, setelah selesai menghadiri kelas bersama, Eman mengajak Aisha untuk duduk di salah satu taman yang terletak di sekitar kampus. Matahari musim gugur yang hangat menyinari mereka, menciptakan suasana yang nyaman untuk berbicara.

“Aisha, apa kamu tahu tentang Harisma?” tanya Eman sambil menyesap kopi hangatnya.

Aisha menggeleng. “Belum, itu apa?”

“Harisma itu organisasi mahasiswa Islam di Oxford. Mereka sering mengadakan kegiatan seperti kajian, diskusi, dan acara sosial. Aku suka ikut acara mereka, soalnya bisa bikin aku tetap terhubung sama agama, apalagi di tempat yang jauh dari rumah seperti ini.”

Aisha terdiam sejenak, merenungkan ajakan Eman. Sejak tiba di Oxford, dia memang merasakan ada yang kurang dalam kehidupannya. Di Indonesia, meskipun terkadang berat, Aisha selalu memiliki ibunya yang mengingatkannya untuk beribadah. Namun, di sini, dengan segala kesibukan kuliah dan kehidupan baru yang menantang, Aisha mulai jarang sholat dan merasa agak jauh dari agama.

Lihat selengkapnya