Setelah mengenakan hijab dan memperdalam pemahaman agamanya, Aisha merasa dirinya semakin terhubung dengan Islam. Dia mulai merasakan semangat baru dalam menjalani kehidupannya sebagai seorang muslimah, dan kebahagiaan itu mengalir dalam setiap tindakan dan keputusannya. Namun, seiring dengan perjalanan spiritualnya yang semakin dalam, Aisha mulai terpengaruh oleh ceramah-ceramah yang lebih ekstrem, termasuk dari sosok yang sangat ia kagumi—Zakir Naik.
Setiap malam, Aisha meluangkan waktu untuk menonton video-video ceramah Zakir Naik. Dia merasa takjub dengan pengetahuan Zakir Naik tentang Al-Qur'an, sains, dan bagaimana ia mampu menjawab berbagai pertanyaan sulit dari orang-orang yang mempertanyakan Islam. Dalam setiap ceramahnya, Zakir Naik berbicara dengan penuh keyakinan dan ketegasan, terutama dalam masalah-masalah yang menurutnya sudah jelas di dalam Islam. Salah satu ceramah yang paling mempengaruhi Aisha adalah tentang larangan mengucapkan selamat natal atau ikut serta dalam perayaan agama lain.
"Sebagai seorang muslim, mengucapkan selamat natal atau ikut serta dalam perayaan agama lain adalah haram. Ini bukan hanya soal kesopanan, tetapi tentang menjaga aqidah kita agar tetap murni," tegas Zakir Naik dalam salah satu ceramahnya yang ditonton Aisha.
Aisha terdiam setelah mendengar pernyataan itu, merenung dalam-dalam. Selama ini, dia tumbuh di lingkungan yang multikultural, di mana menghormati keyakinan orang lain adalah hal yang biasa. Dia selalu mengucapkan selamat natal kepada teman-teman Kristen atau ikut serta dalam perayaan-perayaan agama lain sebagai bentuk toleransi. Namun, sekarang, setelah mendengar ceramah Zakir Naik, Aisha merasa bahwa semua yang dia lakukan dulu adalah sebuah kesalahan.
Keyakinan Aisha semakin menguat. Dia mulai menolak segala bentuk perayaan yang tidak berhubungan dengan Islam. Dia juga menolak mengucapkan selamat natal kepada teman-teman Kristennya di Oxford, sesuatu yang menjadi tradisi umum di antara mahasiswa. Teman-temannya, yang mengenal Aisha sebagai pribadi yang ramah dan penuh toleransi, merasa heran dengan perubahan ini.
Salah satu teman Kristennya, Sarah, mendekati Aisha di perpustakaan suatu hari. Sarah adalah seorang gadis Inggris yang selalu bersikap baik pada Aisha. Mereka sering belajar bersama, saling membantu dengan materi kuliah.
"Aisha, aku tahu kamu seorang muslim yang taat, dan aku menghormati itu," kata Sarah dengan hati-hati. "Tapi aku sedikit terkejut ketika kamu tidak membalas ucapan selamat natal dariku. Aku tidak bermaksud memaksamu untuk ikut merayakan, tapi aku hanya ingin tahu alasannya."
Aisha merasa jantungnya berdegup kencang. Dia merasa bersalah, namun dia juga yakin akan keputusannya. "Sarah, aku mohon maaf jika itu membuatmu tidak nyaman. Aku tidak bermaksud buruk, tapi setelah mempelajari lebih dalam tentang Islam, aku memahami bahwa mengucapkan selamat natal tidak sejalan dengan keyakinanku. Aku harus menjaga keimananku dengan cara ini."