Setelah menerima diagnosis dari Dr. Moore, Aisha merasa seolah-olah dunianya berubah. Meskipun ia menolak menggunakan obat-obatan, Aisha tidak bisa mengabaikan dorongan dalam dirinya untuk mencari tahu lebih banyak tentang kondisi yang baru saja diberitahukan kepadanya. Mungkin ini adalah bagian dari dirinya yang selalu ingin memahami segala sesuatu secara mendalam, atau mungkin ini adalah ketakutan yang perlahan merayap masuk, menuntut jawaban atas segala pertanyaan yang muncul di benaknya.
Setiap malam, setelah kembali dari kuliah, Aisha menenggelamkan diri dalam artikel-artikel dan buku-buku tentang bipolar disorder. Dia menemukan bahwa bipolar bukan sekadar tentang perubahan suasana hati yang ekstrem, tetapi juga tentang bagaimana pikiran dan perasaannya berperang satu sama lain, menciptakan badai yang tidak mudah dijinakkan. Semakin banyak dia membaca, semakin dia menyadari bahwa ini adalah sesuatu yang ia alami, meskipun sulit untuk diakui.
Di tengah pencariannya, Aisha menemukan komunitas online yang disebut "Bipolar Care Inggris," sebuah kelompok dukungan untuk orang-orang yang hidup dengan gangguan bipolar. Dengan sedikit keraguan, Aisha memutuskan untuk bergabung dengan komunitas tersebut. Dia merasa bahwa berbicara dengan orang-orang yang mengalami hal serupa mungkin bisa membantunya memahami dan menerima kondisi ini dengan lebih baik.
Pertemuan pertama di komunitas itu terjadi di sebuah pusat komunitas kecil di pinggiran kota. Aisha merasa gugup saat memasuki ruangan yang dipenuhi oleh orang-orang yang tampak biasa saja, tetapi ia tahu bahwa di balik wajah-wajah tenang itu, ada perjuangan yang serupa dengan yang ia alami.
Saat sesi dimulai, para anggota komunitas mulai berbagi cerita mereka satu per satu. Beberapa orang bercerita tentang perasaan putus asa yang mendalam, tentang hari-hari di mana mereka merasa tidak sanggup bangun dari tempat tidur. Yang lain berbicara tentang momen-momen euforia yang mengangkat mereka ke puncak kegembiraan, hanya untuk dijatuhkan kembali ke dalam kegelapan beberapa saat kemudian. Aisha mendengarkan dengan seksama, merasa bahwa setiap kata yang diucapkan orang-orang ini menyentuh sesuatu yang sangat akrab di dalam dirinya.
Kemudian, giliran seorang pria muda dengan rambut gelap ikal yang rapi dan sorot mata yang tenang. Dia memperkenalkan dirinya sebagai Pablo, seorang mahasiswa asal Spanyol yang telah didiagnosis dengan bipolar beberapa tahun lalu.
"Saat pertama kali didiagnosis, aku merasa seperti dunia runtuh di sekitarku," kata Pablo dengan suara yang lembut tapi jelas. "Aku tidak tahu bagaimana harus menjalani hidup setelah itu. Tapi perlahan, aku menemukan cara untuk berdamai dengan diriku sendiri. Salah satu hal yang sangat membantuku adalah meditasi Zen."
Aisha terkejut mendengar kata-kata itu. Dia pernah mendengar tentang meditasi, tapi tidak pernah mengira bahwa seseorang dengan kondisi seperti bipolar bisa menemukan ketenangan dalam sesuatu yang tampak sederhana seperti meditasi. Ketertarikannya pada Pablo semakin besar seiring dengan ceritanya.
"Zen mengajarkanku untuk menerima momen sekarang apa adanya," lanjut Pablo. "Tidak ada yang harus ditolak, dan tidak ada yang harus dipegang terlalu erat. Saat aku duduk untuk bermeditasi, aku belajar untuk menerima segala perasaan dan pikiran yang muncul, tanpa menghakimi atau mencoba mengubahnya."
Aisha terpesona. Bagaimana mungkin seseorang bisa menemukan kedamaian dalam kondisi yang begitu kacau? Dia merasa ada sesuatu yang dalam dan menenangkan dalam cara Pablo berbicara, seolah-olah dia telah menemukan kunci untuk menjalani kehidupan dengan bipolar.
Setelah pertemuan selesai, Aisha merasa terdorong untuk mendekati Pablo. Dia berjalan ke arahnya dengan hati-hati, masih merasa sedikit gugup, tetapi ada dorongan kuat di dalam dirinya untuk mengetahui lebih banyak.
"Pablo, aku Aisha," katanya dengan suara lembut saat dia mencapai tempat Pablo berdiri. "Aku ingin mengucapkan terima kasih karena sudah berbagi ceritamu. Apa yang kamu katakan tentang meditasi Zen... itu sangat menarik bagiku."