Aisha duduk di tepi ranjangnya, pandangannya terpaku pada jendela yang memperlihatkan langit pagi Oxford yang kelabu. Di luar, dunia tampak tenang, tapi di dalam dirinya, badai berkecamuk tanpa henti. Hubungannya dengan Pablo telah berkembang lebih dalam dari yang ia bayangkan, tetapi semakin dalam perasaan itu, semakin kuat konflik batin yang ia rasakan.
Sudah berbulan-bulan Aisha berusaha menekan perasaan ini, mengalihkan perhatian dengan kuliah, meditasi, dan doa. Namun, setiap kali dia bersama Pablo, rasa bahagia dan ketenangan yang dirasakannya selalu diikuti oleh gelombang kegelisahan. Pertanyaan besar tentang masa depan mereka menghantui setiap langkahnya—bagaimana mungkin ia bisa bersama seseorang yang begitu berbeda secara agama?
Sebagai seorang Muslimah, Aisha tahu bahwa dalam Islam, seorang perempuan diwajibkan menikah dengan sesama Muslim. Namun, Pablo adalah seorang Buddhis yang teguh dalam keyakinannya. Bukan sekadar teman biasa, Pablo telah menjadi pelipur lara di saat-saat sulit, tempatnya berlabuh ketika dunia terasa terlalu berat.
Tetapi perasaan yang semakin berkembang ini tidak bisa terus ia abaikan. Meskipun Aisha tidak pernah mengungkapkannya secara langsung, ia tahu bahwa perasaannya untuk Pablo bukan lagi sekadar pertemanan. Dan hari ini, dia memutuskan untuk berbicara dengan Pablo, meski dia sendiri tidak tahu bagaimana percakapan itu akan berakhir.
Dengan berat hati, Aisha mengirim pesan singkat kepada Pablo, meminta untuk bertemu di taman tempat mereka biasa bermeditasi. Ketika pesan itu terkirim, Aisha merasakan hatinya semakin berat, penuh dengan rasa takut akan apa yang mungkin terjadi.
Pagi itu, Aisha berjalan ke taman dengan langkah yang lambat. Udara musim gugur yang sejuk menusuk kulitnya, namun tidak bisa mengusir kegelisahan yang menggelayuti hatinya. Saat dia tiba di taman, dia melihat Pablo sudah duduk di bawah pohon besar, seperti biasa, menunggunya dengan tenang.
"Pagi, Aisha," sapa Pablo dengan senyum hangat. Namun, kali ini, senyuman itu tidak mampu menenangkan badai yang berkecamuk di dalam hati Aisha.
"Pagi, Pablo," balas Aisha pelan sambil duduk di sampingnya. Mereka berdua duduk dalam keheningan untuk beberapa saat, menikmati angin yang lembut dan suara dedaunan yang berbisik. Namun, Aisha tahu bahwa percakapan yang harus mereka lakukan tidak bisa dihindari lebih lama lagi.
Pablo menatapnya dengan pandangan yang tenang namun penuh perhatian. Dia merasakan ada sesuatu yang berbeda dengan Aisha hari ini. "Ada apa, Aisha?" tanyanya, suaranya lembut namun serius.
Aisha menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri. "Pablo, ada sesuatu yang sudah lama aku pikirkan," katanya akhirnya. "Tentang... kita."