Aisha menyalakan lilin di sudut kamarnya, cahayanya yang lembut memantulkan bayangan tenang di dinding. Ia merapikan tikar kecil di lantai, tempat yang biasa ia gunakan untuk bermeditasi, lalu duduk bersila di atasnya. Matanya terpejam perlahan, membiarkan kegelapan yang tenang menutup pandangannya dari dunia luar. Suara napasnya pelan dan teratur, seirama dengan detak jantung yang mulai melambat.
Di dalam kepalanya, sebuah pertanyaan mulai muncul, berputar di antara kesadarannya yang perlahan memudar: "Apa suara dari satu tangan bertepuk?"
Pertanyaan itu, sebuah Zen Koan, menggema lembut, namun membawa beban yang sulit dijelaskan. Aisha sudah mendengar pertanyaan itu berulang kali dalam meditasinya selama beberapa minggu terakhir. Tapi malam ini terasa berbeda—pertanyaan itu seperti memanggilnya lebih dalam, mendorongnya untuk melepas semua batasan logika yang biasa ia gunakan untuk memahami dunia.
"Apa suara dari satu tangan bertepuk?"