Tak terasa sudah dua minggu aku rutin menaiki bis ini. Benar saja, uang jajanku kini tersisa begitu banyak. Hari ini seperti biasa, aku menunggu bus hantu lewat. Dan seperti rutinitas biasa, ketika bis itu datang, suara teriakkan Timmy selalu menyapaku. Saat itu aku naik dengan tenangnya, dan bersenda gurau denganya di kursi belakang seperti biasa. Ya seperti biasa, begitu yang aku kira.
Ketika kami hampir sampai di halte rumahku, bis itu tiba-tiba berhenti. Aku -yang sudah pindah duduk di kursi dekat pintu karena akan turun beberapa saat lagi- kaget ketika supir tengkorak itu menghentikan laju bisnya mendadak. Aku lalu mengucapkan salam pada Timmy, dan hendak turun disitu, karena menurutku halte rumah dapat kulihat, dengan berjalan sedikit pasti sudah sampai. Ketika aku hendak turun, tiba-tiba suara mesin bis berbunyi begitu keras. Hantu kakek bernanah itu tiba-tiba muncul di belakangku dan menggengam erat tanganku, melarangku untuk turun. Kakek itu menatapku dengan tajam, aku dibuat bingung. Namun saat itu juga, seseorang menarik bajuku dari luar bis, dan membuatku melompat keluar dari bis. Aku jatuh terguling di aspal.
Kepalaku pusing, pandanganku sedikit berguncang, namun aku bisa melihat jelas bis itu melaju kencang meninggalkanku. Tidak seperti biasanya, yang tiba-tiba menghilang, kali ini bis hantu itu masih dapat kulihat dari kejauhan. Kemudian aku bangkit dan berusaha mencari tahu siapa yang menjatuhkanku tadi.
"Nak Citra."
"NENEK!!" Aku terkejut setengah mati. Nenek penghuni rumahku, berdiri di hadapanku.
"Nak Citra kenapa disini" ucapnya lirih sambil memegang kedua tanganku.
Aneh, biasanya aku tidak bisa menyentuhnya, kali ini dia dengan mudah menyentuh tanganku. Tanganya terasa begitu dingin. Tidak hanya itu, ini pertama kalinya ia berbicara denganku, bahkan dengan lancar sekali. Namun aku masih terpaku bingung, aku tidak dapat membalas kata-katanya.
"Nak Citra kenapa naik bis itu..."
"Nenek tau tentang bis itu?"
"Iya nak... itu bis hantu, Nak Citra pasti tahu, tapi kenapa masih naik?" ucapnya dengan nada sedih.
"Memangnya kenapa nek?"