"Aku mau curhat nih, Kak. Biasanya setiap hari kakak selalu nunggu aku buat cerita, tapi kok selama seminggu ini, kakak cuek sih," kesal Rea. Dia berpikir jika kakaknya sudah tidak peduli lagi dengan dirinya.
"Bukan gitu, kemarin kakak banyak banget aktivitas, jadi belum sempat tanya ada cerita apa selama itu, tapi kalo boleh jujur kakak kangen sama semua cerita kamu," jeda. "Malahan selalu penasaran ada cerita apa hari ini tentang kamu."
Rea masih saja terdiam, rasa kesalnya masih belum mereda, tapi bukan kakak kesayangan namanya jika Cashel tidak bisa membuat mood balik dan mulai menceritakan hal apa yang sebelumnya ingin dia sampaikan.
"Ada cowok yang deketin gue kak, menurut kakak gimana? Gue tanggepin apa jangan," jelas Rea dengan suara pelan. Sepertinya dia sedikit malu untuk mengatakan hal tersebut.
Mendengar penjelasan dari adiknya itu, Cashel justru tertawa karena tidak menyangka jika Rea akan bercerita tentang kisah asmaranya.
"Kamu masih kelas 10 udah ngomongin cowok aja, sih, Re. Tapi nggak papa, saranku ladenin aja ntar kalo dia udah baper, baru deh tinggalin," ujar Cashel enteng.
Rea menarik napas panjang, ada perasaan menyesal karena dia sudah bercerita hari ini, tapi kenyataannya dia justru mendapat tanggapan jauh di luar ekspektasi, padahal dia sudah cukup lama menunggu Cashel pulang.
"Kalo ngasih saran yang bener sedikit, Kak. Nyesel gue ih udah nunggu lo pulang," protes Rea merajuk.
Sudah menjadi kebiasaan Cashel membuat adiknya kesal, padahal sebenarnya dia hanya ingin bercanda, dan saran yang dia katakan tadi memang tidak serius.
"Gue bercanda tadi Re—"
"Jadi gimana, Kak?" Tanyanya seperti orang yang tidak sabar.
"Saran gue, lo coba bersikap ramah aja ke dia, biar lo bisa punya banyak temen kayak gue," jawab Cashel bangga. "Semakin banyak relasi, semakin mempermudah hidup kita ke depan."
Rea mengangguk, mendengarkan ucapan kakaknya itu dengan perasaan lega. "Oke deh, Kak. Gue ikutin kata-kata lo."
"Bagus."
"Gue mau cerita satu lagi, Jangan pergi dulu," cegah Tes karena melihat Cashel seperti ingin beranjak ke dalam kamar.
Cowok itu menghela napas. "Apa lagi?"
"Ada satu temen deket gue yang sikapnya sekarang berubah, Kak. Gue ngerasain banget perbedaannya," ucap Rea dengan suara pelan, ekspresinya berubah jadi sedih.
" Oh, biarin aja. Nggak usah terlalu pikirin, mungkin dia lagi butuh waktu sendiri atau emang dia ada masalah," balas Cashel enteng. Dia memang termasuk tipe orang yang tidak mau ribet, apalagi mempersulit keadaan atau situasi di luar kehendaknya.
"Tapi kak, nggak biasanya dia begitu."
"Kenapa lo jadi keliatan panik banget, sih?" Tanya Cashel heran. Dia malah sedikit risih dengan tingkah adiknya itu.
"Masalahnya kalau temen gue yang satu ini sedih nggak bakal ada yang bisa kasih gue hiburan. Nanti nggak ada lagi yang bisa ngilangin rasa bosen gue, Kak."
Cashel menaikkan sebelah alisnya, "Lo kan bisa cerita ke gue."
"Ah, kalau yang itu—"