Saat berada di perjalanan, Aneska sempat bertanya rahasia apa yang bisa membuat Cashel bisa disegani banyak orang dan mempunyai banyak teman. Tapi pertanyaan tersebut belum Cashel jawab karena menurutnya pertanyaan gadis itu terlalu banyak.
"Shel lo belum jawab pertanyaan gue," protes Aneska.
Bukannya menjawab Cashel justru terkekeh kecil, otomatis hal tersebut membuat gadis yang diboncengnya kebingungan.
"Kok lo malah ketawa, sih?" tanyanya sedikit jengkel.
"Jadi selama ini lo nggak pernah pahami ya apa yang gue lakuin biar gue bisa punya temen sebanyak itu," jelas Cashel dengan nada pelan.
"Enggak. Emang lo ngelakuin apa?" tanya Aneska menunjukkan ekspresi wajah polos.
"Ya udah simpen aja rasa penasaran lo itu sampai dapet jawaban sendiri," balas Cashel enteng.
Hal paling memuakkan menurut Aneska adalah saat dia ingin mendengar jawaban dari apa yang dia tanyakan tapi justru dia suruh mencari jawaban sendiri.
"Ok. Liat aja gue pasti dapet itu, ya walaupun sebenarnya nggak terlalu penting sih," jawab percaya diri.
"Bagus."
Kemudian hening, Cashel dan Aneska sibuk dengan pikirannya sendiri. Ada perasaan tidak enak dalam benak Aneska karena terlalu banyak bertanya kepada Cashel, tapi dia juga penasaran. Kalau saja saat ini ada orang yang mengetahui pikiran gadis itu, mungkin Aneska sudah kena semprot karena pikiran absurdnya.
"Btw, ini kita udah mau sampe belum sih Shel?" Tanya Aneska memecah keheningan.
"Bentar lagi."
"Lo kenapa ngajak gue sih padahal cuma potong rambut. Manja banget," ucapnya lagi.
"Oh, Lo mau gue turunin di sini," balas Cashel dengan nada mengancam.
"Enggak."
"Makanya diem!"
Aneska mengunci mulutnya rapat-rapat, dia tidak berkata apa pun lagi sampai akhirnya sampai di tenpat barbershop langganan cowok itu.
Cashel segera turun dari motor, tapi gadis yang diboncengnya itu bergeming sampai Cashel menyuruhnya untuk turun juga.
"Kenapa nggak mau turun?" tanya Cashel menaikkan satu alisnya.
"Gue malu," jawabnya jujur.
"Ya udah tunggu di sini bentar, gak usah masuk."
Aneska terbelalak seketika, ekspresinya berubah menjadi kesal.
Bagaimana tidak? Cashel menyuruhnya menunggu di luar, untungnya dia membawa ponsel sehingga tidak terlalu kesepian. Saat dia mengedarkan pandangan ke jalan raya sebentar, tanpa sengaja kedua sudut matanya melihat Yonna yang sedang lewat, dia pun segera melambaikan tangannya seolah sedang memberi isyarat Yonna untuk berhenti.
Yonna yang sadar dengan lambaian tangan Aneska pun menghentikan motornya di pinggir jalan.
"Anterin gue, Yon," pinta Aneska enteng.
Sementara Yonna memandang Aneska dengan tatapan kebingungan.
"Ngapain lo di sini njir."
"Nanti gue ceritain, yang penting sekarang ayo jalan!"
"Ya udah naik!"
Setelah Aneska memakai helm, Yonna langsung tancap gas meninggalkan barbershop. Saat sudah di perjalanan Aneska mulai bercerita dari awal sampai akhir, tentang betapa malunya dan dengan polosnya mau menuruti ajakan Cashel pergi ke barbershop padahal di sana jelas banyak anak laki-laki.
Bukannya mendapat ketenangan setelah bercerita, Aneska justru mendapat respon yang sangat tidak diharapkan.