Bisik Di Balik Jendela

Dwi Kurnia 🐻‍❄️
Chapter #7

Bab 6 : Di Ambang Harapan dan Kenyataan

....

DI kawasan elit kota, restoran mewah dengan lampu kristal besar menggantung di langit-langit tinggi, menerangi ruangan dengan kilauan cahaya yang memantul dari setiap sudut. Suara alunan musik klasik memenuhi setiap sudut ruangan. Julia berjalan masuk bersama Rendi, mengenakan gaun indah berwarna biru langit yang Rendi berikan padanya.

Anak tangga dengan pegangan tangan berlapis emas mengalir lembut ke bawah. Di sekitar, meja-meja bulat berlapis linen putih ditemani kursi berlapis beludru, masing-masing ditata sempurna dengan peralatan perak berkilauan dan gelas kristal yang siap menampung anggur pilihan.

Pelayan dengan seragam rapi berjalan tenang, siap melayani dengan penuh perhatian tanpa mengganggu suasana eksklusif yang tercipta di restoran ini. Tak lupa dengan suara dentingan gelas dan percakapan lembut yang memenuhi ruangan.

Julia berjalan masuk bersama Rendi menuju private room. Ia merasa canggung dan gugup. Gaun mahal keluaran merek ternama yang ia kenakan terasa begitu mewah, dan suasana restoran membuatnya semakin merasa berbeda. Rendi memang pernah membawanya ke tempat seperti ini sebelumnya, tapi kali ini jauh berbeda. Apalagi, ketika mengingat ada orang lain yang akan duduk bergabung bersama mereka.

"Ren, kamu nggak bilang kalau kita bakal pergi ke tempat seperti ini. Rasanya aku nggak cocok berada di sini," ucap Julia pelan.

Rendi tertawa kecil, menatap Julia dengan lembut. "Kamu tidak boleh berkata seperti itu. Kamu sempurna, Ju. Kamu benar-benar terlihat cantik malam ini. Mereka pasti akan suka sama kamu."

Julia meremas gaunnya dengan gugup, mencoba tersenyum. "Gaun ini terlalu mewah untukku. Aku merasa…berlebihan."

Rendi menatap Julia serius, ucapannya membuat Julia sedikit lebih tenang. "Jangan pernah merasa seperti itu, Julia. Kamu pantas mendapat yang terbaik."

Mereka tiba di meja besar di dalam ruangan, tempat orang tua Rendi sudah duduk menunggu. Evelyn, Ibu Rendi, seorang wanita anggun dengan rambut disanggul rapi, menatap Julia dengan mata tajam namun tersenyum tipis. Wisnu, Ayah Rendi, seorang pria dengan perawakan tegas dan aura berwibawa, memperhatikan mereka berdua dengan penuh minat.

"Ma, Pa, ini Julia. Kekasihku," ucap Rendi.

Julia hanya tersenyum canggung ketika mendengar Rendi berkata seperti itu.

Evelyn tersenyum sopan, memandang Julia dari ujung kepala hingga ujung kaki. "Senang bertemu denganmu, Julia. Rendi sering cerita tentang kamu."

Wisnu mengangguk pelan, matanya menilai Julia. "Silakan duduk, Julia!"

Julia tersenyum gugup, berusaha santai meskipun rasa-rasanya ingin menghilang saja dari sana. "Terima kasih, Om, Tante!"

Julia duduk di sebelah Rendi saat merasakan tatapan menilai Evelyn yang terus menyorotinya tanpa jeda. Ia mencoba menenangkan dirinya, tetapi suasana formal membuatnya semakin canggung.

Evelyn memandang gaun yang dipakai Julia. "Gaunmu terlihat cantik. Gaun edisi terbatas memang pilihan yang tepat untuk menyempurnakan penampilan menjadi lebih istimewa."

"Gaun ini… dari Rendi, Tante!" ucap Julia.

Evelyn tersenyum kecil dengan tatapannya yang tidak berubah. "Tentu saja. Anak Saya selalu punya selera yang baik. Dia pandai dalam memilih hadiah," lanjut Evelyn dengan nada sarkastik. "Mungkin dia berharap gaun ini bisa mengubah pandangan orang-orang tentangmu. Iya, 'kan, Rendi?"

"Julia bukanlah orang yang mengandalkan penampilan untuk mendapat perhatian, Ma. Dia punya banyak hal yang jauh lebih berharga daripada sekadar gaun yang dia pakai. Dan aku memberikan gaun itu karena aku ingin dia merasa istimewa, bukan hanya untuk mengubah pandangan orang lain," ucap Rendi.

"Terlihat jelas. Kamu memang sangat peduli dengan Julia," ucap Evelyn dengan senyum tipis di akhir kalimat.

Tapi bagi Julia, senyum itu lebih kepada senyum tanpa arti. Evelyn seolah menutupi perasaannya yang sebenarnya, dan Julia bisa merasakan ada ketidakpuasan yang tersimpan di balik senyuman itu. Dia merasa seolah-olah segala perhatian yang Rendi berikan padanya justru mempertegas posisinya sebagai orang luar dalam keluarga ini. Julia merasakan ketegangan di antara mereka, dan meskipun Rendi berusaha menunjukkan dukungannya, dia tidak bisa menahan rasa tidak nyaman yang menyelimuti ruangan.

Wisnu sambil menyeruput tehnya, berbicara dengan suara rendah. "Jadi, Julia, kamu bekerja di mana?"

"Saya bekerja sebagai penulis mode di sebuah majalah fashion, Om! Éclat,"

Evelyn tampak skeptis. "Menulis mode itu bagus, tapi jangan hanya menjadi bagian dari tren, Julia. Tidak ada yang lebih menyedihkan daripada orang yang hanya diingat karena tulisan yang pernah mereka ciptakan."

Lihat selengkapnya