....
HARI yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Ruangan luas dengan dekorasi mewah menjadi latar acara pernikahan Rendi dan Julia. Langit-langit yang tinggi dihiasi dengan lampu gantung berkilauan, sementara dindingnya dipenuhi dengan tirai satin putih yang menjuntai anggun. Bunga-bunga indah menghiasi setiap sudut ruangan, dengan deretan bunga lili putih dan mawar merah muda yang diletakkan dalam vas kristal berkilau, memberikan sentuhan yang romantis pada acara yang akan segera berlangsung.
Rendi, yang tengah berdiri di depan cermin, mengenakan jas putih gading khusus yang dipilih dengan sempurna untuk hari istimewanya. Ia merapikan dasi sekali lagi, mencoba menenangkan pikirannya. Pikirannya melayang pada betapa panjang perjalanan yang telah mereka lalui. Setelah melalui masa-masa kebimbangan Julia dan pengaruh dari Evelyn, Rendi berhasil meyakinkan Julia bahwa pernikahan ini adalah keputusan yang tepat.
Julia juga sedang bersiap. Gaun putih yang anggun dari desainer kenamaan membalut tubuhnya dengan sempurna, menjuntai anggun hingga menyentuh lantai. Rambutnya diatur dengan rapi, dihiasi tiara kecil yang akan berkilauan di bawah cahaya lampu. Julia menatap dirinya di cermin, hatinya berdebar antara kebahagiaan dan kecemasan. Ia sadar bahwa ini adalah langkah besar, dan banyak hal yang harus dihadapi ke depannya, terutama Evelyn, Ibu Rendi, yang sampai saat ini mungkin masih menyimpan keraguan terhadapnya.
Sebelum acara dimulai, Rendi berjalan menuju sudut ruangan tempat Evelyn berdiri, sedikit menjauh dari keramaian. Evelyn, dengan gaun biru elegan yang dipadukan dengan perhiasan mewah, tampak dingin meskipun senyumnya tampak sejuk di mata para tamu.
"Ibu," Rendi memulai, berhenti di hadapannya dengan wajah serius. "Aku ingin bicara sebentar."
Evelyn memalingkan wajahnya, matanya meneliti putranya. "Ada apa? Bukankah semuanya sudah siap?"
"Ini tentang Julia," Rendi berkata pelan namun tegas. "Aku tahu Ibu masih punya banyak keraguan tentangnya, tapi hari ini, dia akan menjadi istriku dan menantu Ibu. Aku ingin Ibu memperlakukannya dengan baik."
Evelyn menatap Rendi dengan ekspresi datar, kemudian menghela napas. "Rendi, Ibu hanya ingin memastikan kamu tidak salah pilih. Julia... bukanlah tipe wanita yang Ibu bayangkan sebelumnya."
"Ibu," Rendi memotong dengan nada penuh pengertian sembari menggenggam erat kedua tangan Evelyn, "Aku mengerti kekhawatiran Ibu. Tapi, Julia adalah wanita yang aku pilih. Dia punya punya banyak hal dalam dirinya yang mungkin belum Ibu lihat, dan dia sudah melalui banyak hal untuk bisa sampai ke sini. Ibu mungkin tidak menyadarinya, tapi dia benar-benar wanita yang selama ini Rendi inginkan."
Evelyn mengangkat alisnya, tampak tidak terpengaruh. "Kamu benar-benar yakin dia siap untuk hidup di dunia kita? Dunia yang keras, penuh tuntutan?"
Rendi menatap Ibunya dalam-dalam. "Dia sudah membuktikan banyak hal padaku, Bu. Dan aku tahu, dia akan cepat beradaptasi. Tapi, aku perlu dukungan Ibu, atau setidaknya tidak mempersulit. Julia akan menjadi bagian dari keluarga kita, dan aku ingin dia merasa diterima."
Evelyn menatap putranya dengan tatapan yang sulit diartikan. Setelah beberapa saat, dia akhirnya berbicara, suaranya lebih lembut namun tetap tegas. "Ibu akan mencoba. Tapi selalu ingat, jika terjadi apa-apa dengan pernikahanmu dan Julia, Ibu tidak akan tinggal diam."
Rendi tersenyum tipis, sedikit lega meskipun tahu bahwa ini hanya langkah awal dari proses yang panjang. "Itu saja sudah lebih dari cukup, Bu. Terima kasih."
Evelyn mengangguk singkat, lalu menatap Julia dari kejauhan, yang kini sedang bersiap untuk segera melangsungkan pernikahan. Matanya menyiratkan keraguan yang belum sepenuhnya hilang, namun dia tahu bahwa ini adalah komitmen yang harus dijalani.
Acara pun di mulai. Ia melihat Julia berjalan perlahan menuju altar bersama Danu. Yah, lelaki itu hadir. Sinta yang meminta Danu untuk tetap hadir di pernikahan adiknya. Entah setelah itu Danu akan kembali mabuk atau apapun itu, yang penting Danu datang untuk mendampingi Julia.
Julia dan Rendi tahu bahwa apapun tantangan yang akan mereka hadapi ke depan, mereka akan melakukannya bersama. Ketika mata mereka bertemu, senyum tipis Julia memberinya ketenangan. Masing-masing orang tua mereka berada duduk ditempat yang telah disediakan. Menyaksikan dengan seksama prosesi yang sedang berlangsung.
Ketika Julia tiba di altar, Rendi menyambut tangannya dengan lembut. "Kamu terlihat cantik dan luar biasa," bisiknya pelan.
Julia hanya tersenyum, "Kamu juga terlihat tampan dan terlihat hebat dalam balutan jas itu."
Janji-janji suci diucapkan, dan seiring dengan itu, kehidupan awal dari babak baru dalam hidup mereka resmi dimulai. Namun, di balik senyuman kebahagiaan itu, Julia menyadari bahwa pernikahan ini juga berarti memulai perjalanan yang penuh dengan tantangan yang harus ia hadapi kedepannya.
....
Musik jazz yang lembut mengalun di udara, menambah kesan mewah pada pesta yang dihadiri oleh kalangan atasㅡterutama oleh beberapa rekan dari keluarga Rendi. Semua tamu tampak menikmati suasana, bercakap-cakap dengan gembira sambil sesekali melempar pandangan penuh kekaguman ke arah Julia dan Rendi, pasangan yang menjadi pusat perhatian malam itu.
Di dekat meja prasmanan, hidangan mewah tersaji dengan sempurna. Meja-meja panjang penuh dengan berbagai pilihan makanan: mulai dari hidangan Eropa klasik seperti steak medium-rare, salmon panggang dengan saus lemon, hingga hidangan Asia yang menggugah selera seperti sushi, udang tempura, dan dim sum. Ada juga meja pencuci mulut, menampilkan menara kecil macaron berwarna-warni, kue tart dengan lapisan buah segar, dan cokelat praline yang tersaji dalam nampan perak mengilap.
Senyuman Julia terpancar cerah meski matanya sedikit lelah setelah prosesi panjang. Di antara tamu undangan, Bona dan Caitlin muncul dengan gaun terbaik mereka. Bona mengenakan gaun satin biru tua yang berkilau lembut di bawah cahaya lampu, sementara Caitlin tampil menawan dalam balutan gaun ungu pastel yang mengikuti lekuk tubuhnya dengan anggun.