....
SETELAH pertemuan di kantor polisi, Yvone, manajer Selena, keluar dengan raut wajah serius. Dalam laporan resmi, dia menjelaskan semua yang terjadi—baik pertemuan di kafe maupun insiden di motel. Yvone tahu betapa pentingnya melindungi karier dan kesehatan mental Selena, dan tidak ada jalan lain selain melaporkannya.
Selena masih berada di apartemennya, terbaring di tempat tidur dengan pikiran yang berputar. Dia merasa seolah dunia berputar terlalu cepat dan dia tertinggal.
Yvone mengetuk pintu apartemen Selena. Ia bisa mendengar suara isakan dari dalam yang menyayat hatinya.
"Selena, ini aku, Yvone!" ucap Yvone.
Selena membukakan pintu. Hati Yvone terenyuh melihat kondisi Selena yang berantakan. Ia menarik gadis itu kedalam pelukannya.
"Aku baru saja melaporkan Chris ke polisi. Mereka akan melakukan penyelidikan," ucap Yvone.
"Apakah itu benar-benar perlu?" suara Selena bergetar. "Bagaimana kalau dia membalasnya? Aku tidak ingin hidupku hancur lebih jauh."
"Dengar, ini untuk melindungi kamu," Yvone menjelaskan. "Chris tidak bisa dibiarkan bebas setelah apa yang dia lakukan. Kita harus memberikan suara pada orang-orang yang mungkin juga menjadi korban, tapi tidak dapat melakukan apa-apa. Itu sebabnya aku mengambil tindakan tegas akan hal ini."
Selena terdiam, merasakan ketegangan dalam suaranya. Dia tahu Yvone benar, tetapi ketakutan masih menyelimutinya. "Tapi... aku tidak ingin foto-foto dan video itu menyebar. Aku tidak siap untuk menghadapi dunia luar."
"Selena, aku janji akan melindungi mu. Kita akan membuat ini aman bagimu. Kita akan bekerja sama dengan polisi dan pengacara. Kamu tidak sendirian dalam hal ini," ucap Yvone mencoba meyakinkan.
"Aku... benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Rasanya seperti semua orang mengawasi setiap gerakanku. Aku merasa terjebak. Aku... aku telah kehilangan dunia ku, Yvone..." ujar Selena dengan air mata mengalir di pipinya.
"Selena, kamu tidak sendirian. Kami di agensi dan teman-teman modelmu yang lain mendukungmu. Kita akan mencari cara untuk menghadapi ini. Ingat, keberanianmu untuk berbicara adalah langkah besar untuk membuat kasus ini cepat selesai. Kamu harus yakin kalau kamu bisa melakukannya," ucap Yvone.
"Tapi, Chris masih bebas berkeliaran diluar sana. Aku merasa tidak aman dan bayangannya terus menghantuiku," ucap Selena.
"Jangan biarkan dia menguasai hidupmu. Kita akan bekerja sama dengan pihak berwenang untuk memastikan dia tidak bisa mendekatimu ataupun membuatmu celaka. Kamu berhak merasa aman dan menjalani kehidupan yang lebih baik ke depannya. Kamu percaya, 'kan, padaku?"
Selena mengangguk lemah. Yvone kembali menarik Selena kedalam pelukannya. Sejauh ini, hanya ini yang bisa Yvone lakukan. Tapi apapun caranya, ia bersumpah akan menjebloskan Chris ke penjara dan mengutuk pria itu agar membusuk saja di penjara.
....
Suasana di ruangan pimpinan redaksi terasa mencekam. Dikelilingi oleh tumpukan berkas dan layar komputer yang menampilkan berita terbaru tentang skandal pelecehan yang melibatkan Chris dan Selena, Pak Adit merasakan pening yang teramat. Ia memijat pelipisnya frustasi hingga suara ponselnya bergetar di meja. Dia melihat layar dan mengenali nama yang tertera—Pak Ramlan, CEO Éclat.
Dengan hati-hati, Pak Adit menjawab panggilan tersebut.
"Selamat pagi, Pak Ramlan," sapa Pak Adit.
"Pak Adit, Saya baru saja mendengar berita mengenai Chris dan Selena. Ini sangat serius, dan kita perlu bertindak cepat," suara Pak Ramlan terdengar tegas dari ujung telepon. "Saya ingin kamu memastikan bahwa kita menuntaskan kasus ini secepatnya. Reputasi majalah kita bisa hancur jika terus begini."
"Ya, Pak Ramlan. Kami sedang dalam proses menyusun pernyataan resmi dan mencari tahu detail lebih lanjut tentang insiden ini," jawab Pak Adit.
"Jangan hanya fokus pada pernyataan. Kita harus memikirkan langkah konkret. Jika berita ini terus beredar, dampaknya akan menghancurkan nama baik Éclat. Apakah kamu memahami apa yang Saya katakan?" Pak Ramlan melanjutkan, nada suaranya semakin meningkat.
"Memahami, Pak."
"Saya ingin hasilnya secepat mungkin. Pastikan untuk menjaga komunikasi yang baik dengan tim hukum kita dan periksa apakah ada cara untuk melindungi majalah dari dampak negatif ini. Kita tidak bisa membiarkan skandal ini merusak citra kita. Saya ingin Anda segera mengadakan rapat darurat dengan tim Anda!" tegas Pak Ramlan sebelum menutup telepon.
Pak Adit kembali menghela napas berat.