Bisik Di Balik Jendela

Dwi Kurnia 🐻‍❄️
Chapter #12

Bab 11 : Edelweiss Dan Jalinan Ambisi

....

DI balik jendela besar yang menghadap kota, Pram duduk di kursi kulit hitamnya yang megah. Kantornya terletak di lantai tertinggi sebuah gedung pencakar langit di pusat kota. Cahaya matahari sore menembus kaca, menciptakan bayangan panjang di ruangan yang penuh dengan karya seni modern dan piala-piala penghargaan di industri mode dan properti. Di meja kayu mahoni yang rapi, terdapat laptop dengan grafik penjualan terkini, tumpukan proposal bisnis, dan dokumen kontrak properti yang menunggu persetujuan.

Pram menyelipkan kacamata di hidungnya sambil memeriksa laporan keuntungan dari koleksi terbaru salah satu brand fashion yang ia investasikan. Dengan tatapan tajam, ia menelusuri setiap angka, menghitung keuntungan yang melonjak dengan cepat. Keberhasilannya tak hanya terletak pada kemampuannya membaca pasar, tetapi juga pada instingnya yang tajam dalam mengidentifikasi tren mode sebelum orang lain melihatnya.

Telepon meja berdering, menyela konsentrasinya. Pram menekan tombol speaker phone, tanpa mengangkat pandangannya dari layar laptop.

"Pak Pram, tim dari Paris sudah siap untuk video call. Mereka ingin membahas kemajuan proyek properti di Champs-Élysées," ucap Sekretaris Pram, Jessie.

"Hubungkan mereka sekarang!" ucap Pram.

Seketika layar di hadapannya berubah, menampilkan tiga wajah yang dikenalnya baik: direktur pengembangan properti dari Prancis, kepala desainer untuk butik eksklusif mereka, dan manajer proyek lapangan.

"Bonjour, Pram! Tout se passe bien ici. La construction du flagship store est presque terminée. Nous avons juste besoin de votre confirmation finale pour les éléments de design intérieur," ucap Direktur di Prancis, Frederic.

("Bonjour, Pram. Segalanya berjalan lancar di sini. Pembangunan butik flagship hampir selesai. Kami hanya butuh konfirmasi final untuk elemen desain interior.")

"Envoyez-moi les détails du design. Je ne veux aucune surprise. Assurez-vous que notre branding reste élégant, sans en faire trop." ucap Pram.

("Kirimkan detail desain ke Saya. Saya tidak ingin ada kejutan. Pastikan branding kita tetap berkelas, tanpa terlalu berlebihan.")

"Bien sûr, Pram. Nous veillerons à ce que l'esthétique corresponde parfaitement à votre vision," ucap Frederic.

("Tentu, Pram. Kami akan menjaga estetika tetap sesuai visi Anda.")

Pram mengangguk, matanya menyipit saat dia memikirkan langkah selanjutnya. Setelah beberapa menit berbicara tentang detail lain, dia menutup panggilan dan bersandar di kursinya.

Sebuah ketukan pelan terdengar di pintu, dan Jessie masuk dengan membawa beberapa berkas properti terbaru yang baru saja diakuisisi di kawasan elite Jakarta.

"Ini daftar properti yang baru saja kita dapatkan. Juga, undangan untuk fashion show di Milan dua minggu yang akan datang," ucap Jessie.

Pram mengambil berkas.

"Fashion show? Bagus. Pastikan Saya punya waktu di jadwal. Saya ingin bertemu langsung dengan beberapa desainer baru di sana. Ada peluang investasi yang bisa kita kembangkan," ucap Pram.

Jessie mengangguk dan keluar, meninggalkan Pram yang masih tenggelam dalam dunia yang ia kuasai dengan penuh ketenangan. Di tangannya, mode dan properti adalah dua dunia yang terus berkembang, dan ia selalu berada di depan, memastikan setiap keputusan yang ia ambil membuahkan hasil besar.

Setelah mengecek lagi angka-angka di laptop, Pram melepaskan kacamata dan meletakkannya di atas meja. Lalu menghela napas sejenak sambil memandang keluar jendela yang menampilkan pemandangan kota metropolitan yang sibuk. Matanya beralih ke tumpukan undangan yang tergeletak di sudut meja, salah satunya menarik perhatiannya. Di atas tumpukan undangan itu, sebuah undangan dengan desain elegan berkilau, tertulis dengan tinta emas: Peragaan Busana Eksklusif di Hotel Edelweiss.

Dia memandang undangan itu sejenak sebelum menekan tombol interkom.

"Jessie, bisa masuk sebentar?" ucap Pram.

Hanya beberapa detik berlalu sebelum pintu terbuka, Jessie, dengan langkah tenang dan penuh keyakinan, masuk ke ruangan sambil membawa tablet dan beberapa berkas tambahan. Tatapannya seolah sudah siap menghadapi pertanyaan Pram.

"Jessie, sudah beres persiapan untuk acara peragaan busana di Hotel Edelweiss?" tanya Pram.

Jessie memeriksa tablet di tangannya, mengecek agenda yang telah tersusun dengan rapi.

"Sudah, Pak. Saya sudah memesan tempat duduk VIP di barisan depan, dan hotel sudah dikonfirmasi. Acara dimulai pukul tujuh malam, tapi Anda dijadwalkan hadir lebih awal untuk sesi bertemu langsung dengan desainer. Saya juga sudah mengatur makan malam privat dengan beberapa desainer muda yang akan berpartisipasi. Apakah ada hal lain yang ingin ditambahkan?" ucap Jessie.

Pram mengangguk pelan, matanya kembali menatap undangan di meja. Hotel Edelweiss selalu menjadi tempat favoritnya untuk acara-acara besar, tidak hanya karena kemewahannya, tetapi juga karena atmosfer yang diciptakan selalu membawa peluang bisnis baru. Baginya, acara ini bukan hanya soal mode, tapi juga kesempatan untuk memperluas jaringan.

"Baik, Jessie. Pastikan semuanya sesuai jadwal, dan jangan lupa siapkan laporan singkat tentang desainer yang akan tampil. Saya ingin mengenal mereka sebelum sesi makan malam," ucap Pram.

Jessie menulis cepat di tabletnya dan tersenyum kecil.

Lihat selengkapnya