....
PRAM mengendarai mobil melewati jalanan yang gelap, lampu-lampu jalan yang bersinar terang menandai malam yang semakin larut. Di kursi belakang, Juan yang lelah sudah terlelap. Pram melirik ke kaca spion, melihat wajah polos keponakannya yang tampak damai dalam tidurnya.
Setibanya di rumah, Pram menurunkan kaca mobil dan menghirup udara segar malam yang sejuk. Rumah besar bergaya Italia berdiri megah dengan gerbang utama yang terletak cukup jauh. Air mancur di halaman depan memancarkan cahaya lembut, memberikan kesan tenang dan damai.
Natalie sudah menunggu di depan rumah, wajahnya tampak penuh perhatian saat melihat Pram keluar dari mobil menggendong Juan untuk masuk kedalam rumah.
"Kamu sudah pulang? Dia tidur pulas sekali. Mainnya terlalu capek, ya?" tanya Natalie.
"Iya. Dia selalu antusias setiap melihat wahana. Dan dia bersikeras ingin menaiki semuanya. Aku pun jadi korban karena harus menuruti keinginannya," ucap Pram.
Natalie tertawa pelan. "Hahaha. Kalau diingat-ingat, Juan mirip kamu waktu kecil. Ingat nggak, betapa kamu tidak pernah mau melewatkan wahana di taman hiburan? Selalu ingin mencoba semua wahana yang ada disana, bahkan yang paling menyeramkan."
"Yah, aku ingat. Setiap kali kita pergi, aku selalu memaksa Mama untuk membawa kita ke wahana yang sama berulang kali."
Natalie membuka pintu kamar, dan Pram langsung menidurkan Juan di tempat tidur dengan hati-hati. Natalie menatap ke arah Juan yang terlelap dengan wajah polosnya.
"Dulu kamu juga tidak peduli seberapa capek, tetap saja ingin bermain terus. Semoga dia tidak terlalu lelah seperti yang terjadi padamu saat itu."
Pram mengangguk. "Aku ingat bagaimana aku jatuh sakit setelah seharian bermain. Tapi kali ini, semoga saja Juan tidak mengulang kesalahan yang pernah terjadi padaku."
Natalie mengangguk, melihat betapa Pram sangat memperhatikan Juan. "Anak-anak memang butuh bersenang-senang. Tapi, kita juga harus tetap berusaha menjaga kesehatannya."
"Benar," jawab Pram, matanya berkilau. "Aku akan memastikan dia senang, tetapi tetap dalam batas wajar."
Saat Natalie melirik ke arah Juan, matanya menyempit melihat baju anaknya yang kotor.
"Tunggu dulu! Apa itu noda ice cream?" serunya, nada suaranya menunjukkan kekhawatiran.
Pram merasa sedikit gugup. "Ah, itu... dia memang sempat minta ice cream. Dia bilang mau sekali," jawabnya, mencoba menjelaskan.
Natalie tampak kesal. "Pram, kamu tahu, 'kan, Juan tidak boleh makan es krim selama beberapa minggu ke depan? Dia baru saja sembuh dari radang tenggorokan!"
Suasana di sekitar menjadi sedikit tegang. Seketika Pram merasa bersalah. "Iya, aku tahu. Tapi, dia memohon dan aku tidak mau membuatnya kecewa."
Padahal, Pram sempat berkata kalau ia akan menjaga Juan tetap dalam batas wajar. Dan kini, ia malah ketahuan memberikan cemilan berupa ice cream kepada Juan. Bagaimana mungkin Ibu Juan itu tidak marah.
Natalie mengangkat alis, menunjukkan ketidakpuasan. "Kamu harus lebih tegas, Pram! Ini bukan hanya tentang memuaskan rasa senangnya. Dia baru saja pulih dari sakit. Kenapa kamu tidak bilang padanya?"
Pram merasakan beratnya tanggung jawab. "Aku tidak berpikir jauh. Aku cuma ingin dia bersenang-senang."
Natalie menepuk bahu Pram dengan lembut, menandakan bahwa ia mengerti niat baik Pram. "Aku tahu, tapi kesehatan Juan lebih penting. Kita bisa cari hal lain yang aman untuk dia."
"Iya. Aku minta maaf," ucap Pram.
Natalie menghela napas pelan. Suasana di dalam rumah itu memang tampak tenang, tetapi Natalie merasakan kesepian yang menyelimuti setiap sudutnya. Pram, adiknya, telah lama hidup sendirian di tempat ini, dikelilingi barang-barang mewah dan pengurus rumah yang setia. Kedatangan Natalie selama beberapa hari untuk menginap bersama Juan selain untuk melepas rindu juga untuk memastikan bahwa adiknya baik-baik saja. Meskipun sukses dan terkenal, Natalie khawatir tentang kondisi Pram yang terjebak dalam dunia pekerjaannya yang selalu sibuk.
Natalie tahu betul bahwa adiknya selalu tenggelam dalam dunia kerja, sibuk dengan proyek-proyek yang tak ada habisnya. Pram dikenal sebagai sosok yang ambisius, selalu bergerak maju tanpa memperhatikan dirinya sendiri. Keterasingan yang dialaminya dalam kesibukan itu sering kali membuat Natalie merasa khawatir. Dia ingin Pram tahu bahwa ada orang-orang yang peduli padanya, bahwa ada lebih banyak hal di dunia ini selain pekerjaan dan kesuksesan.
"Kenapa kamu tidak menghabiskan waktu di luar rumah sedikit? Mungkin kamu bisa jalan-jalan atau makan di tempat favoritmu?" usul Natalie.
"Aku baik-baik saja. Lagipula, cukup banyak pekerjaan yang harus diurus," jawab Pram.