Bisikan Malam

A.R. Rizal
Chapter #10

Menantu

TAK banyak yang datang bertamu ke rumah itu. Setiap ada yang datang, pastilah orang yang tak biasa. Kampai adalah orang yang biasa datang ke rumah. Laki-laki itu sangat berarti bagi Rosna. Tapi, kedatangan Kampai menjelang malam sungguh aneh.

“Kamu seperti bertamu saja.” Rosna menyapa. Rosna menghampiri Kampai ketika melihat laki-laki itu berdiri canggung di teras rumah.

Kampai menghela napas. Tulang kering yang menyembul di tubuh kerempengnya tampak bergetar. Masih muda, tubuh laki-laki itu sudah ringkih. Pastilah karena perasaian hidup. Sudah berbilang bulan ia mengadu untung di perantauan. Bentuknya sudah banyak berubah, hanya nasib baik belum juga berpihak kepadanya. Mujurlah, Rosna masih bisa mengingat wajah laki-laki itu. “Aku masuk dulu, Bu.” Kampai melangkah ke dalam rumah, meninggalkan Rosna di daun pintu.

“Istrimu belum pulang. Tapi, anak-anakmu ada di dalam kamar.” Rosna menyampaikan sedikit kabar. Selebihnya, ia tak ingin campur urusan Kampai dengan anak perempuannya.

Kampai mendengar perkataan Rosna selintas. Tapi, ia paham betul inti dari perkataan perempuan tua itu. Memang kedatangan Kampai bukan untuk Kirai. Laki-laki itu hendak berjumpa dengan Mul dan Nina. Dua bocah itu menjadi yang paling penting bagi Kampai.

Laki-laki itu melangkah ke kamar depan. Ia membuka pintu kamar yang tak terkunci. Di kamar itu, Kampai melihat anak perempuannya tertidur di pembaringan. Nina tertidur pulas sekali. Kampai tak ingin mengusik tidur bocah perempuan itu. Kampai meletakan sebuah bungkusan yang dibawanya di sebelah gadis kecil itu. Bungkusan berisi buah tangan yang sudah dipersiapkan dari kota.

Rosna memperhatikan Kampai dari pintu kamar yang terbuka. Raut wajah perempuan tua itu seketika berubah. Rosna merasa iba kepada kedua cucunya. Perempuan tua itu bergegas menuju kamarnya. Di dalam kamar itu, Mul tidur. Cucu laki-lakinya itu tak mau lagi tidur sekamar dengan Kirai. “Bangun, bangun, bangun!” Rosna menggerak-gerakan tubuh Mul.

Mul menggeliat. Tapi, bocah laki-laki itu enggan untuk bangun. Ia malah menyurukkan kepalanya dalam himpitan bantal.

Rosna melakukannya sekali lagi. Kali ini, perempuan tua itu menggerak-gerakan tubuh Mul dengan kasar. Hal itu sukses membuat Mul terbangun. Bocah itu langsung bangkit dari tempat tidur.

Bruk! Ada suara tubuh terhempas. Mul terduduk di lantai. Bocah laki-laki itu memandang ke arah Rosna dengan wajah menyeringai menahan sakit. “Kenapa, Nek?” Bocah laki-laki itu tampak kesal kepada Rosna.

“Pergilah ke kamar ibumu.” Rosna membuat perintah.

Mul memelas. “Aku tak mau tidur di sana, Nek.”

“Ayahmu pulang.” Biasanya, setiap kali kepulangan Kampai, Mul sangat bersemangat sekali. Bocah laki-laki itu akan langsung mendekat kepada ayahnya itu. Seperti perangko, ia akan menempel sepanjang hari. Kalau bersama Kampai, selera Mul terpuaskan. “Ia membawa oleh-oleh untukmu.” Rosna menyampaikan kabar gembira kepada Mul. Ia sedang membujuk bocah laki-laki itu.

Lihat selengkapnya