Bisikan Malam

A.R. Rizal
Chapter #17

Ilmu Penakluk

KIRAI mendapat pesan dari Sulaiman. Laki-laki itu menyampaikan pesan dari istrinya, Tini. Sebagai pemilik tempat pengumpul pinang, Sulaiman tak berarti apa-apa di hadapan istrinya. Tini yang punya kuasa. Semua keinginan perempuan itu adalah titah yang harus ditunaikan Sulaiman. Tini punya keinginan kepada Rais. Kirai menyampaikan pesan perempuan itu kepada saudara laki-lakinya.

“Dia menyuruh abang berkunjung ke rumahnya.” Pesan yang disampaikan Kirai singkat.

Rais paham dengan maksud pesan itu. Bukan perintah, tapi itu sebuah undangan. Rais merasa sangat terhormat mendapat undangan dari perempuan terpandang di kampung. Sesuatu yang tak pernah ia dapatkan sepanjang umurnya. Bahkan, sekembali dari rantau, laki-laki itu sama sekali tak pernah bertamu ke rumah orang. Melihat dirinya di seberang jalan saja, orang-orang langsung menutup pintu rumahnya rapat-rapat.

Rais menyanggupi datang ke rumah Tini. “Nanti malam aku ke sana.” Rais menitip pesan balasan ketika Kirai hendak pergi bekerja.

Rais berjalan malam ditemani sebuah senter yang cahayanya sudah redup. Rumah Tini berjarak agak jauh dari rumahnya. Rais mesti pandai-pandai menjaga tenaga agar tak kelelahan ketika sampai di rumah itu. Sebenarnya, tak masalah tergesa-gesa menuju rumah perempuan terpandang itu. Ketika tiba di rumah itu, semua penat dan lelah akan langsung hilang. Megahnya rumah Tini benar-benar menghibur pandangan mata. Rasa takjub akan membuat siapa saja melupakan rasa lelahnya, apalagi Tini menyambut orang yang datang sebagai tamu yang ditunggu-tunggu.

Rumah itu adalah rumah panggung yang terbuat dari kayu terbaik. Luas sekali. Terasnya seperti lobby hotel berbintang yang ada di kota. Dinding dan tiangnya berukir bermacam motif dengan warna kebesaran; merah dan kuning tua. Di malam hari, rumah besar itu bercahaya. Tini memiliki banyak genset untuk mengalirkan listrik yang menghidupkan puluhan lampu yang ada di rumah itu.

Sesampai di pekarangan, Rais melihat Tini berdiri di teras rumahnya. Perempuan itu melakukan penyambutan yang tak biasa. Rais merasa begitu tersanjung. Ia menjadi tamu istimewa di rumah perempuan paling terpandang di kampung.

“Naiklah. Sudah ada yang menantimu di ruang tamu.” Tini menyapa Rais yang baru saja sampai di jenjang rumah. Perempuan itu bergegas membawa Rais masuk.

Tanpa berbasa-basi, Rais mengikuti langkah Tini. Perempuan itu bergerak ke ruang tengah. Ruang yang paling besar di rumah itu.  Sengaja dipergunakan untuk menyambut tamu. Di ruangan itu, seorang gadis yang masih belia duduk menunggu. Gadis itu pastilah anak perempuan Tini.

Tini memperkenalkan anak perempuannya kepada tamunya. Tentu ada maksudnya. Rais tak punya prasangka yang macam-macam. Gadis belia itu diperkenalkan pastilah berhubungan dengan pekerjaan yang dilakoninya akhir-akhir ini. Mengobati atau menolong apa saja yang diminta orang. “Anak ini tampak baik-baik saja.” Rais berbicara kepada Tini. Laki-laki muda itu melihat tak ada sesuatu pun yang janggal pada gadis belia. Padahal, Rais melihat dengan mata batinnya.

Lihat selengkapnya