Bisikan Malam

A.R. Rizal
Chapter #23

Melawan Guna-guna

ADA pendatang yang tak biasa di kampung. Seorang laki-laki berpakaian serba hitam dengan rambut gondrong yang diikat di kepala. Kepada orang yang lewat, ia bertanya tentang Sutan. Orang menunjukan alamat rumah Minel. Laki-laki itu sepanjang hari berada di rumah istrinya yang bahenol.

Sutan sedang duduk berleha-leha di teras rumah istrinya. Sebenarnya, laki-laki itu sedang menunggu seseorang. Ketika yang ditunggu tampak di gerbang pekarangan rumah, Sutan sangat senang sekali. Ia terperanjat, seperti seorang bocah yang mendapat hadiah mainan yang sangat diidamkan. “Kau memang hebat. Tak susah bagimu menemukan rumahku.” Sutan menyambut laki-laki berpakaian serba hitam dengan sanjung-puja.

Laki-laki berpakaian serba hitam disambut bak seorang raja. Kalau punya karpet merah, pasti Sutan akan membentangnya, dari gerbang pekarangan hingga ke teras rumah. Ditambah dengan taburan bunga tujuh rupa. Tapi, laki-laki itu hanya bisa menyongsong di pekarangan dan mengiringi laki-laki berpakaian serba hitam memasuki rumah.

“Waktuku tak banyak. Kuharap, kau sudah mempersiapkan semua syarat yang kubutuhkan.” Laki-laki berbaju hitam berbicara dengan suara datar kepada Sutan.

“Tentu. Sudah semuanya. Tak ada yang tertinggal.” Sutan meyakinkan laki-laki berpakaian serba hitam.

Sampai di dalam rumah, Sutan langsung menunjukan sebuah ruangan kepada laki-laki berpakaian serba hitam. Sebuah kamar yang dibiarkan kosong. Hanya ada sebuah tikar pandan di atas lantai. Di atas tikar pandan terdapat wajan besar yang berisi segala macam. Benda-benda yang tak biasa di sana. Semua itu persyaratan yang diminta oleh laki-laki berpakaian serba hitam.

Laki-laki berpakaian serba hitam tak membuang-buang waktu. Ia langsung duduk di tikar pandan. Laki-laki itu duduk bersila di depan wajan besar. “Aku akan bersemedi. Sampai aku selesai, jangan ada yang membuka pintu itu.” Laki-laki berpakaian serba hitam menyampaikan perintah kepada Sutan.

Sutan yang berdiri di depan pintu langsung bergegas melaksanakan perintah laki-laki berpakaian serba hitam. Ia beringsut ke belakang. Sesampai di luar, pintu langsung ditutup rapat-rapat. Laki-laki itu kemudian duduk di sebuah kursi kayu yang berhadapan langsung dengan pintu kamar. Sutan seperti anjing penjaga bagi laki-laki berpakaian serba hitam.

Menjelang petang, Minel hilir-mudik di hadapan Sutan. Perempuan itu silih berganti menuju ruang depan, kemudian menuju ruang tengah dan belakang. Sutan sama sekali tak terusik dengan aktivitas istrinya itu. Justru Minel yang matanya terasa kelimpanan. Perempuan bahenol itu tampak gelisah sekali.

“Abang seperti tak punya pekerjaan. Untuk apa duduk berjaga di sana? Tak ada yang akan hilang di dalam kamar itu.” Minel berbicara sambil menggerutu. Perempuan itu sudah tak kuat lagi menahan jengkel kepada Sutan.

Biasanya, Sutan tak pernah menyanggah perkataan Minel. Tapi kali ini, ia merasa kesal sedikit. Kata-kata perempuan itu dibalasnya dengan ucapan yang terdengar pedas. “Tak usah banyak cincong. Jatahmu nanti malam.” Sutan memelototkan matanya kepada Minel. Kemudian, laki-laki itu berkedip.

Minel membalas dengan tatapan sewot. Perempuan itu sama sekali tak marah. Tersinggung saja tidak. Minel justru menahan rasa malu di wajahnya. Muka perempuan itu seketika berubah kemerah-merahan. Pandai sekali Sutan menguasai istrinya itu. Dalam kesal, masih saja bisa menggoda Minel. 

Kalau terkena godaan, Minel akan langsung bergegas ke ruang belakang. Membersihkan diri di kamar mandi, kemudian memakai bedak dan gincu. Perempuan itu pun akan memilih mengenakan pakaian yang paling bagus. Disemprotkan parfum agak sedikit. Kalau sudah begitu, Minel takkan ingat lagi dengan usia. Dan Sutan, laki-laki itu merasa kembali menjadi muda.

Tak ada pergumulan di malam ini. Sutan terlalu sibuk dengan tamunya. Minel harus menelan ludah. Taka da jatah untuknya malam ini.

Laki-laki berpakaian serba hitam itu bukan orang biasa. Dukun hebat yang susah-payah didatangkan dari kampung sebelah. Sutan tak perlu membayar mahal. Cukup memberi uang ala kadarnya. Laki-laki berpakaian serba hitam bukanlah tipe orang yang mengumpulkan uang dengan membuka pratek perdukunan. Ia menyanggupi permintaan Sutan sebagai cara untuk menguji kesaktiannya. Memang dukun sejati.

***

KIRAI pulang selepas petang. Ketika sampai di jalan setapak menuju pekarangan rumahnya, perempuan itu melihat seorang laki-laki berpakaian serba hitam hilir-mudik. Tingkahnya tampak mencurigakan. Melirik kian-kemari, memperhatikan sekelilingnya seperti sedang menyelidik. Melihat Kirai, laki-laki itu bersikap serba salah. Ia memilih menjauh dan melangkah di jalan kampung.

Lihat selengkapnya