KIRAI pergi ke ruang belakang mengambil makanan untuk anak perempuannya. Sejak siang, Nina tak berselera makan. Muncul lagi penyakit manjanya. Gadis kecil itu hanya mau makan bila disuapi oleh ibunya. Masih banyak makanan tersisa di atas meja. Kirai tak langsung mengambilnya. Perhatian perempuan itu terusik dengan keberadaan amplop kecil berwarna cokelat tua di atas meja.
Kirai meraih amplop cokelat. Menimang-nimang di telapak tangannya. Di amplop itu tertulis nama sang pengirim. Suti. Kirai sama sekali tak mengenali nama itu. “Surat apa ini, Bu?” Kirai bertanya kepada Rosna yang kebetulan lewat di hadapannya.
“Untuk abangmu. Kojek yang membawanya. Anak itu baru kembali dari rantau.” Rosna menjelaskan dengan panjang lebar. Tapi, perempuan tua itu sama sekali tak menjawab pertanyaan Kirai.
Kirai masih penasaran tentang isi amplop itu. Barangkali sepucuk surat. Sepenting apakah surat itu bagi Rais? Yang pasti bukanlah surat rahasia. Hidup Rais terlalu receh untuk menjadi rahasia. Kirai ingin membuka amplop cokelat itu. Menginsip isi di dalamnya. Tapi, perempuan itu sungkan kepada Rosna. Salah-salah, ibunya itu malah akan memarahinya.
Kirai menyimpan rasa penasarannya agak sebentar. Ia membawa perasaan itu ke rumah Kojek. Kirai ingin mengorek bermacam informasi dari laki-laki yang baru pulang dari rantau itu.
Rumah Kojek tak jauh dari tempat pengumpul pinang. Laki-laki itu masih saudara jauh Tini. Tapi, Kirai pernah punya hubungan dekat dengan Kojek. Laki-laki itu pernah berjanji akan meminangnya setelah sukses hidupnya di perantauan. Janji tinggal janji. Kojek tak pernah menjadi orang sukses di rantau. Sampai akhirnya Kirai menikah dengan Kampai, laki-laki itu masih saja memilih hidup membujang.
“Uda!” Kirai menyapa Kojek di beranda rumahnya.
“Kau, Kirai?” Kojek terkejut. Laki-laki itu seperti melihat bidadari turun dari khayangan.
“Aku kira, Uda sudah lupa denganku.” Kirai tersipu malu. Perempuan itu menjadi serba salah di hadapan Kojek.
“Tak mungkin. Aku selalu mengingatmu.” Kojek sangat yakin dengan apa yang dikatakannya.
Sudah cukup cuplikan romansa masa lalu itu. Kirai hendak menjelaskan maksudnya menjumpai Kojek. Bukan tentang dirinya, tapi semua ini terkait Rais. “Aku mendapati surat yang Uda dikirim ke rumah. Apa isi surat itu?” Kirai bertanya kepada Kojek.
Kojek memandang bingung. Ia sama sekali tak tahu bagaimana menjawab pertanyaan Kirai. Kojek tak tahu apa-apa perihal surat itu. “Aku hanya menyampaikan titipan.”
Kirai memaklumi jawaban Kojek. Tapi, perempuan itu ingin menanyakan satu hal lagi kepada laki-laki yang baru saja pulang dari rantau. “Siapa perempuan bernama Suti di amplop surat itu?”
Oh, tentang hal itu, Kojek tahu. “Istrinya abangmu. Dia yang bertitip surat. Kalau kau ingin berbicara dengannya, aku punya nomor teleponnya.”