Bisnis ala Nabi: Teladan Rasulullah Saw. dalam Berbisnis

Bentang Pustaka
Chapter #1

PASAR DAN ETIKA BISNIS

Prof. Dr. H. Amiur Nuruddin, M.A.

Guru Besar Ekonomi Islam IAIN Sumatra Utara

Salah satu tempat yang hampir tidak pernah lepas dari kehidupan manusia adalah pasar. Pasar dalam ilmu ekonomi adalah tempat bertemunya penjual dan pembeli. Semua rasul yang pernah diutus oleh Allah Swt. untuk membimbing umat manusia sepanjang sejarah—termasuk Nabi Muhammad Saw.—adalah orang-orang yang selalu “masuk-keluar” pasar.

Dalam QS Al-Furqan (25): 7 dijelaskan bahwa mereka yang tidak dapat memahami dan mengerti keberadaan Muhammad sebagai Rasulullah dalam kapasitasnya sebagai manusia biasa berkomentar. Dan mereka berkata: Mengapa Rasul itu memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar? Mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang malaikat agar malaikat itu memberi peringatan bersama-sama dengan dia?

Dalam konteks rasul-rasul sebelum Muhammad, Allah Swt. berfirman lebih tegas: Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar. Dan Kami jadikan sebagian kamu cobaan bagi sebagian yang lain. Maukah kamu bersabar? Dan adalah Tuhanmu itu Maha Melihat (QS Al-Furqan [25]: 20).

Melalui informasi kitab suci ini ternyata semua rasul yang diutus oleh Allah kepada umat manusia di samping mereka disebut sebagai manusia biasa juga adalah orang-orang yang beraktivitas di pasar-pasar (yamsyuna fi al-aswaq).

Di antara yang paling banyak dijadikan rujukan umat Islam dewasa ini adalah aktivitas Nabi Muhammad Saw. yang sejak usia belia—tepatnya sekitar usia 12 tahun—telah pergi bersama pamannya, Abu Thalib, membawa barang dagangan dari Mekah ke negeri Syam (Suriah). Kegiatannya masuk-keluar pasar hampir tidak pernah berhenti sepanjang hidupnya. Pada usia 17 tahun, beliau tercatat sebagai saudagar mandiri yang bermitra dengan Khadijah, wanita pemilik modal (shahibul mal), tetapi kemudian pada usia 25 beliau memutuskan untuk mempersunting Khadijah sebagai istrinya. Aktivitas bisnis Muhammad sebagai saudagar sukses berlangsung hampir sepanjang hidupnya. Dalam catatan Afzalurrahman dalam bukunya Muhammad as a Trader, disebutkan bahwa Muhammad Saw. sebagai saudagar telah dikenal luas namanya di pelbagai negara, seperti Yaman, Suriah, Yordania, Bahrain, dan Irak. Kesuksesan beliau sebagai saudagar ditopang oleh etika yang dewasa ini disebut sebagai key success factor (faktor kunci kesuksesan); yaitu al-shiddiq (benar, jujur), al-amanah (tepercaya, kredibel), al-tabligh (komunikatif, transparan) dan al-fathanah (cerdas, profesional).

Masih dalam catatan Afzalurrahman, mengutip riwayat yang tertera dalam Musnad Ahmad, dijelaskan bahwa perjalanan bisnis Rasulullah Saw. itu sangat dikenal oleh para pelanggannya. Pasca-pembebasan Kota Mekah (fath al-makkah), sejumlah delegasi dari Bahrain datang kepada beliau di bawah pimpinan al-Ashaj. Sebelum pemimpin kabilah itu bercerita tentang maksud kedatangannya, Muhammad Saw. ternyata bertanya terlebih dahulu berbagai hal tentang orang-orang terkemuka dalam bisnis di Bahrain, seperti Kota Safa, Musshaqqar, dan Hijar. Al-Ashaj terkejut dan kagum betapa luasnya pengetahuan Muhammad Saw. tentang negerinya seraya ia berkata “Aku sangat salut dengan pengetahuan Anda. Anda lebih banyak tahu tentang negeri kami daripada kami sendiri dan Anda lebih banyak mengenal pasar-pasar kami daripada yang kami ketahui.” Prinsip know your costumers dalam bisnis ternyata mampu dipraktikkan oleh Muhammad Saw.

Sebagai seorang saudagar, Muhammad Saw. selalu “berniaga” dengan Allah. Sesibuk apa pun beliau dengan urusan perniagaan, beliau tidak pernah lalai mengingat Allah. Beliau juga “membawa serta” Allah ke dalam pasar. Demikian pula saudagar-saudagar lain, semisal sahabat-sahabat di sekeliling beliau. Potret saudagar semacam inilah yang berlangsung di “pasar-pasar Rasulullah”. Hal ini difirmankan Allah Swt. dalam QS An-Nur (24): 37 bahwa Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual-beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan shalat dan (dari) membayarkan zakat, mereka takut pada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi berguncang.

Lihat selengkapnya