Sekali waktu pesanan kue Nadia lumayan ramai, kebetulan ada beberapa kenalan yang berlangganan. Di sela semangat berjualan, ia justru mendapat cambukan mental dari ibunya sendiri. Bu Rosmia dengan perasaan tak berdosa menenteng dua boks kue yang jenisnya sama dengan yang Nadia jual. Ia pesan dari salah satu teman arisannya, dengan alasan ingin membantu temannya itu sekaligus untuk bersedekah kepada orang tersebut. Kebetulan minggu itu giliran gelar arisan di rumah Bu Rosmia.
"Nad, bantu Ibu siap-siap, ya. Acaranya akan dimulai satu jam lagi." Bu Rosmia meletakan boks berisi kue itu di atas meja yang sudah ditata.
Tanpa basa-basi, Nadia segera melakukan yang diperintahkan. Nadia melirik sekilas ke tumpukan boks itu, ia berusaha bersikap biasa saja meski hatinya sedikit tersayat. Di saat ia tengah berjuang membangun usaha, justru seperti diredupkan. Padahal usaha yang ia bangun itu sedikitnya untuk membantu meringankan cicilan.
"Bu, kenapa Ibu tidak memesan saja kuenya sama Mbak Nadia? Kan, itung-itung bantu mempromosikan dagangan Mbak Nadia." Nindi memberikan pendapat, saat melihat boks kue yang dipesan ibunya.
"Udahlah, bukan Ibu tidak mau bantu promosi dagangannya. Ibu cuma gak mau malu di depan tamu-tamu, kalo kue Nadia itu tidak layak. Coba aja kamu liat yang pesan kuenya hanya orang-orang yang kenal dia dan mungkin mereka hanya kasian, ikut bantu. Bukan karena kuenya enak." Bu Rosmia menjawab pertanyaan Nindi sekenanya.
Mungkin pernyataan Bu Rosmia mengandung kejujuran, tetapi apa salahnya membantu sedikit saja usaha yang baru saja dibangun dengan susah payah. Nindi pun tidak berucap lagi.
Nadia lagi-lagi harus menghela napas dalam dan melipat semua perasaan terlukanya. Ia semakin tidak mengerti kenapa saat ia membutuhkan dukungan moril dan semangat, ia malah dihempaskan secara tidak langsung oleh orang terdekatnya.
Sering kali Nadia berpikir untuk melamar pekerjaan demi mendapat penghasilan tetap, tetapi ia selalu menyerah pada usianya yang harus bersaing dengan usia produktif di bawahnya. Apalagi hampir semua perusahaan menerapkan persyaratan fresh graduated. Jadi, meskipun ia berpengalaman di bidang yang dilamar, tetap tidak memberikan pengaruh besar kalau usia sudah melewati batas.
Entahlah, apakah itu hanya alasan perusahaan saja untuk mencari pekerja yang dapat dibayar dengan gaji setara upah minimum. Mungkin untuk orang-orang berpengalaman, perusahaan khawatir akan mengeluarkan upah tinggi. Lagipula, jika dirinya bekerja bagaimana dengan anak-anak? Sementara ia belum sanggup menyewa tenaga asisten rumah tangga.
Nadia hanya bisa menangis dalam diam, apalagi saat anak-anaknya terlelap. Penyesalan tak akan merubah apa pun, saat ini ia harus terus bergerak untuk tetap melancarkan setoran.
***
"Ma, Ibu Guru tadi mengumumkan kalau minggu depan akan ada lomba di sekolah. Arkan dan Jodi harus ikut lomba itu." Arkan membuka percakapan saat Nadia menyiapkan makan malam.
Arkan dan Jodi tengah menyelesaikan tugas sekolah sambil menunggu makan malam siap.
"Oya, lomba apa aja?" Nadia menanggapi sulungnya sambil terus menyelesaikan pekerjaan di dapur.