BITING THE LIPS

Arisyifa Siregar
Chapter #37

37. Bagai Dalam Drama Romansa

Dengan lutut yang sudah tak begitu kuat, Bi Darti menaiki teras dan mendekati pintu utama. Tangannya yang keriput mengeluarkan kunci dari saku daster batiknya. Pintu besar yang berat itu berdecit pelan saat didorong.

Begitu masuk, dari kejauhan terdengar suara televisi yang masih menyala di ruang tamu. Sambil bergerak mendekat, matanya yang sudah rabun jauh menyipit melihat cahaya televisi menjadi satu-satunya sumber cahaya di ruangan yang gelap dan sepi. Pasti Alan tertidur di sofa lagi, batinnya sambil menggelengkan kepala. Sudah jadi kebiasaan anak itu menghabiskan malam sendirian di depan TV.

Tapi ketika dia mendekat ke sofa, mata Bi Darti tiba-tiba membelalak lebar. Mulutnya menganga, dan dengan reflek ditutupnya dengan telapak tangan. “Ya Ampun!”

Dia cepat memalingkan muka, berkedip beberapa kali seperti tidak percaya, lalu menengok lagi ke arah sofa. Benar, tidak salah lihat. Alan tidak sendirian. Dengan cepat dia memalingkan muka sekali lagi, kali ini sambil menutup mata dengan tangan yang lain, rasa malu karena melihat adegan mesra itu membuat pipinya hangat.

Alan ternyata sedang memeluk seorang gadis. Gadis itu memakai baju Alan yang kebesaran, dan wajahnya tersembunyi di dada Alan. Posisinya membelakangi, sehingga Bi Darti tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas, tapi dari postur tubuh dan potongan rambutnya, dia sudah bisa menebak.

Saat Bi Darti iseng melirik sekali lagi ke arah Alan, hampir saja teriaknya meledak. Alan sudah terbangun dan justru sedang menatapnya dengan tajam. Belum sempat Bi Darti berkata apa-apa, Alan sudah mengangkat jari telunjuknya ke bibir. "Shh!" desisnya pelan, matanya melirik ke gadis yang masih terlelap di pelukannya.

Bi Darti langsung mengangguk cepat, sungkan karena tertangkap basah sedang mengawasi. Dengan hati-hati dia berjalan jinjit menyeberangi ruangan. Saat melewati sofa, dia menyempatkan diri melirik sekali lagi. Nah, kan! Tadi dugaannya benar, batinnya puas sekaligus geli. Ternyata benar Liona.

Sambil berjalan ke dapur, dia menggeleng-gelengkan kepala pelan. Sebuah senyum kecut akhirnya merekah di bibirnya yang keriput. "Dasar anak muda jaman sekarang," gumamnya dengan suara bergetar. "Kemarin heboh berantem, sekarang malah pacaran."


Merasakan gerakan halus dari tangan Alan yang terletak di bawah lehernya membuat Liona perlahan terbangun. Matanya yang masih berat dibuka pelan-pelan, dan pandangan pertamanya jatuh pada garis rahang Alan yang tegas. Di bawah cahaya pagi yang temaram, ia melihat Alan sudah terbangun dan sedang menatapnya.

"Udah bangun?" bisik Alan, senyum hangat mengembang di bibirnya.

Liona membalas senyum sambil mengerjap dan mengucek mata, lalu mengangguk. Tatapannya kemudian beralih ke jam dinding. Pukul enam! Panik langsung menyergap. "Bi Darti... udah datang belum?" tanyanya dengan suara serak penuh kekhawatiran.

Sudut bibir Alan berkedut mencoba menahan senyum. Matanya yang biasanya dingin kini terlihat lembut. "Dia sudah lewat tadi."

"HAH?" Liona langsung terduduk, rambutnya berantakan dan baju kaos Alan yang kebesaran melorot hingga memperlihatkan bahu kirinya.

Dengan sigap Alan ikut bangkit, satu tangannya menahan tubuhnya di tepi sofa sementara tangan lain dengan cepat menaikkan kembali kerah baju Liona. "Santai aja. Bi Darti juga pernah muda," katanya mencoba menenangkan, meski tahu usaha itu sia-sia.

Liona langsung menutupi wajahnya dengan kedua tangan, malu campur panik. Bukan hanya karena ketahuan tidur bersama, tapi juga karena ingatannya kembali ke ciuman panas mereka semalam yang membuat telinganya merah sampai sekarang.

Alan mengintip melalui celah jari Liona. "Hari ini aku nggak ada jadwal, kan?"

Dari balik tangannya, Liona mengangguk pelan.

"Abis sarapan kita belanja baju buat kamu, terus ngecek kondisi rumah."

Mendengar kata "rumah", Liona langsung menurunkan tangan. "Udah dapet tukangnya?"

"Udah," jawab Alan sambil merapikan rambut Liona yang masih acak-acakan. "Mereka udah mulai kerja. Nanti kamu lihat sendiri, kalau ada yang mau diubah, bilang aja."

Liona menunduk, main-main dengan ujung baju. "Tapi... bayarnya gimana?"

Alan langsung mencubit hidungnya dengan gemas. "Jangan mikirin itu! Punya pacar tuh dimanfaatin!"

Liona menggigit bibir, lalu memberanikan diri. "Makasih, sayang!" ujarnya dengan suara kecil, masih canggung menggunakan panggilan mesra itu.

Lihat selengkapnya