Bitterness

Arsya
Chapter #4

0.3 | Bitterness

Kalo ada typo bilang ya^^

Ketika bel pulang berdering nyaring, kebanyakan siswa-siswi akan segera meninggalkan sekolah, pulang ke rumah, dan mengistirahatkan otak yang lelah. Meski tidak heran juga jika ada beberapa murid yang menetap di sekolah untuk beberapa waktu. Entah menunggu jemputan yang tidak kunjung tiba, mengerjakan tugas yang akan dikumpulkan segera, atau bahkan sekadar menunda kepulangan.

Tapi dia, sosok yang sibuk dengan sebuah motor di parkiran siswa tidak termasuk jenis murid yang sudah disebutkan di atas. Dia berbeda. Bahkan dia tidak akan terima jika disamaratakan dengan yang lain. Pokoknya dia beda. Titik.

"Kelamaan lo anjir," ujar seorang cowok yang rambutnya berwarna cokelat gelap. Jika ditanya dia akan mengaku warna rambutnya asli, nyatanya tidak. Pembohong memang.

"Ayo buruan keluarin semua!" suruh lelaki yang sedari tadi kita bicarakan. Ia mengawasi sekitar sedangkan temannya, yang berambut cokelat itu mengempeskan ban motor—entah milik siapa. "Buru! Ntar dia dateng."

"Kurang dikit ini Bim." Lalu cowok itu bangkit dan lekas berlari bersama menjauhi parkiran.

Mereka berdua terkenal sebagai cowok nakal se-SMA Dirgantara. Ulah mereka kali ini adalah mengempesi ban motor anak orang kaya songong. Entah tadi motor ke berapa. Karena kebetulan sekali pemilik motor belum pulang karena sedang bermain basket.

"Tos dulu, Kep!" Lelaki itu bernama Bima, mengangkat kedua tangannya mengajak sobatnya untuk high five atas kejahilan yang baru saja diperbuat. Mereka kini tengah berjalan menuju pos satpam setelah berlari meninggalkan parkiran.

"Kita besok ada jadwal masuk, BK, dong! Akhirnya! Kita bisa ada alasan buat kabur dari ulangan matematika!" Kep a.k.a Bokep, atau yang memiliki nama asli Kevin itu menyambut ajakan tos Bima. Dia tergelak lalu bertanya, "Akal lo kali ini apa biar bisa dapet bocoran soal?"

"Kita paksa anak cupu itu buat ngefoto, lah! Atau nggak paksa anak lain," jawab Bima sembari memungut tasnya yang ia letakkan di belakang pos satpam.

"Terus?" Kevin masih ingin tahu rencana lengkap Bima. Karena sepertinya lelaki itu tidak akan berhenti sampai di sana saja. Pasti ada tindakan lanjutan.

Bima menaik-turunkan alisnya. Memberi kode sohibnya bahwa ada seseorang yang bisa ia manfaatkan lagi kali ini. Walau sejujurnya, orang itu bukan cuma sekali dimintai tolong hal begini.

Kaki keduanya kini menapaki jalan di gang sempit di belakang sekolah. Menuju tempat tongkrongan mereka sepulang dari menimba ilmu seharian. Kevin mengeluarkan sebungkus rokok lalu memberikannya satu pada Bima. Tidak lupa korek untuk menyalakan tembakau kering yang diapit di antara bibirnya.

"Yang bakal bantu gue kan, cuma dia," ungkap Bima sembari menyalakan seputung rokok. Lelaki itu mengepulkan asap putih, menatap Kevin sembari tersenyum. "Tapi lo nggak boleh dapet gratis," ujarnya.

"Gila aja, lo! Sama sohib sendiri aja pelit," cowok itu menimpuk kepala Bima dengan tangannya, "mau kuburan lo makin sempit?"

Bima berdecak, ia mengisap rokok lalu mengembuskan asapnya tanpa beban. "Jatah bulanan gue dipotong karena beberapa hari lalu gue ketahuan masuk BK gara-gara rokok, inget?"

Lihat selengkapnya