Bitterness

Arsya
Chapter #5

0.4 | Bitterness

Bel sudah berdering beberapa menit yang lalu. Pelajaran di kelas juga sudah dimulai. Istirahat berakhir namun masih ditemui beberapa murid berseliweran di koridor, kantin, juga beberapa tempat lain. Mereka berdua salah satunya. Siapa lagi jika bukan Bima dan Kevin? Kali ini mereka melarikan diri di belakang gedung sekolah bagian barat yang jarang dikunjungi orang-orang.

"Kok kita nggak dipanggil ke BK juga, sih?" tanya Kevin tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel. Beberapa saat diselimuti hening karena tidak ada yang memulai percakapan di antara mereka. Bima sibuk dengan cewek-ceweknya sedangkan Kevin heboh dengan games yang dimainkannya.

"Mana gue tau Kep." Bima berdecak. "Kita juga akhirnya bolos di sini. Nggak ikut ulangan, kan?"

Kevin mengangguk setuju sedangkan Bima menengadahkan kepala lalu memejamkan mata. Pohon yang rindang di belakang gedung kelas menjadi tempat teduh. Cocok sebagai pelarian keduanya kala terlalu malas untuk mengikuti pelajaran.

"Panggilan untuk Bima Erlangga Samudra dan Kevin Baratawijaya. Dimohon segera datang ke ruang BK!"

"Woah! Anjaaay! Panggilan eksklusif anjiiiir!" Kevin heboh sendiri.

Bima terkekeh kecil. "Pak Bocin kangen kita ternyata. Buruan ayok! Nggak sabar nyambut libur eksklusif kita."

Keduanya lekas menuju ruang BK seperti yang diperintahkan. Jarang-jarang sekali sekolah menggunakan pengumuman dalam hal memanggil seorang murid untuk ke ruang BK. Biasanya ada saja yang diutus untuk menjemput. Tapi Bima dan Kevin berbeda.

Sesampainya di depan ruangan yang terletak di lantai dua, Bima membuka pintu tanpa mengucap salam dan sejenisnya. Ia nyelonong masuk begitu saja diikuti Kevin yang senantiasa di belakang. Di sana terasa penuh. Ada wali kelas 11 IPS 4 yaitu Bu Endang, wali kelas dari 11 IPA 2 Pak Yuda, lima orang yang kemarin menyerang Bima dan Kevin, juga jangan dilupa Pak Bocin tercinta. Guru BK yang menangani kelas 11.

Bima dan Kevin berdiri karena sepertinya ruangan ini kekurangan kursi. Sofa panjang ditempati cowok-cowok cengeng, kursi lainnya ditempati wali kelas dan guru BK. Benar-benar tidak ada sisa.

"Apa benar kalian berdua yang memukuli mereka?" tuduh Pak Bondan—atau yang sering Bima juluki Pak Bocin—tanpa mengawalinya dengan basa-basi. Guru berkepala botak licin itu menatap Bima dan Kevin penuh selidik. Bahkan dapat dilihat bahwa ia marah akan ulah Duo Onar kali ini.

Bima tersenyum sejenak. Bukan senyum mengejek. Kali ini tulus, sungguh. Tulus sekali ingin menambahi memar dan luka pada mereka berlima karena sepertinya akan ada drama tambahan.

"Maaf sebelumnya. Gu-saya nggak mukul mata tapi kenapa memarnya nambah di sana?" Bima terkekeh tapi amarah di hatinya siap meluncur. "Mau tambah? Tinju gue siap ngehajar lo anjir! Mau wajah lo biru semua?" geramnya pada seorang cowok yang tampak menutupi area sekitar matanya yang membiru. Bima bahkan melotot garang. Drama sialan.

"Pak. Kita cuma berdua, mereka berlima. Tapi kenapa mereka lukanya parah?" Kevin mengepalkan tangan ketika melihat lawan mereka tampak menambahi luka-luka yang ada. Mendramatisir kenyataan yang sesungguhnya."Mereka tawuran kali, Pak," imbuhnya.

"Mana ada. Mereka itu murid berprestasi. Nggak kayak kalian yang seharusnya dikeluarkan dari sekolah saja." Pak Yuda menyahut dengan logat jawanya yang medok.

Bu Endang hanya memijat pangkal hidungnya karena pusing dengan kelakuan Bima dan Kevin. Nama baiknya tercoreng karena menangani kelas bobrok, ditambah lagi Duo Onar ini.

"Kalian berdua pasti bawa pasukan. Buktinya kalian tidak terluka sama sekali. Mengaku kalian!" Pak Yuda ganti menuding.

Bima mencoba menanggapi dengan kepala dingin—meski tadi ia sempat kelepasan. Hampir semua orang di ruangan ini tidak membelanya. Cuma Kevin, ya tidak akan ada yang peduli karena memang cuma Kevin yang ada di pihaknya saat ini.

"Pak, kemarin itu kita yang dikeroyok mereka. Cemen banget nggak tuh! Cowok lembek beraninya keroyokan. Tapi saya sama sekali enggak bikin mereka berdarah-darah, kecuali Kevin. Saya emang udah mukulin mereka karena mereka yang mulai juga," aku Bima. Ia menyenggol lengan Kevin agar dia mau mengaku juga.

Lihat selengkapnya