“... Sewaktu membaca novel ini di platform baca digital, saya tidak terlalu memberi perhatian. Maksud saya, tulisan ini lumayan untuk ukuran platformnya bila dibandingkan dengan tulisan-tulisan yang lain. Walaupun tentu saja ada cacat logika di mana-mana, Namun, begitu novel ini dipinang oleh penerbit besar, tentu saja urusannya menjadi berbeda. Sudah ada editor yang terlibat. Saya membeli edisi cetak novel ini dengan harapan cacat logika yang saya temukan dahulu, pastinya sudah diperbaiki. Ternyata harapan saya berlebihan. Baik penulis maupun editor tidak melakukan tugasnya. Hanya karena novel ini dibaca jutaan orang, tidak berarti novel ini bebas kesalahan dalam logika, kan? Itu hanya berarti bahwa ada jutaan orang yang tidak berhasil menemukan cacat logikanya.
Saya bukan orang kesehatan, tetapi beberapa adegan medis di dalamnya membuat saya mau tidak mau melakukan riset kecil-kecilan. Tidak butuh waktu lama, kok, untuk tahu bahwa orang yang telah koma selama 2 tahun, tidak bisa tahu-tahu berlari dalam waktu 3 bulan seolah-olah koma sebelumnya itu seperti sakit flu saja! Otot jika diistirahatkan cukup lama (tidak butuh 2 tahun bahkan), akan mengalami pengecilan. Istilah kerennya atrofi. Karenanya, setelah sadar dari koma, dibutuhkan fisioterapi. Jangankan berlari, bisa berdiri dengan dua kaki tanpa berpegang pada penopang saja sudah bagus.
Belum lagi masalah yang berhubungan dengan jalan napas. Misalnya penderita tidak bisa bernapas spontan, pastinya butuh menggunakan ventilator. Penggunaan ventilator hingga 2 tahun, penghubungnya tentu saja tidak bisa lewat mulut lagi (setahu saya akan dibuatkan jalan pintas lewat leher). Teman-teman medis tolong koreksi jika saya salah, ya.
Intinya, penulis dan editor tidak melakukan risetnya, menyesatkan pembaca, dan tentu saja tidak mencerdaskan kehidupan bangsa. Yang lebih membuat saya terkejut adalah novel ini akan dibuatkan film. Tautan beritanya saya sertakan, ya. Saya cuma bisa berdoa semoga nanti mereka menyewa dokter beneran untuk berkonsultasi mengenai ini. Meskipun saya meragukannya karena jika mengikuti logika normal, berarti hampir sepertiga dari novel ini terpaksa harus dihapus.
Novel apa pun boleh saja fiksi, karangan, hasil imajinasi, tetapi logika tetap harus dijadikan dasar. Bahkan untuk genre fantasi, misalnya. Lihat saja bagaimana Harry Potter dibuat dengan begitu cerdasnya. Hal kecil di buku pertama misalnya, yang disebut sambil lalu, ternyata merupakan hal penting di beberapa buku kemudian. Semua hal besar ada dasarnya. Tidak ujug-ujug.
Logika di dalam novel itu, tidak beda jauh dengan logika di dalam sinetron hidayah. Bagaimana mungkin kita bisa terganggu dengan kemustahilan di dalam sinetron tersebut, tetapi baik-baik saja dengan hal yang sama di dalam novel? ...”
Aku memeriksa sekali lagi tulisan yang kubuat untuk mengomentari sebuah novel, sebelum aku menggunggah review-ku di akun Facebook Gadislugu. Kantuk meminta mataku untuk diistirahatkan. Biasanya aku akan menunggu beberapa komentar lalu membalasnya. Namun, malam itu aku menyerah pada godaan kasur. Toh, aku bisa membacanya besok.
***
Subuh itu aku bangun terlambat. Saat sedang datang bulan, alarm badanku seakan-akan tahu bahwa aku tidak perlu salat. Apalagi perutku terasa tidak nyaman saat hari pertama tamu bulananku berkunjung. Pukul enam pagi aku masih malas-malasan di atas kasur.
Aku berjalan ke warung yang terpisah dua rumah dari rumahku untuk membeli minuman kunyit dalam botol guna memperlancar haid. Setelah menghabiskannya, aku kembali membenamkan badanku ke atas kasur. Sebelumnya aku meminta izin kepada Bapak baru bisa ke Bizarre agak siangan.
Setelah tidur beberapa jam, atau mungkin karena khasiat minuman datang bulan, aku bangun dengan perut yang sudah bisa diajak beraktivitas. Saat hendak menelepon Bapak, aku baru mengetahui bahwa ponselku mati daya. Aku putuskan untuk mengisinya di Bizarre saja.
Saat tiba di Bizarre selewat Zuhur, aku tidak sempat memikirkan ponselku atau unggahan yang semalam. Hari itu kami diserbu bocah-bocah yang tinggal di dekat Bizarre. Tujuannya satu, ingin membaca komik. Beberapa teman-teman Mbak Gusti juga datang dan lumayan menyita waktuku.