Aku sedang membuat nasi goreng ketika Bapak meminta untuk ditemani ke Puskesmas pagi itu.
“Kepala Bapak sakit lagi?”
“Iya. Sejak subuh.”
“Kenapa baru bilang sekarang? Langsung ke rumah sakit aja, ya, Pak.”
“Prosedur BPJS, kan, harus ke Puskesmas dulu, Run.”
“Kalau emergensi, boleh langsung ke rumah sakit, kok.”
“Ini belum emergensi. Cuma Bapak sudah janji mau ke dokter kalau sakit lagi.”
“Ya, udah. Kita sarapan dulu. Puskesmas buka jam delapan. Ibu sama Kak Tata perlu dikabari enggak?”
“Nanti saja kalau sudah periksa.”
Ibu sudah hampir seminggu menginap di rumah Kak Tata. Kakakku itu sedang hamil muda dan kondisinya payah. Mual muntahnya dominan jadi Ibu menemaninya.
Aku kalau nanti hamilnya payah juga, siapa yang bakal menemani, ya? Pikiran random terlintas di benakku. Namun, segera kutepis. Runi, Runi, mau hamil sama siapa? Pacar saja tidak punya. Anak yang aneh.
***
“Bapak tekanan darahnya agak tinggi. 150/100 makanya agak pusing. Sudah harus mengurangi garam. Ini saya kasih pengantar untuk periksa laboratorium sama konsultasi gizi, ya.”
“Bapak saya enggak perlu dirawat, Dok?”
“Untuk saat ini belum perlu dirawat. Nanti saya kasih obat, Bapak jaga makan, setelahnya kita evaluasi lagi.”
“Baik, Dok.”
Kami mengantre untuk pemeriksaan laboratorium. Sambil menunggu hasilnya untuk diperlihatkan kepada dokter lagi, kami diarahkan untuk konsultasi gizi.
Baru beberapa langkah keluar dari ruangan gizi, kami juga belum duduk ketika Bapak mengeluh.
“Kayaknya tensi Bapak naik ini.”
“Kepala Bapak tambah sakit? Duduk dulu, yuk.”
“Enggak. Naiknya karena lihat daftar pantangan makanan.”