BLACK COFFEE

Liz Lavender
Chapter #1

$10

Are these times contagious, I've never been this bored before

Is this the prize I've waited for

Now as the hours passing, There's nothing left here to mature

I long to find a messenger

Have I got a long way to run , Yeah, I run

Is there a cure among us, from this processed sanity

I weaken with each voice that sings

In this world of purchase, I'm going to buy back memories

To awaken some old qualities

(Collective Soul – Run)

Jack London, Oakland, California

Terlihat keramaian di 3rd Street malam itu. Warna merah api tampak menyala, berkobar di beberapa bangunan apartemen. Sementara di tepi jalan, berhenti beberapa mobil pemadam kebakaran. Para pemadam kebakaran sibuk dengan selang-selang panjang dan tangga-tangga, terus menyemburkan air, berusaha secepat mungkin memadamkan kebakaran. Suara sirine mobil polisi pun terdengar berlalu-lalang di sekitarnya.

Daisy tampak berbelok dari persimpangan Jackson Street, melewati keramaian yang terjadi di 3rd Street. Wanita itu berhenti sebentar dan melihat kebakaran itu,”It happens so fast,” batinnya. Kemudian dia terus berjalan setelah melirik jam tangannya. Daisy berbelok menuju Alice Street. Ada sebuah baliho besar menarik perhatiannya. Gambar sebuah peta dunia, dengan seorang wanita cantik mengenakan seragam pramugari dan sebuah slogan ‘We’ll fly you across the universe’.

Terlintas di benaknya, sebuah rencana untuk pergi ke suatu tempat yang jauh dari Oakland. Sejenak pergi dari rutinitasnya yang dia anggap membosankan dan segudang masalahnya yang pelik. Dengan pikiran itu, Daisy menghampiri stasiun Amtrak yang ada di 2nd Street, ujung dari Alice Street. Wanita dengan rambut coklat panjang itu sekilas memandang jam bundar yang terpasang di kanopi depan stasiun. Waktu menunjukkan pukul 8.40.

Dihampirinya sebuah bangku di bawah kanopi depan dan dia duduk di bangku itu. Sesekali Daisy melirik jam tangannya, seolah tengah menunggu sesuatu. Udara dingin malam itu terasa menembus mantelnya, membuatnya merasa kedinginan. Ketika mengedarkan pandangannya, sorot matanya terhenti pada selembar uang $10 yang tergeletak di dekat kaki bangku sebelah bangku tempat dia duduk. Penasaran, dia memungut uang itu.

It’s just an ordinary ten bucks…” batinnya membalik uang kertas itu. Dia kemudian menemukan hal yang menarik dari $10 itu. Ada sebuah nomer telepon tertulis di sana. Nomor sebuah ponsel dengan kode area bukan kode Oakland. Dia tidak tahu kode daerah mana yang tertulis. Tiba-tiba dia mendapat ide. Daisy kemudian mengeluarkan ponselnya, menekan angka-angka yang tertulis di uang $10 itu.

402-212-0288. Call.

Terdengar tiga kali nada sambung sebelum suara seorang lelaki yang menjawabnya.

“Hallo,”

“Ha-hallo… boleh aku tahu siapa namamu?”

“Ini Damon. Who is this?”

“Daisy. Where do you live anyway?”

“Daisy who? Do I know you?”

Just call me Daisy. Aku ingin tahu di mana kamu tinggal?”

“Err… Bellevue, why?”

“Bellevue? Di mana Bellevue itu?”

“Nebraska… Sorry, why did you asked? Who are you anyway?”

Daisy tak menghiraukan kebingungan dari lelaki yang diteleponnya. Ada sedikit rasa heran dalam benak Daisy, mengapa lelaki itu tidak menutup teleponnya saja, mengingat ada seorang wanita aneh yang tiba-tiba meneleponnya dan mungkin mengerjainya.

“Apakah di sana ada bandara?”

“Tidak…”

“Stasiun Amtrak?”

“Adanya di Omaha. Hey, apakah kamu petugas sensus atau semacamnya?”

Daisy tak juga menjawab, “Hmm… Bagaimana jika… suatu hari nanti, kamu mendapat telepon dariku, dan kukatakan padamu bahwa aku sedang berada di terminal bus di kotamu? Maukah kamu menjemputku dan mengajakku ke suatu tempat yang bagus di sana?”

“What?! What are you talking about? I don’t even know you…”

Daisy langsung memotong kalimat lelaki itu, “Sudah dulu ya. I’ve got to go. I’ll call you again.”

Dan Daisy memutus hubungan telepon itu.

*-*-*-*

The Landings Apartments, Bellevue, Nebraska

Damon menatap ponselnya dengan bingung.

“Siapa perempuan itu?? Kenapa dia tahu nomorku dan tiba-tiba meneleponku? Dan ide konyolnya? Ah… mungkin dia hanya orang iseng,” batin Damon melanjutkan langkahnya menuju ke rumah tunangannya.

Sesaat kemudian sebuah pikiran kembali melintas dalam benak Damon, membuat langkahnya terhenti, “Bagaimana kalau dia seorang kriminal atau semacamnya? Dia sedang kabur dari kejahatannya dan akan membuatku terlibat dalam suatu… ah… tidak! Aku tidak mau kembali ke penjara!”

Damon memandangi rumah tunangannya yang tinggal beberapa langkah lagi. Dia memutuskan untuk berbalik menjauhi tujuannya, kembali ke dalam truk buahnya. Damon mengurungkan niatnya untuk menemui tunangannya setelah setahun tidak bertemu.

*-*-*-*

Bellevue Farmers Market, Bellevue, Nebraska

Pagi itu, Damon yang masih tertidur di dalam truk buahnya terbangun mendengar dering ponselnya yang meraung. Damon meraih ponselnya dan melihat ke arah layarnya. Di sana tertulis nama GAWAT.

Damon terkejut, “Perempuan itu! Jangan-jangan dia benar-benar datang,” panik, Damon melempar ponselnya ke jok di sampingnya. Ponsel itu terus meraung hingga berhenti. Damon tak pernah mengangkat telepon itu. Dia ingin sekali mematikan ponselnya namun dia takut bosnya menelepon. Maka Damon membiarkan ponsel itu terus berdering di antara aktivitas kerjanya mengantar buah-buahan ke pasar-pasar.

*-*-*-*

Bellevue Gardens, Bellevue, Nebraska

Malam hari di rumahnya saat Damon pulang, ponselnya masih terus berbunyi. Dia mendapati 42 misscalls dari nomer yang sama.

Damon tidak bisa tidur. Dia memikirkan telepon itu.

“Jangan-jangan perempuan itu benar-benar ada di sini. Bagaimana jika… dia menunggu seharian di suatu tempat? Bagaimana jika dia bukan orang jahat? Aku… membiarkan seorang perempuan sendirian hingga tengah malam… bagaimana jika… ada orang jahat yang merampoknya… lalu membunuhnya… dan polisi akan melacak ponselnya, lalu menemukan nomerku… aku tidak mau dipenjara lagi!.. what should I do?!”

Damon kemudian memutuskan, jika ponselnya berbunyi lagi, dia akan mengangkatnya. Damon menunggu. 5 menit, 10 menit, 15 menit, ponselnya tak kunjung berbunyi. Damon memutuskan untuk menelepon nama GAWAT.

Damon terkejut mendengar suara dari ponselnya,”The number you are calling is unavailable, please call again later…”

“Bagaimana bisa?” batin Damon bingung.

Tidak berapa lama, nama GAWAT muncul di layar. Damon cepat-cepat mengangkatnya.

“Kenapa barusan kau menelepon? Kenapa tidak dari tadi?” suara perempuan yang masih Damon ingat pernah meneleponnya kira-kira seminggu lalu terdengar kesal.

“Tapi…”

Belum sempat Damon berucap, Daisy kembali berbicara,”Dan kenapa tega sekali baru mengangkat teleponnya tengah malam?! Tega sekali kau membiarkan seorang gadis sendirian di halte! Tidak ada seorangpun yang dikenal, tidak ada siapapun yang jadi tujuan, kecuali dirimu… aku ada di halte bus Southroads, get your ass here quickly!!”

Sambungan telepon diputus. Damon kebingungan.

“Kenapa dia menungguku? Kenapa dia tidak mencari hotel atau apa…” bagai tersihir, Damon langsung meraih jaketnya, berjalan menuju truk buahnya di luar dan segera menjalankannya menuju ke Southroads.

*-*-*-*

Bus Stop, Southroads, Bellevue, Nebraska

Jalanan sudah sepi. Tidak ada seorang pun terlihat. Kendaraan yang lewat pun hanya tinggal beberapa. Damon menghentikan truk buahnya. Dia melihat seorang perempuan cantik duduk di tempat menunggu bis.

“Itukah Daisy?” batin Damon. Damon turun dari truknya. Dia tak memungkiri perempuan itu cantik. Rambut coklatnya yang terlihat berantakan tetap menunjukkan kecantikan wajahnya. Pakaiannya tampak kusut.

Daisy langsung melambai ke arahnya, “Damon! I’m here!”

“Bagaimana kau tahu aku…” ucap Damon yang langsung dipotong Daisy, “Yuk kita pergi dari sini. Aku lelah sekali! Kau tahu? Aku baru saja terbang hampir 3 jam ke Omaha. Dan setelah itu aku harus mencari MAT Route 95 untuk bisa sampai ke kotamu ini. Kenapa kalian tidak punya airport by the way? Belum lagi aku menunggumu seharian!...” Daisy terus berbicara dan dengan santainya memasuki truk buah Damon. Damon hanya diam dan mulai menyetir.

“Kau mau kuantar ke mana? Hotel…”

“Ke rumahmu saja. Boleh kan? Pasti boleh. Kau tahu? Aku takut tinggal di hotel sendirian di kota asing. Waw, aku sempat berpikir kau mungkin seorang bapak-bapak berusia 40-an atau seorang remaja yang masih sekolah…” Daisy masih terus berbicara.

“Tapi…”

“Kau sudah beristri? Aku harap istrimu tidak keberatan. Katakan saja padanya aku saudara jauhmu di California atau apalah.”

“Tidak, aku tinggal sendiri.”

“Oh, baguslah.”

“Tapi rumahku kecil dan jelek.”

“Tidak masalah. Yang penting kau mau menampungku untuk… yah, beberapa waktu.”

“Apa?! Menampungmu?!”

“Iya. Kumohon, Damon. Aku sedang ingin mengalami pengalaman baru dari nasib burukku di California. Please?” Daisy menunjukkan tampang memelas. Mencoba berpikir positif dan merasa kasihan pada Daisy, Damon membawa Daisy ke rumah sewaannya.

*-*-*-*

Lihat selengkapnya